Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ibu 12 Anak Tewas Saat Ikut Angkat Senjata Perang Melawan Tentara Rusia

Semidyanova yang berperan sebagai petugas medis tertembak di perut saat melakukan pertempuran di sebelah utara Donetsk.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ibu 12 Anak Tewas Saat Ikut Angkat Senjata Perang Melawan Tentara Rusia
The Sun
Olga Semidyanova, tentara wanita Ukraina. 

TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Kepahlawanan ditunjukkan ibu 12 anak di Ukraina, yang gugur saat bertempur melawan pasukan Rusia.

Olga Semidyanova, yang merupakan bagian dari pasukan pertahanan Ukraina terluka parah saat bertempur dengan pasukan Rusia.

Selain itu, hampir seluruh rekan satu unitnya terbunuh.

Semidyanova yang juga kerap berperan sebagai petugas medis ini tertembak di perut saat melakukan pertempuran di sebelah utara Donetsk.

Tubuhnya pun tak bisa ditemukan karena pertempuran terus belanjut di daerah itu.

Keluarga perempuan berusia 48 tahun itu pun harus menunggu dengan penuh rasa sakit sebelum dapat menguburkannya.

Baca juga: 53 Warga Sipil Ukraina Tewas Ditembak Tentara Rusia di Chernihiv pada Kamis Kemarin

Pemerintah Ukraina pun memberikan penghormatan kepada Semidyanova atas pengorbanannya, Jumat (16/3/2022).

Berita Rekomendasi

“Ia menyelamatkan tentara hingga terakhir. Kami mendapatkan foto dari tempatnya gugur. Tetapi karena pertempuran yang keras kami masih belum bisa menguburkannya,” ujar putri Semidyanova, Julia, dikutip dari The Sun.

Penghormatan pun diberikan oleh Penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina, Anton Gerashchenko.

“Ia terbunuh saat konfrontasi dengan para penjahat Rusia,” katanya.

“Meski saat ini ia percaya resimennya tak akan selamat, ia memperlihatkan keinginannya melindungi negara hingga akhir. Ia pahlawan nasional. Ia pahlawan bagi saya,” tambah Gerashchenko.

Semidyanova tinggal di Kota Marhanets yang berjarak 241 km dari tempatnya gugur.

Sebelum ikut turun berperang, Semidyanova mendapat penghargaan sebagai Ibu Pahlawan, yang diberikan kepada ibu yang memiliki lebih dari lima anak.

Semidyanova memiliki enam anak kandung dan memiliki 6 anak adopsi yang diambilnya dari panti asuhan setempat.

Penyerangan Rusia ke Ukraina memang terlihat belum akan usai.

Meski begitu, perlawanan keras terus diberikan warga dan pasukan Ukraina, yang membuat Rusia kesulitan, khususnya untuk menguasai Ibu Kota Kiev.

PBB Minta Hentikan Perang

Sementara itu, Pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa atau juga disebut Mahkamah Internasional pada Rabu (16/3/2022) memerintahkan Rusia untuk menghentikan invasi ke Ukraina.

Pihak pengadilan tinggi menyatakan keprihatinannya atas serangan Rusia.

Kyiv memuji putusan itu dan menganggap sebagai "kemenangan besar" dengan mengatakan akan terus mengejar kasus itu sampai orang Ukraina dapat kembali ke kehidupan normal, seperti dikutip dari CNA.

Keputusan Mahkamah Internasional datang ketika pasukan Moskow masih tetap berada di sekitar kota-kota besar termasuk ibu kota Ukraina.

PBB mengatakan lebih dari tiga juta orang telah melarikan diri dari pertempuran itu.

Sebelumnya, Kyiv telah menyeret Moskow ke ICJ yang bermarkas di Den Haag beberapa hari setelah invasi Rusia pada 24 Februari.

Ia meminta badan hukum untuk campur tangan, dengan mengatakan Moskow secara keliru menuduh genosida di wilayah Donetsk dan Luhansk Ukraina untuk membenarkan serangannya.

Ukraina menginginkan tindakan segera untuk menghentikan pertempuran yang menurut badan hak asasi manusia PBB telah merenggut sedikitnya 1.834 korban sipil.

"Federasi Rusia akan segera menangguhkan operasi militer yang dimulai pada 24 Februari di wilayah Ukraina," sambil menunggu keputusan akhir dalam kasus tersebut, kata hakim ketua Joan Donoghue pada sidang yang diadakan di markas besar pengadilan di gedung Istana Perdamaian.

"Pengadilan sangat prihatin tentang penggunaan kekuatan oleh Federasi Rusia yang menimbulkan masalah yang sangat serius dalam hukum internasional," kata Donoghue.

Setelah itu perwakilan Ukraina memuji keputusan tersebut.

"Ini adalah kemenangan penuh keadilan dan kemenangan penuh bagi Ukraina," kata Anton Korynevych kepada wartawan.

"Kami akan tetap di sini sampai orang-orang dapat kembali ke kehidupan normal mereka," tambah perwakilan lainnya, Oksana Zolotaryova.

Tidak ada perwakilan Rusia yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Di luar tempat itu, puluhan pengunjuk rasa berkumpul, banyak yang membawa plakat bertuliskan, "Hentikan Putin" dan "Lindungi Langit kita" , mengacu pada permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy agar NATO memberlakukan larangan -zona terbang di atas Ukraina.

Rusia Tolak Sidang

Rusia menolak sidang pada 7 dan 8 Maret, dengan alasan dalam pengajuan tertulis bahwa ICJ "tidak memiliki yurisdiksi" karena permintaan Kyiv berada di luar ruang lingkup Konvensi Genosida 1948 yang menjadi dasar kasusnya.

Moskow juga membenarkan penggunaan kekuatannya di Ukraina, dengan mengatakan "itu tindakan untuk membela diri."

Tetapi ICJ memutuskan memiliki yurisdiksi dalam kasus tersebut, dengan Donoghue menunjukkan bahwa ICJ saat ini "tidak memiliki bukti yang mendukung tuduhan Federasi Rusia bahwa genosida telah dilakukan di wilayah Ukraina."

Hakim menambahkan bahwa meskipun negara-negara memiliki hak untuk membela terhadap dugaan genosida, itu perlu "terjadi dalam semangat dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa."

Donoghue mengatakan diragukan bahwa Konvensi Genosida mengizinkan "penggunaan kekuatan sepihak negara di wilayah negara lain untuk tujuan mencegah atau menghukum dugaan genosida".

ICJ dibentuk setelah Perang Dunia II untuk mengatur perselisihan antara negara-negara anggota PBB, terutama berdasarkan perjanjian dan konvensi.

Meskipun putusannya mengikat, ia tidak memiliki sarana nyata untuk menegakkannya.

Sidang penuh atas isi kasus ini masih bisa memakan waktu bertahun-tahun, kata para ahli.

Hakim juga memerintahkan Rusia untuk memastikan bahwa militer atau unit bersenjata tidak teratur "tidak mengambil langkah lebih lanjut" dalam melanjutkan serangannya.

Tetapi "apakah Rusia akan menuruti adalah pertanyaan yang sama sekali berbeda", kata Marieke De Hoon, asisten profesor hukum pidana dan publik internasional di Universitas Amsterdam.

Kasus ini juga terpisah dari penyelidikan kejahatan perang Ukraina yang diluncurkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), sebuah pengadilan terpisah yang juga berbasis di Den Haag.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas