Jumlahnya Kian Menurun, Australia Peringatkan Koala Terancam Punah pada 2050
Australia secara resmi mendaftarkan koala di seluruh pantai timurnya sebagai satwa yang 'terancam punah' pada Jumat waktu setempat.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, SYDNEY - Australia secara resmi mendaftarkan koala di seluruh pantai timurnya sebagai satwa yang 'terancam punah' pada Jumat waktu setempat.
Saat ini hewan berkantung itu tengah berjuang untuk bertahan hidup dari sejumlah faktor, mulai dari dampak kebakaran hutan, pembukaan lahan, kekeringan dan penyakit.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (11/2/2022), konservasionis mengatakan populasi koala telah menurun di sebagian besar wilayah Australia timur selama dua dekade terakhir.
Selain itu juga memperingatkan bahwa hewan ini kini sedang menuju 'kepunahan'.
Menteri Lingkungan Australia, Sussan Ley mengatakan dirinya telah menetapkan populasi koala sebagai yang 'terancam punah' untuk memberikan tingkat perlindungan yang lebih tinggi kepada hewan itu di New South Wales (NSW), wilayah Ibu Kota Australia dan Queensland.
Perlu diketahui, koala merupakan simbol satwa liar unik Australia yang diakui secara global dan telah terdaftar sebagai hewan yang 'rentan' di pantai timur, hanya satu dekade sebelumnya.
"Kami mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk melindungi koala," kata Ley.
Ia menyoroti janji pemerintah baru-baru ini yang menggelontorkan dana sebesar 50 juta dolar Australia atau setara 36 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk melindungi dan memulihkan habitat koala.
Para pemerhati lingkungan pun menyambut baik status baru koala ini, namun mengutuk kegagalan Australia dalam melindungi spesies tersebut sejauh ini.
Baca juga: Koala dan Walabi Terancam Punah Akibat Kebakaran di Australia
"Koala telah berubah dari tidak terdaftar, menjadi 'rentan' kemudian 'terancam punah' dalam satu dekade, itu adalah penurunan yang sangat cepat. Keputusan hari ini disambut baik, namun itu tidak akan menghentikan koala meluncur menuju kepunahan, kecuali jika disertai dengan Undang-undang yang lebih kuat dan insentif pemilik lahan untuk melindungi rumah hutan mereka," kata Ilmuwan Konservasi WWF-Australia, Stuart Blanch.
Konservasionis mengatakan bahwa sulit untuk memberikan angka pasti tentang populasi koala di negara bagian timur yang terkena dampak.
Namun perkiraan badan penasihat pemerintah independen, Komite Ilmiah Spesies Terancam Punah menunjukkan bahwa jumlah koala telah merosot dari 185.000 pada 2001 menjadi hanya 92.000 pada tahun yang sama.
'Hilangnya Ikon Nasional'
Alexia Wellbelove dari Humane Society International mengatakan koala pantai timur diprediksi punah pada 2050 jika tidak ada tindakan yang diambil.
"Kami tidak mampu lagi melakukan pembukaan lahan," kata Wellbelove.
Sementara itu, Yayasan Konservasi Australia mengatakan penelitiannya sendiri menunjukkan bahwa pemerintah federal telah menyetujui pembukaan lebih dari 25.000 hektar habitat koala sejak spesies itu dinyatakan rentan pada satu dekade lalu.
"Undang-undang lingkungan nasional Australia sangat tidak efektif, sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak untuk membendung perusakan habitat koala yang sedang berlangsung di Queensland dan NSW sejak spesies itu seharusnya dilindungi satu dekade lalu. Kepunahan koala tidak harus terjadi," kata Manajer Kampanye Alam yayasan itu, Basha Stasak.
Stasak sangat mengecam proyek pembangunan yang merusak habitat koala.
"Kita harus berhenti membiarkan rumah mereka dibuldoser untuk tambang, perumahan baru, proyek pertanian dan penebangan industri," tegas Stasak.
Manajer Kampanye Satwa Liar di Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan, Josey Sharrad mengatakan koala Australia memang telah hidup 'di ujung pisau', bahkan sebelum terjadinya kebakaran hutan 'Musim Panas Hitam' yang menghancurkan pada 2019 hingga 2020 karena pembukaan lahan, kekeringan, penyakit, serangan mobil, dan serangan anjing.
"Kita seharusnya tidak pernah membiarkan hal-hal ini sampai pada titik di mana kita berisiko kehilangan ikon nasional. Kebakaran semak adalah tantangan terakhir, ini harus menjadi peringatan bagi Australia dan pemerintah untuk bergerak lebih cepat demi melindungi habitat kritis dari pembangunan dan pembukaan lahan, serta secara serius menangani dampak perubahan iklim," kata Sharrad.