Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PM Belanda Minta Maaf atas Kekejaman selama Perang Kemerdekaan Indonesia

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte minta maaf kepada Indonesia atas kekerasan selama Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in PM Belanda Minta Maaf atas Kekejaman selama Perang Kemerdekaan Indonesia
AFP/BART MAAT
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte memberikan pers untuk memperketat pembatasan Covid-19 di Kementerian Kehakiman dan Keamanan di Den Haag, pada 26 November 2021. - Belanda akan memperketat penguncian sebagian Covid-19 dengan penutupan awal bar, restoran, dan toko untuk mengekang lonjakan kasus, Perdana Menteri Mark Rutte mengatakan pada 26 November 2021. (Photo by Bart Maat / ANP / AFP) / Netherlands OUT 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte minta maaf kepada Indonesia atas kekerasan selama Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949.

Kekerasan sistematis dan berlebihan selama masa kolonialisme terungkap dalam sebuah penelitian sejarah yang didanai pemerintah Belanda pada tahun 2017 dan dilakukan oleh akademisi dan pakar dari kedua negara.

Tinjauan sejarah ini dipresentasikan pada Kamis (17/2/2022) di Amsterdam.

Dilansir DW, penyelidikan dari tiga lembaga penelitian sejarah bertentangan dengan pandangan lama pemerintah Den Haag bahwa pasukan Belanda hanya melakukan kekerasan sporadis ketika berusaha mendapatkan kembali kendali atas koloni itu setelah Perang Dunia II. 

Baca juga: Belanda akan Cabut Pembatasan Covid-19 Secara Bertahap, Tak Wajib Jaga Jarak hingga Soal Masker

Baca juga: Siapa Pengibar Bendera Upacara Proklamasi Kemerdekaan? Ini Tokoh Penting Pengibar Bendera Indonesia

Ilustrasi masa penjajahan Belanda ke Indonesia.
Ilustrasi masa penjajahan Belanda ke Indonesia. ()

Studi selama lebih dari empat tahun ini menunjukkan kekejaman hukum Hindia Belanda di Indonesia.

Ditemukan bahwa angkatan bersenjata Belanda melakukan kekerasan ekstrem yang meluas serta disengaja.

"Itu terjadi di setiap tingkatan: politik, militer, dan hukum."

Berita Rekomendasi

"Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka yang memikul tanggung jawab di pihak Belanda - politisi, pejabat, pegawai negeri, hakim dan lain-lain - memiliki atau dapat memiliki pengetahuan tentang penggunaan sistematis kekerasan ekstrem," kata para peneliti.

"Ada kemauan kolektif untuk membenarkan dan menyembunyikannya, dan membiarkannya tanpa hukuman. Semua ini terjadi dengan tujuan yang lebih tinggi: memenangkan perang," kata mereka.

Kekejaman sistematis itu, kata penelitian, berupa eksekusi di luar hukum, penyiksaan, penahanan dalam kondisi tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan properti dan persediaan makanan, serangan udara tidak proporsional, penembakan altileri, hingga penangkapan dan penahanan massal.

Menurut para peneliti, jumlah korban dari kejahatan ini tidak bisa dipastikan.

Kekejaman selama perang Kemerdekaan RI ini pertama kali diungkap oleh seorang mantan veteran Belanda pada 1969.


Namun pemerintah Belanda mengklaim bahwa pihaknya hanya melakukan serangan terisolasi dan bersikeras bahwa militer tidak melakukan kekerasan.

Permintaan Maaf Mark Rutte

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas