Utusan Rusia: Tekad Barat Beri Sanksi bagi Tiap Negara yang 'Membangkang' Bahayakan Tatanan Dunia
Joe Biden pada Kamis kemarin telah mengumumkan sejumlah sanksi baru yang diklaim akan 'membebankan biaya yang parah pada ekonomi Rusia, baik itu seger
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Kamis kemarin telah mengumumkan sejumlah sanksi baru yang diklaim akan 'membebankan biaya yang parah pada ekonomi Rusia, baik itu segera maupun dari waktu ke waktu'.
Terkait keputusan ini, Utusan Rusia untuk Jepang, Mikhail Galuzin mengatakan bahwa tekad AS dan sekutu Baratnya yang siap memberikan sanksi kepada negara manapun yang memiliki 'posisi dan sikap sendiri' merupakan ancaman bagi tatanan dunia.
"Masalahnya adalah negara-negara Barat yang dipimpin oleh AS, percaya diri dengan keunikan, keunggulan dan kemampuan mereka untuk menghukum siapapun yang tidak setuju dengan kebijakan mereka dan secara mandiri mengejar kepentingan nasional mereka. Dan ini bukan hanya masalah bagi Rusia, tapi ini adalah masalah bagi seluruh komunitas internasional," kata Diplomat Rusia itu menggarisbawahi.
Galuzin juga mencatat bahwa 'perilaku seperti menerapkan hukuman dengan menggunakan sanksi bagi negara yang berani mengejar kebijakan independen namun tidak selalu sesuai dengan kepentingan Barat adalah hal yang tidak bertanggung jawab dan sangat berbahaya bagi tatanan dunia berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)'.
Baca juga: Ancaman Sanksi Meluas, Akankah China Jadi Penopang Ekonomi Rusia?
Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida menyampaikan bahwa Jepang memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia atas operasi militernya di Ukraina.
"Selain sanksi yang diumumkan pada 23 Februari lalu, negara kami mengintensifkan sanksi dengan cara berikut, pembekuan ibu kota, larangan mengeluarkan visa untuk warga negara dan entitas Rusia, pembekuan aset organisasi keuangan, larangan barang yang dapat digunakan untuk tujuan militer" kata Kishida dalam konferensi pers.
Ia menambahkan bahwa sanksi yang diterapkan Jepang itu termasuk pembatasan ekspor ke organisasi yang terkait dengan industri pertahanan serta ekspor barang-barang seperti semikonduktor dan barang keperluan universal.
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (25/2/2022), Menteri Keuangan Jepang, Shunichi Suzuki mengatakan bahwa sanksi itu akan mempengaruhi 3 lembaga keuangan Rusia yakni VEB.RF, Promsvyazbank dan Bank Rossiya.
Ia menegaskan bahwa aset lembaga keuangan tersebut akan dibekukan.
Keputusan ini diambil Jepang setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Kamis kemarin mengumumkan sejumlah sanksi 'berat' baru terhadap Rusia.
Menurut Biden, sanksi baru yang lebih berat ini 'secara sengaja' dirancang untuk memaksimalkan dampak jangka panjang terhadap Rusia dan untuk meminimalkan dampak pada AS dan sekutu.
Tidak hanya itu, ia mengumumkan bahwa 4 bank Rusia lainnya yang memiliki aset lebih dari 1 triliun dolar AS akan dikenai sanksi pula dan aset mereka di AS juga dibekukan.
Biden juga menekankan bahwa 'elite' Rusia dan keluarga mereka juga akan dikenakan sanksi.
AS dan Uni Eropa (UE) sebelumnya telah memberlakukan sejumlah sanksi ekonomi terhadap individu dan entitas Rusia.
Sementara Kementerian Luar Negeri Rusia berjanji untuk membalasnya.
"Tidak ada keraguan, sanksi akan menghasilkan respons yang kuat, tidak harus simetris, namun diperhitungkan dengan baik dan menyakitkan bagi pihak Amerika," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Pada Kamis dini hari, Rusia melancarkan operasi militer khusus di Ukraina setelah DPR dan LPR meminta bantuan negara itu untuk mempertahankan diri dari serangan berkelanjutan yang diklaim dilakukan oleh pasukan Ukraina.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa operasi tersebut hanya menargetkan infrastruktur militer Ukraina dan bukan penduduk sipil.
Rusia juga menggarisbawahi bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk menduduki Ukraina.