Kota Mariupol Ukraina Lumpuh, 400.000 Warga Terjebak Tanpa Air dan Listrik karena Rusia Ingkar Janji
Berikut update mengenai situasi di Kota Mariupol Ukraina yang disebut sebagai bencana karena tanpa listrik dan air.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Fajar Nasucha
![Kota Mariupol Ukraina Lumpuh, 400.000 Warga Terjebak Tanpa Air dan Listrik karena Rusia Ingkar Janji](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/porak-poranda-kota-kota-di-ukraina-seminggu-invasi-rusia_20220303_200742.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Situasi mirip bencana dan mengerikan terjadi di Kota Mariupol, Ukraina dalam beberapa hari terakhir.
Seorang pejabat senior dari Doctors Without Borders (MSF) menyebut, situasi kemanusiaan di Mariupol sangat memprihatinkan.
Ia pun menyerukan pada Sabtu (5/3/2022) kemarin, agar masyarakat bisa segera dievakuasi.
Terlebih, setelah kota yang terletak di dekat perbatasan Rusia ini telah dikepung oleh pasukan Rusia.
Bahkan, gencatan senjata pada hari Sabtu untuk mengizinkan warga sipil pergi melarikan diri, gagal terwujud.
"Sangat penting adanya koridor kemanusiaan yang bisa dibuat, sayangnya belum benar-benar diberlakukan setelah Rusia tidak melakukan gencatan senjata."
"Padahal itu koridor itu memungkinkan penduduk sipil, perempuan dan anak-anak, untuk mendapatkan keluar dari kota ini," ujar Koordinator darurat MSF di Ukraina, Laurent Ligozat, dikutip dari StraitsTimes.
Baca juga: Gencatan Senjata di Kota Mariupol Ukraina Ditunda: Terus Terjadi Penembakan
Baca juga: Situasi Mariupol Sekarang Mirip Pengepungan Nazi di Perang Dunia II, Rusia Putus Aliran Listrik
Situasi Kota Memburuk Tanpa Air dan Listrik
Lizogat menuturkan, situasi di Kota Mariupol semakin hari bisa semakin memburuk.
Hal itu lantaran kota tersebut strategis dan pelabuhan laut Azoz yang berada di sana dianggap sebagai salah satu kunci untuk direbut Rusia.
Bahkan, kota tersebut digempur habis-habisan hingga kekurangan air dan listrik.
"Hari Sabtu ini, tidak ada lagi air dan orang memiliki masalah besar dalam mengakses air minum dan ini menjadi masalah penting," kata Ligozat.
"Tidak ada listrik lagi, tidak ada pemanas. Makanan habis, toko-toko kosong.
![Pendeta Pentakosta Ukraina mengajar remaja bagaimana memperkuat ruang bawah tanah di pusat anak-anak yang digunakan untuk menggali parit bagi tentara yang bertugas di front timur negara mereka dan berhadapan dengan separatis yang didukung Rusia, di desa Chervone, wilayah Mariupol, Ukraina timur, pada Februari 11, 2022.
(Photo by Aleksey Filippov / AFP)](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/remaja-ukraina-menggali-parit-pertahanan-hadapi-ancaman-rusia_20220215_201948.jpg)
"Selama beberapa hari tidak ada yang masuk atau keluar kota," jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan gencatan senjata untuk membuka koridor kemanusiaan yang memungkinkan 450.000 penduduk Kota Mariupol mulai pergi dengan bus dan mobil pribadi.
Namun, pejabat Ukraina kemudian menyerukan penundaan evakuasi.
Hal itu lantaran Rusia ingkar janji dan justru terus menembaki kota itu dan sekitarnya.
Rusia kemudian mengumumkan adanya tindakan ofensif yang terus dilanjutkan dan kedua pihak saling menyalahkan atas kegagalan gencatan senjata.
Wali Kota Mariupol Membenarkan Situasi Mengerikan di Wilayahnya
Sementara, Wali Kota Mariupol membenarkan situasi yang mengerikan terjadi di wilayahnya.
