Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rusia Minta Bantuan China Terkait Invasi ke Ukraina, AS akan Bujuk Beijing agar Tak Memasok Senjata

Rusia telah meminta bantuan China untuk dukungan militer, termasuk drone, serta bantuan ekonomi untuk invasi ke Ukraina.

Penulis: Nuryanti
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Rusia Minta Bantuan China Terkait Invasi ke Ukraina, AS akan Bujuk Beijing agar Tak Memasok Senjata
id.china-embassy.org
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping. Rusia telah meminta bantuan China untuk dukungan militer, termasuk drone, serta bantuan ekonomi untuk invasi ke Ukraina. 

TRIBUNNEWS.COM - Rusia telah meminta bantuan China untuk dukungan militer, termasuk drone, serta bantuan ekonomi untuk invasi ke Ukraina.

Hal ini disampaikan oleh dua pejabat Amerika Serikat (AS) kepada CNN.

Potensi bantuan dari China akan menjadi perkembangan yang signifikan dalam invasi Rusia.

Itu bisa membalikkan kekuatan Ukraina yang masih ada, serta memberikan penyeimbang terhadap sanksi keras yang dikenakan pada ekonomi Rusia.

Namun, Liu Pengyu selaku juru bicara kedutaan besar China di AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan, dirinya belum mendengar kabar itu.

"Prioritas tinggi sekarang adalah untuk mencegah situasi tegang meningkat atau bahkan keluar dari kendali."

"China menyerukan untuk menahan diri sepenuhnya dan mencegah krisis kemanusiaan besar-besaran," katanya, Senin (14/3/2022), dilansir CNN.

Baca juga: Analis Sebut Pasar Modal Indonesia Dapat Berkah dari Perang Rusia-Ukraina

Baca juga: Rusia Mulai Bidik Pasar India untuk Perluas Penjualan Minyak dan Gas

Berita Rekomendasi

AS akan Membujuk China agar Tak Memasok Senjata ke Rusia

Amerika Serikat akan mencoba membujuk China untuk tidak memasok senjata ke Rusia pada pertemuan tingkat tinggi di Roma yang Gedung Putih anggap sangat penting, tidak hanya untuk perang di Ukraina tetapi juga untuk masa depan keseimbangan kekuatan global.

Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, akan bertemu dengan mitranya dari China, Yang Jiechi, di Ibu Kota Italia, di tengah laporan bahwa Rusia telah meminta senjata dari China untuk meningkatkan invasinya yang goyah ke Ukraina.

Sullivan akan menunjukkan bahwa AS memberi tahu Beijing tentang niat Vladimir Putin beberapa bulan sebelum invasi.

Ia juga akan menyampaikan, jika China memasok senjata ke Moskow, itu akan menjadi kesalahan bersejarah lebih lanjut, dan titik balik dalam politik global.

Baca juga: Pertempuran Sengit di Irpin, Pasukan Ukraina Menembak ke Segala Arah untuk Menghalau Rusia

Baca juga: Jika Zona Larangan Terbang Tidak Diperkenalkan di Ukraina Rudal Rusia akan Hantam Negara-negara NATO

Seorang tentara di daerah puing-puing bekas gedung yang dihancurkan oleh Rusia.
Seorang tentara di daerah puing-puing bekas gedung yang dihancurkan oleh Rusia. (AFP)

Sullivan dan Yang akan menindaklanjuti kesepakatan yang dibuat Joe Biden dan Xi Jinping dalam pertemuan puncak virtual pada November lalu.

“Kami juga mengamati dengan cermat untuk melihat sejauh mana China benar-benar memberikan segala bentuk dukungan (dukungan materi atau dukungan ekonomi) kepada Rusia,” kata Sullivan, Senin, dikutip dari The Guardian.

“Ini menjadi perhatian kita. Dan kami telah berkomunikasi dengan Beijing bahwa kami tidak akan berdiam diri dan mengizinkan negara mana pun untuk memberi kompensasi kepada Rusia atas kerugiannya akibat sanksi ekonomi," jelasnya.

Baca juga: Rusia serbu Ukraina: AS ungkap Moskow minta bantuan senjata dan ekonomi China, jurnalis Amerika ditembak mati di luar Kyiv

Baca juga: Rusia-Ukriana Terus Gelar Dialog, Kedua Delegasi Optimis Segera Capai Kesepakatan

Rusia Mengandalkan Bantuan China

Diberitakan Al Jazeera, Rusia mengatakan, pihaknya mengandalkan bantuan China untuk menahan sanksi ekonomi yang ditempatkan oleh negara-negara Barat atas perang di Ukraina.

Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov mengatakan, sanksi telah membuat Moskow kehilangan akses ke $300bn dari $640bn dalam emas dan cadangan devisa.

Ia menambahkan, ada tekanan pada Beijing untuk menutup lebih banyak.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping saat bertemu pada 3 September 2017 silam.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping saat bertemu pada 3 September 2017 silam. (mfa.gov.cn)

“Kami memiliki sebagian dari cadangan emas dan valuta asing kami dalam mata uang China, dalam yuan."

"Dan kami melihat tekanan apa yang diberikan oleh negara-negara Barat pada China untuk membatasi perdagangan timbal balik dengan China."

"Tentu saja, ada tekanan untuk membatasi akses ke cadangan itu," katanya, Minggu (13/3/2022).

“Tetapi saya pikir kemitraan kami dengan China akan tetap memungkinkan kami untuk mempertahankan kerja sama yang telah kami capai, dan tidak hanya mempertahankan, tetapi juga meningkatkannya di lingkungan di mana pasar Barat ditutup," terangnya.

Baca juga: Menhan Prabowo Sikapi Konflik Rusia dan Ukraina: Indonesia Desak Keduanya Segera Berdialog Damai

Baca juga: Krisis Energi di Ukraina Akibat Invasi Rusia, Inggris akan Beri Bantuan 500 Generator Portabel

Hubungan China dan Rusia

Diketahui, China menjadi satu di antara negara yang menghindari mengkritik Rusia atas invasi mereka ke Ukraina.

Xi Jinping dari China menjamu Presiden Rusia Vladimir Putin untuk pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Beijing, hanya beberapa minggu sebelum Rusia meluncurkan invasi pada 24 Februari 2022.

Selama kunjungan Putin ke China bulan lalu, kedua pemimpin itu mengeluarkan pernyataan jika "tidak ada batas" dalam persahabatan antara kedua negara.

China adalah pasar ekspor utama Rusia setelah Uni Eropa.

Menurut Badan Bea Cukai China, ekspor Rusia ke China bernilai $79,3 miliar pada 2021, dengan minyak dan gas menyumbang 56 persen.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Berita lain terkait Konflik Rusia vs Ukraina

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas