Indonesia Berkepentingan Menjembatani Rusia dan Ukraina Melalui Proses Diplomasi Jalan Damai
Yuddy meminta pemerintah Indonesia untuk mengambil sikap dengan menegakkan prinsip-prinsip universal, menegakkan prinsip-prinsip non agresi.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerhati Politik Internasional Prof Yuddy Chrisnandi mengatakan dirinya percaya Rusia dan Ukraina tidak menghendaki konflik senjata karena masih ada jalur diplomasi yang masih bisa menjadi jalan perdamaian.
Namun, adanya provokasi dari negara-negara lain menjadikan ketegangan antar kedua negara menjadi memanas.
Ia pun menambahkan bahwa perlu ada pihak yang mampu menjembatani konflik ini sehingga tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan.
Yuddy meminta pemerintah Indonesia untuk mengambil sikap dengan menegakkan prinsip-prinsip universal, menegakkan prinsip-prinsip non agresi, menegakkan prinsip-prinsip penghormatan kepada wilayah integritas sebuah bangsa dan kedaulatan serta prinsip-prinsip kemerdekaan.
Hal itu disampaikan Yuddy dalam diskusi 'International Talk 2022' yang bertema “Rusia dan Ukraina: Mendorong ke Arah Jalan Perdamaian' yang disiarkan kanal YouTube Universitas Nasional Official 1949, Jumat (25/2/2022).
"Indonesia tidak mengambil sikap dengan membela satu pihak, karena kedua negara merupakan negara sahabat namun sikap yang diambil perlu berdasarkan nilai-nilai universal tersebut. Dan sebagai negara sahabat dari keduanya, Indonesia berkepentingan menjembatani keduanya melalui proses diplomasi jalan yang damai," kata Yuddy.
"Indonesia saya yakin memiliki kewibawaan untuk mengajak keduanya berunding, sehingga perdamaian dunia akan terwujud," tambahnya.
Sementara, Kepala Pusat Penelitian Pascasarjana Universitas Nasional Dr Robi Nurhadi mengatakan bahwa situasi Rusia dan Ukraina masih bisa kembali ke garis perdamaian dengan tiga hal.
Pertama, kembali ke Memorandum Minsk tahun 2014 yang ditandatangani Rusia-Ukraina dengan melibatkan OSCE, Perancis, Jerman.
Kedua, kedepankan diplomasi perdamaian ‘ala Slavia’ (po-slavianski) yang lebih kekeluargaan.
Ketiga, normalisasi masalah kemerdekaan Region Luhansk dan Donetsk yang berbatasan dengan Rusia.
"Dengan demikian, konflik yang berawal dari peristiwa Lapangan Maidan di Kyiv tersebut akan menemukan solusi perdamaian yang bisa diterima kedua-belah pihak," jelas Robi.