Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Negosiasi Gagal, Rusia Bakal Lanjutkan Perang sampai Ukraina Penuhi Tuntutan Putin

Negosiasi dengan Ukraina yang berlangsung pada Kamis kemarin gagal, Rusia akan tetap lanjutkan perang

Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Negosiasi Gagal, Rusia Bakal Lanjutkan Perang sampai Ukraina Penuhi Tuntutan Putin
Kolase Tribunnews Business Insider/AFP Handout dan AFP/SERGEI SUPINSKY
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. 

TRIBUNNEWS.COM - Ukraina dan Rusia kembali gagal membuat kemajuan untuk menghentikan perang.

Pertemuan kedua negara ini diselenggarakan oleh Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, di Kota Mediterania Antalya pada Kamis (10/3/2022) kemarin.

Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba mengatakan, pertemuan bersama Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov itu berlangsung sekitar 90 menit.

Namun, pembicaraan keduanya gagal untuk mencapai kesepakatan damai.

Kuleba menyebut, Rusia akan melanjutkan serangan sampai tujuannya tercapai.

"Narasi luas yang dia sampaikan kepada saya adalah bahwa mereka akan melanjutkan agresi mereka sampai Ukraina memenuhi tuntutan mereka, dan tuntutan ini paling tidak adalah menyerah," kata Kuleba, dikutip Tribunnews dari Bloomberg.

Setelah pertemuan itu, Lavrov menyampaikan Rusia terbuka dengan pembicaraan serius antara kedua presiden.

BERITA TERKAIT

Namun, ia menginginkan pembicaraan tersebut harus menguntungkan.

Lavrov juga menegaskan, Rusia sedang mengupayakan demiliterisasi untuk Ukraina.

Baca juga: Ukraina Tuding Putin Lakukan Terorisme Nuklir, Rusia: Pentagon Danai Senjata Biologis di Ukraina

Baca juga: POPULER Internasional: Rusia Hantam Rumah Sakit Bersalin | Presiden Terpilih Korea Selatan 2022

Lavrov Enggan Bahas Genjatan Senjata

Sebelumnya, Kuleba telah menetapkan tiga tuntutan utama Ukraina sebelum bertemu dengan Lavrov.

Di antaranya gencatan senjata untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di kota-kota yang terkepung dan penarikan pasukan Rusia dari negara itu.

Namun, Rusia tidak berencana untuk membahas gencatan senjata pada pertemuan di Kamis.

Hal itu karena negosiasi utama telah terjadi di Belarus dan tidak terjadi kesepakatan, kata Lavrov.

Lavrov masih bersikeras menyebut Rusia tidak menginvasi Ukraina.

Tetapi, ia menyebut melakukan 'operasi militer khusus' di sana.

"Kami menginginkan Ukraina yang ramah dan demiliterisasi, Ukraina di mana tidak ada risiko pembentukan negara Nazi lain, Ukraina di mana tidak akan ada larangan bahasa Rusia, budaya Rusia," kata Lavrov.

Zelensky Ingin Bertemu Langsung dengan Putin

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, dia bersedia mempertimbangkan beberapa kompromi atas permintaan Rusia.

Seperti permintaan agar Ukraina meninggalkan ambisi untuk bergabung dengan NATO dan mengambil posisi netral.

Zelensky juga menginginkan bertemu langsung dengan Putin.

"Hanya setelah pembicaraan langsung antara kedua presiden kita dapat mengakhiri perang ini," katanya.

Kendati demikian, Ukraina bersikeras atas keamanan negaranya kepada sekutu seperti AS, Inggris dan Jerman.

Mereka juga enggan menyerahkan wilayahnya kepada Rusia, sedikitpun.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. (Kolase Tribunnews Business Insider/AFP Handout dan AFP/SERGEI SUPINSKY)

Hal ini disampaikan Wakil Kepala Staf Zelensky, Ihor Zhovkva, dalam wawancara di Bloomberg TV, Rabu lalu.

"Kami tidak akan menyerahkan "satu inci" dari wilayah Ukraina ke Rusia," kata Ihor Zhovkva dari Kyiv.

"Prasyarat pertama dan terpenting kami untuk melakukan negosiasi semacam itu adalah segera gencatan senjata dan penarikan pasukan Rusia," tambah Zhovkva.

Seperti diketahui, ada empat tuntutan Rusia untuk menghentikan aksi militer.

Di antaranya mengubah konstitusi untuk menyegel status netral (tidak bergabung dengan blok atau aliansi militer tertentu seperti NATO), mengakui Krimea sebagai wilayah Rusia, serta mengakui republik pemberontak di Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka.

Baca juga: Ukraina dalam Bahaya, Rusia Kerahkan SU-35 & Rudal Kh-31P yang Dirancang Menindas Pertahanan Udara

Baca juga: Boikot ke Rusia Berimbas Harga Energi Melambung, Putin Tuding Negara Barat yang Salah Perhitungan

Hingga Jumat (11/3/2022), terhitung sudah dua pekan Rusia dan Ukraina terlibat perang.

Rusia terlihat sedikit kesulitan untuk memenangkan Ukraina.

Terlebih, saat ini pertahanan Ukraina didukung oleh aliran senjata dari Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.

Buntutnya, Presiden Rusia Vladimir Putin berencana mengadopsi taktik serangan yang semakin brutal.

Seperti saat pasukannya menembaki kota-kota di Ukraina demi mematahkan perlawanan.

Di saat yang sama, intensitas respons internasional dalam memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia tampaknya mengejutkan Kremlin.

Terbukti saat ini nilai rubel merosot ke rekor terendah, belasan bisnis asing menarik diri dari Rusia, hingga pasar memperkirakan risiko gagal bayar negara yang semakin besar.

(Tribunnews.com/Maliana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas