Dubes RI: Banyak Pekerja Indonesia di Malaysia Mengalami Perbudakan Modern atau Kerja Paksa
Hermono mengungkapkan ada banyak kasus ART Indonesia yang bekerja selama bertahun-tahun tanpa dibayar.
Editor: Hasanudin Aco
Hermono mengatakan pada tahun lalu Kedutaan Besar Indonesia telah membantu 206 kasus, yang mengaharuskan majikan membayar lebih dari 2 juta ringgit atau setara Rp6,8 miliar, dan ada 40 kasus yang saat ini ada di pengadilan.
Kedutaan Besar Indonesia pada tahun ini juga mendampingi 16 ART dan membantu mendapatkan 300.000 ringgit (Rp1 miliar) upah yang belum dibayar kepada mereka.
Hermono menegaskan bahwa ART memiliki kemungkinan besar untuk mendapat kekerasan dibandingkan pekerjaan migran lainnya.
Menurutnya para ART harus bekerja sendiri dan tinggal di rumah majikannya.
Selain itu para ART Indonesia juga banyak yang tak bisa melarikan diri dari para majikannya dan mendapat tantangan saat ingin memberikan informasi ke Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal.
“Mereka diperingatkan jika melarikan diri, polisi akan menangkap mereka dan imigrasi akan mendeportasi mereka. Ancaman ini jelas meruapakan elemen dari kerja paksa,” tuturnya.
Indonesia sendiri saat ini sedang dalam pembicaraan untuk kesepakatan tenaga kerja baru.
Hermono pun berharap kesepakatan yang baru akan lebih melindungi orang Indonesia yang dipekerjakan sebagai ART dalam sistem satu saluran, sehingga akan memungkinkan pemerintah negaranya untuk mengawasi mereka selama bekerja di sini.
Ia juga menyinggung usulan sistem gaji online yang memungkinkan Pemerintah Indonesia bisa melihat apakah pekerja Indonesia bisa menerima gaji yang seharusnya.
“Jika mereka melewatkan bahkan satu bulan (membayar gaji), kami dapat menghubungi majikan melalui agen dan bertanya kenapa mereka belum membayarnya,” ujar Hermono.
Kasus Terbaru
Sebelumnya dilaporkan seorang majikan Malaysia divonis bebas dari tuntutan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kekerasan fisik yang dilakukan kepada pekerja migran Indonesia (PMI).
KBRI Kuala Lumpur dikejutkan dengan putusan Pengadilan Kota Bahru, Kelantan yang membebaskan seorang majikan Malaysia yang melakukan kerja paksa dan kekerasan fisik kepada PMI berinisial DB.
DB berasal dari Desa Bakuin Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.