Ia mengungkapkan tidak ada listrik atau air, bahkan tidak ada cara untuk mengumpulkan orang mati.
Wali Kota Mariupol, Vadym Boichenko menjelaskan gambaran suram kehidupan di kota itu.
"Situasinya sangat rumit," kata Boichenko dalam sebuah wawancara di saluran YouTube, Sabtu, dilansir CNN.
"Tentara Rusia telah memasang blokade di koridor kemanusiaan. Kami memiliki banyak masalah yang diciptakan oleh semua orang Rusia."
Boichenko mengatakan, kota yang berpenduduk hampir 400.000 jiwa ini, telah mati listrik selama lima hari.
"Semua gardu termal kami mengandalkan satu daya ini, jadi kami tidak memiliki panas," katanya.
Boichenko juga mengatakan, tidak ada jaringan seluler, dan sejak serangan di Mariupol, mereka kehilangan persediaan air cadangan kami.
Baca juga: Negosiator Ukraina Denis Kireev Tewas Ditembak, Diduga Berkhianat Bocorkan Informasi ke Rusia
"Jadi kami benar-benar tanpa air sekarang. (Tentara Rusia) sedang bekerja untuk mengepung kota dan membuat blokade," katanya.
"Mereka ingin memisahkan kita dari koridor kemanusiaan, menutup pengiriman barang-barang penting, pasokan medis, bahkan makanan bayi. Tujuan mereka adalah mencekik kota dan menempatkannya di bawah tekanan yang tak tertahankan," ujarnya.
Boichenko mengatakan, warga yang terluka dan meninggal dunia selama lima hari terakhir ini berjumlah belasan dan pada hari kedelapan invasi, ada ratusan.
"Sekarang, kita sudah berbicara tentang ribuan. Angka-angka ini hanya akan bertambah buruk," kata Boichenko.
"Tapi ini adalah hari keenam serangan udara berturut-turut dan kami tidak bisa keluar untuk menemukan korban tewas."
"Mereka mengatakan ingin menyelamatkan orang Ukraina dari pembunuhan, tetapi merekalah yang melakukan pembunuhan itu," kata Boichenko.
"Dengar, dokter pemberani kita telah menyelamatkan nyawa di sini sekarang selama 10 hari berturut-turut. Mereka tinggal dan tidur di rumah sakit kita bersama keluarga mereka," ucapnya.
Baca juga: PBB Sebut Lebih dari 1,3 Juta Warga Ukraina Melarikan Diri Sejak Invasi Rusia Dimulai
Boichenko juga menjelaskan tentang koridor kemanusiaan, yang telah dibatalkan pada hari Sabtu.
"Kami memiliki 50 bus penuh bahan bakar, dan kami hanya menunggu gencatan senjata dan jalan dibuka sehingga kami bisa mengeluarkan orang dari sini," katanya.
"Tapi sekarang kami turun menjadi hanya 30 bus. Kami menyembunyikan bus-bus itu di lokasi lain, jauh dari penembakan, dan kehilangan 10 lainnya di sana. Jadi kami turun menjadi 20."
"Jadi, ketika koridor kemanusiaan ini akhirnya dibuka untuk kita besok atau kapan pun, kita mungkin tidak memiliki bus yang tersisa untuk mengevakuasi orang-orang."
Boichenko mengatakan, menyelamatkan Mariupol seakan mustahil.
"Satu-satunya tugas sekarang adalah membuka koridor kemanusiaan ke Mariupol dengan cara apa pun.
"Semua ini sedang dilakukan, saya akan ulangi untuk keseribu kalinya, untuk menghancurkan kita sebagai sebuah bangsa. Kami berharap mungkin besok saat fajar menyingsing, mungkin setetes embun cinta akan memercik orang-orang di kota ini," katanya.
"Kota Mariupol sudah tidak ada lagi," kata Boichenko kepada pewawancara YouTube.
"Setidaknya kota yang pernah Anda lihat," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)