Arahkan Pengungsi ke Rusia dan Belarusia, Ukraina Tolak Tawaran Koridor Evakuasi dari Rusia
Karena penolakan itu, negosiator Rusia menuduh Ukraina melakukan "kejahatan perang" dengan memblokir koridor evakuasi.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan rencana koridor evakuasi warga Ukraina di beberapa kota yang dibombardir, pada Senin (7/3/2022).
Tetapi, beberapa rute evakuasi diketahui mengarah ke Rusia atau sekutunya Belarusia.
Hal itu kemudian menimbulkan pertanyaan tentang keselamatan para pengungsi Ukraina yang mungkin mengikuti jalur evakuasi tersebut.
Karenanya, Ukraina menolak tawaran Rusia.
Baca juga: Rusia Akan Hentikan Operasi Militer Dalam Sekejab, Tapi Ada Syarat, Ukraina Belum Merespons
"Ini bukan pilihan yang dapat diterima," kata Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk
Sementara itu, Negosiator Rusia pada pembicaraan damai, Vladimir Medinsky, menuduh Ukraina melakukan "kejahatan perang" dengan memblokir koridor evakuasi atau koridor kemanusiaan yang digagas oleh Rusia.
"Para nasionalis (Ukraina) yang telah merebut posisi di kota-kota terus menahan warga sipil di sana," kata Vladimir Medinsky kepada televisi pemerintah Rusia, dikutip dari AFP.
Dia menuduh Kyiv menggunakan warga sipil sebagai "perisai manusia" dan mengatakan bahwa "ini tidak diragukan lagi adalah kejahatan perang."
Tepat setelah 1300 GMT, badan-badan Rusia melaporkan bahwa delegasi Ukraina tiba di perbatasan Polandia-Belarus untuk putaran ketiga pembicaraan.
Medinsky mengatakan bahwa dalam pembicaraan itu, pihak Rusia akan mencoba lagi dengan pihak Ukraina untuk membahas pengoperasian koridor kemanusiaan yang Moskow janjikan.
PBB melihat operasi militer Rusia telah mendorong lebih dari 1,5 juta orang melintasi perbatasan Ukraina.
Baca juga: Satu Juta Orang Lebih Melarikan Diri dari Ukraina ke Polandia Sejak Invasi Rusia
Fenomena ini, menurut PBB, sebagai krisis pengungsi yang tumbuh paling cepat di Eropa sejak Perang Dunia II dan memicu kekhawatiran akan konflik yang lebih luas.
Moldova kerepotan tampung pengungsi
Perdana Menteri Moldova, Natalia Gavrilita mendesak Amerika Serikat untuk memberikan banyak bantuan kemanusiaan saat 120.000 orang pengungsi dari Ukraina masuk dan berlindung ke negara kecil di Eropa tersebut.
Pada awal pertemuan dengan Menteri Luas Negeri AS Antony Blinken, Natalia Gavrilita mengatakan negaranya yang berpenduduk sebanyak 2,6 juta jiwa ini, merupakan salah satu negara termiskin di Eropa dan telah mendapat tekanan karena banyaknya pengungsi dari negara tetangga mereka, yaitu Ukraina datang ke negara tersebut.
“Sampai pagi ini, kami memiliki lebih dari 230.000 orang yang telah melintasi perbatasan dari Ukraina, dan 120.000 tinggal di Moldova. 96.000 di antaranya adalah warga negara Ukraina. Untuk negara kecil seperti Moldova, secara proporsional, ini jumlah yang sangat besar,” katanya Antony Blinken, yang dikutip dari situs guardian.ng.
Gavrilita menambahkan, banyak penduduk Moldova telah menjadi tuan rumah dengan menyediakan tempat berlindungan, menyediakan makanan dan memberikan bantuan kepada warga Ukraina yang mengungsi karena serangan Rusia.
Baca juga: Dosen Unesa Ceritakan Pengalamannya Jadi Relawan untuk Bantu Pengungsi Ukraina di Polandia
Natalia Gavrilita juga mengungkapkan mereka membutuhkan bantuan untuk menangani arus pengungsi yang masuk ke negara ini dengan cepat.
Sedangkan Antony Blinken, yang sedang melakukan perjalanan ke Eropa untuk menopang persatuan melawan Rusia mengatakan Moldova dapat mengandalkan AS untuk mendapat dukungan.
“Kami mengagumi kemurahan hati, keramahan, kesediaan untuk menjadi teman baik bagi orang-orang yang dalam kesusahan. Dan memang kami ingin melakukan segala yang kami bisa untuk membantu Anda mengatasi beban yang dibebankan ini,” ungkap Blinken.
Saat mengunjungi Polandia, Blinken juga mengatakan AS sedang mencari dana sebanyak 2,75 miliar dolar AS untuk memberikan dukungan kemanusiaan terkait perang yang sedang terjadi yang berimbas lebih dari satu juta penduduk Ukraina mengungsi.