Pengawas Nuklir PBB: Rusia Berencana Kendalikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia
PBB mengaku telah memperoleh informasi dari Ukraina bahwa Rusia berencana mengambil kendali penuh atas PLTN Zaporizhzhia.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WINA - Pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengaku telah memperoleh informasi dari Ukraina bahwa Rusia berencana mengambil kendali penuh atas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia.
Perlu diketahui, PLTN Zaporizhzhia merupakan yang terbesar di kawasan Eropa.
Dituding seperti itu, Rusia pun secara tegas membantah tuduhan tersebut.
"Presiden operator Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Ukraina Energoatom, Petro Kotin mengatakan dalam sebuah surat kepada Direktur Jenderal bahwa sekitar 400 tentara Rusia hadir penuh waktu di lokasi (di Zaporizhzhia)," kata IAEA, dalam sebuah pernyataan.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Minggu (13/3/2022), lembaga tersebut mengatakan regulator Ukraina juga telah memberikan informasi bahwa upaya untuk memperbaiki saluran listrik yang rusak di pembangkit nuklir Chernobyl terus berlanjut dan generator diesel menyediakan daya cadangan untuk sistem yang relevan untuk keselamatan.
Baca juga: 7 Warga Sipil Ukraina Tewas Ditembak Pasukan Rusia saat Melarikan Diri dari Pertempuran
Sebelumnya pada 24 Februari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan dimulainya operasi militer khusus di Ukraina sebagai tanggapan atas permintaan bantuan yang diajukan oleh Kepala Republik Donbass.
Kendati demikian, ia menekankan bahwa negaranya tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.
Baca juga: 12.729 Warga Ukraina Berhasil Dievakuasi, Zelensky Meminta Bantuan Lebih Banyak dari Sekutu
Ia mengklaim operasi ini dilakukan hanya untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.
Hal yang sama pun disampaikan Kementerian Pertahanan Rusia bahwa pasukan Rusia tidak menargetkan kota-kota di Ukraina, namun hanya melumpuhkan infrastruktur militer Ukraina saja.
Karena itu, Rusia menegaskan tidak ada ancaman yang ditargetkan bagi penduduk sipil.