Putin Izinkan 16.000 Sukarelawan Timur Tengah Ikut Perang di Ukraina
Presiden Rusia, Vladimir Putin memberi izin kedatangan 16.000 pejuang dari Timur Tengah untuk berperang melawan Ukraina.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Garudea Prabawati
Pada Jumat dini hari, pesawat-pesawat tempur Rusia melakukan apa yang tampaknya merupakan serangan langsung pertama di Dnipro, menewaskan satu orang, kata layanan darurat.
Tiga serangan udara menghantam taman kanak-kanak, gedung apartemen dan pabrik sepatu, kata pernyataan layanan darurat.
Di tempat lain, militer Ukraina memperingatkan musuh berusaha untuk menghilangkan pertahanan pasukan Ukraina di sekitar wilayah di barat dan barat laut ibukota untuk memblokir Kyiv.
"Kami tidak bisa mengesampingkan pergerakan musuh ke timur menuju Brovary," kata mereka dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Putin Pede Mampu Atasi Sanksi Barat dan Meyakini Kedaulatan Rusia Bakal Meningkat
Baca juga: Vladimir Putin Larang Ekspor 200 Produk Rusia hingga 31 Desember 2022, Ini Daftarnya
Walikota Kyiv Vitali Klitschko mengatakan setengah dari penduduk kota telah melarikan diri dan ibu kota "telah diubah menjadi benteng".
"Setiap jalan, setiap bangunan, setiap pos pemeriksaan telah dibentengi."
Pasukan Rusia saat ini mengepung setidaknya empat kota besar Ukraina dan kendaraan lapis baja telah meluncur ke tepi timur laut Kyiv, di mana pinggiran kota termasuk Irpin dan Bucha telah mengalami hari-hari pemboman berat.
Tentara Ukraina di sana menggambarkan pertempuran sengit untuk menguasai jalan raya utama yang menuju ke ibukota, dan wartawan AFP melihat serangan rudal di Velyka Dymerka tepat di luar batas kota Kyiv.
"Ini menakutkan, tapi apa yang bisa kamu lakukan?" kata Vasyl Popov, seorang salesman periklanan berusia 38 tahun.
"Tidak ada tempat untuk benar-benar lari atau bersembunyi. Kami tinggal di sini."
Kementerian pertahanan Inggris mengatakan dalam pembaruan intelijen bahwa "pasukan Rusia meningkatkan jumlah pasukan yang dikerahkan untuk mengepung kota-kota utama".
"Ini akan mengurangi jumlah pasukan yang tersedia untuk melanjutkan kemajuan mereka dan selanjutnya akan memperlambat kemajuan Rusia," sebuah pernyataan yang di-tweet oleh kementerian itu.
(Tribunnews.com/Yurika)