India Marah, China Tunjuk Tentara yang Menyerang Militernya Jadi Pembawa Obor Olimpiade
India tidak akan menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing pada Jumat (4/2) karena China memilih pembawa obor yang kontroversial.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - India tidak akan menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing pada Jumat (4/2/2022) karena China memilih pembawa obor yang kontroversial.
Juru bicara urusan luar negeri India, Arindam Bagchi menilai China mempolitisasi ajang Olimpiade, Kamis (3/2/2022) kemarin.
Dilansir SCMP, New Delhi geram karena salah satu pembawa obor yang dipilih Beijing merupakan komandan militer yang terlibat bentrokan berdarah dengan pasukan India pada 2020 lalu.
Dua tahun yang lalu, terjadi bentrokan berdarah antara pasukan India dan China di perbatasan Ladakh Timur yang disengketakan.
Baca juga: Pria di China Selalu Sakit Kepala selama 20 Tahun, Rupanya Ada Peluru Bersarang di Tengkoraknya
Baca juga: India Siap Luncurkan Rupee Digital, Ini Bedanya dengan Bitcoin dan Kripto Lainnya
Tentara China menghabisi 20 anggota militer India, sementara pihak China sendiri kehilangan empat tentara.
Arindam Bagchi menambahkan, Kedutaan India di Beijing juga tidak akan mengirim perwakilan ke upacara penutupan.
Qi Fabao, yang ditunjuk menjadi salah satu pembawa obor Olimpiade, merupakan seorang komandan resimen Tentara Pembebasan Rakyat.
Dia terlibat dalam bentrokan di dataran tinggi Lembah Galwan, Ladakh yang disengketakan China dan India.
Outlet media pemerintah China, Global Times menyebut, Qi yang mengalami cedera kepala serius karena bentrokan itu merupakan "pahlawan".
Ia didapuk menjadi salah satu di antara 1.200 pembawa obor Olimpiade Beijing tahun ini.
"Perang informasi agresif China terus berlanjut," tulis jurnalis India, Abhishek Bhalla di Twitter.
"Mereka butuh beberapa saat untuk mengumumkan kematian mereka, tetapi sekarang Qi Fabao adalah pembawa obor."
Kedua negara mengerahkan puluhan ribu pasukan tambahan ke dan sekitar Lembah Galwan setelah bentrokan tahun 2020.
Pembicaraan tingkat tinggi pada akhir tahun lalu gagal meredakan ketegangan di kawasan itu.