Ini Empat Syarat Mutlak Rusia Bisa Akhiri Serangan Militer ke Ukraina
Rusia mengajukan empat syarat yang harus dipenuhi Ukraina dan serangan militer ke Ukraina akan diakhiri.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky Oleksiy Arestovych memperkirakan perdamaian dengan Rusia dapat dicapai paling cepat satu hingga dua minggu, atau paling lambat Mei.
Dikutip dari Russia Today, Selasa (15/3/2022), Arestovych mengatakan hal tersebut lewat konten wawancara di saluran YouTube aktivis politik Mark Feygin, Senin (14/3/2022).
“Saya percaya, kemungkinan besar, kita akan memiliki kesepakatan damai pada Mei, awal Mei, atau bahkan lebih awal. Kami akan melihat bagaimana kelanjutannya,” kata Arestovich.
Delegasi Rusia dan Ukraina melanjutkan putaran keempat perundingan damai Selasa ini setelah jeda teknis singkat.
Baca juga: 5 Tuntutan Presiden Ukraina Zelensky ke Para Pemimpin Eropa, Sindir Sanksi Barat Tak Cukup
Baca juga: Rusia Sebut Rudal Tochka-U Ukraina Hantam Donetsk, 23 Warga Sipil Tewas
Baca juga: Rusia-Ukraina Sepakat Sembilan Koridor Untuk Evakuasi Warga Sipil Dari 4 Kota
Pembicaraan akan diadakan dalam format video telekonferensi, setelah tiga putaran negosiasi secara langsung di wilayah Belarus.
Menurut seorang anggota tim Ukraina, putaran keempat difokuskan pada "perdamaian, gencatan senjata, penarikan segera pasukan dan jaminan keamanan".
Rusia sebelumnya mengatakan pasukan Rusia akan segera menghentikan operasi militer jika empat syarat mereka dipenuhi.
Pertama, jika pasukan Ukraina berhenti melawan. Kedua, jika Kiev menerima status (negara) netral dan non-nuklir.
Ketiga, jika Krimea diakui sebagai wilayah Rusia. Keempat, jika dua republik Donbass, Donetsk dan Lugansk, diakui sebagai negara merdeka.
Rusia memulai operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari 2022 setelah Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (DPR dan LPR) meminta bantuan untuk membela diri melawan pasukan Ukraina.
Rusia mengatakan tujuan dari operasi khususnya adalah untuk demiliterisasi dan "de-Nazify" Ukraina dan hanya infrastruktur militer yang menjadi sasaran.
Moskow telah berulang kali menekankan mereka tidak memiliki rencana untuk menduduki Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan tujuannya adalah untuk melindungi rakyat Donbass, yang telah mengalami pelecehan, genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun.
Milisi Donbass juga melanjutkan serangan balasannya terhadap pasukan Kiev.
Menanggapi operasi khusus Rusia, negara-negara barat telah meluncurkan kampanye sanksi komprehensif terhadap Moskow.
Pekan lalu, Presiden Ukraina mengatakan dia telah menurunkan tensi gagasan keanggotaan Kiev di blok barat.
Ia mengatakan tidak ingin menjadi pemimpin negara yang memohon sembari berlutut. Januari 2022, NATO menunjukkan keanggotaan Ukraina dan Georgia di blok itu hanya masalah waktu.
Kiev telah mendengar secara keras dan jelas mereka tidak bisa bergabung ke NATO, dan ini adalah kenyataan yang harus dihadapi Ukraina.
"Jelas Ukraina bukan anggota NATO. Kami memahami ini. Kami adalah orang-orang yang berakal,” kata Zelensky.
“Selama bertahun-tahun kami diberitahu tentang 'pintu terbuka', tetapi sekarang juga mendengar kami tidak dapat masuk,” katanya di hadapan para utusan koalisi NATO yang dipimpin Inggris.
Presiden Ukraina menambahkan Ukraina tidak menyerukan agar Pasal Lima Perjanjian NATO tentang pertahanan bersama diaktifkan.
NATO membuka pintu bagi "aspirasi keanggotaan Euro-Atlantik" Ukraina dan Georgia pada 2008 di pertemuan puncak aliansi di Bukares, Bulgaria.
Moskow telah menghabiskan bertahun-tahun mengungkapkan keprihatinan tentang implikasi keanggotaan NATO Ukraina bagi keamanan Rusia dan wilayah regional.
Rusia menyebut tawaran NATO ke Ukraina sebagai 'garis merah' yang tidak akan diizinkan untuk dilintasi setelah beberapa gelombang ekspansi ke arah timur oleh blok tersebut.
NATO mulai bergerak ke timur Eropa setelah berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet dan bubarnya Pakta Warsawa.
Pada 1990 dan 1991, pejabat AS dan NATO berulang kali berjanji kepada Moskow aliansi tersebut tidak akan berkembang "satu inci ke timur" di luar perbatasan Jerman yang bersatu kembali.
Presiden AS Bill Clinton melanggar komitmen ini pada 1994. Ia mengatakan perluasan NATO akan menjadi pertanyaan kapan, bukan jika.
Dalam beberapa dekade sejak itu, setiap mantan anggota Pakta Warsawa, ditambah tiga republik bekas Soviet dan empat republik bekas Yugoslavia dimasukkan ke dalam aliansi barat.(Tribunnews.com/RT/Sputniknews/Aljazeera/xna)