Penduduk di Kota Donetsk Merayakan Pengakuan Rusia Atas Kemerdekaan Republik Donetsk
Warga di kota Donetsk bergembira setelah Presiden Rusia Vladimir Putin secara resmi mengakui kemerdekaan DPR dan LPR.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, DONETSK - Warga di kota Donetsk bergembira setelah Presiden Rusia Vladimir Putin secara resmi mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) pada Senin kemarin.
Perlu diketahui, daerah tersebut mendeklarasikan kemerdekaan mereka setelah revolusi Maidan pada Februari 2014 di Ukraina.
Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (22/2/2022), pengakuan Federasi Rusia atas 'kemerdekaan kedua negara tersebut' menjadikan Rusia sebagai negara pertama anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang melakukannya.
Pengumuman kontroversial Putin ini pun terekam dalam rekaman video.
Perlu diketahui, setelah mendeklarasikan diri merdeka dari Ukraina pada 2014, wilayah Donetsk dan Lugansk yang dikenal sebagai Donbass ini kemudian terperosok dalam perang, karena Ukraina terus berusaha untuk merebut kembali wilayah tersebut.
Setelah hampir 8 tahun terlibat konflik, penduduk Donetsk akhirnya merayakan kabar bahwa Rusia telah secara resmi mengakui kedaulatan mereka.
Baca juga: Presiden Zelenskyy: Perbatasan Ukraina Akan Tetap Utuh, Meskipun Rusia Akui Kemerdekaan DPR dan LPR
Sementara Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di NATO, sebagian besar mengutuk perkembangan itu.
Pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB pun berlangsung pada Senin malam atas inisiasi AS, Prancis dan Jerman.
Wilayah Donbass sebagian besar berbahasa Rusia dan menurut sensus 2001, terdapat 38,2 persen etnis Rusia dari total populasi Donetsk.
Baca juga: PM Jepang Mengutuk Keras Pernyataan Rusia yang Melanggar Kedaulatan Ukraina
Kembali ke 1990-an, tidak lama setelah pembubaran Uni Soviet, politik Donbass ternyata bertentangan dengan politik Kiev, ibu kota Ukraina.
Wilayah tersebut kemudian memilih agar bahasa resmi mereka adalah bahasa Rusia, sebuah tindakan yang tentu saja ditolak di Kiev.
Sejak 2014 lalu, selama 8 tahun terakhir para separatis telah mempertahankan kendali atas kota Donetsk, kota terbesar di wilayah tersebut.