Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terganjal Proses Hukum, Burger King Akui Sulit Tutup 800 Restoran, Mitra Rusia Tetap Jalankan Bisnis

Burger King mencoba menutup operasinya di Rusia, tetapi perusahaan mengakui langkah itu terbukti sulit.

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Ayu Miftakhul Husna
zoom-in Terganjal Proses Hukum, Burger King Akui Sulit Tutup 800 Restoran, Mitra Rusia Tetap Jalankan Bisnis
BBC/IST
Menu Whopper dari Burger King. Burger King mencoba menutup operasinya di Rusia, tetapi perusahaan mengakui langkah itu terbukti sulit. Mitra bisnis yang bertanggung jawab atas 800 restoran menolak menutupnya. 

TRIBUNNEWS.COM - Burger King mencoba menutup operasinya di Rusia, tetapi perusahaan mengakui langkah itu terbukti sulit.

Mitra bisnis yang bertanggung jawab atas 800 restoran menolak menutupnya.

Waralaba Burger King berada di bawah Restaurant Brands International (RBI), memiliki kemitraan patungan dengan pengusahan Alexander Kolobov di Rusia.

RBI hanya mengendalikan 15 persen dari bisnis Burger King Rusia.

Sedangkan Kolobov bertanggung jawab atas "operasi dan pengawasan sehari-hari di lokasi Burger King Rusia".

Baca juga: Sejumlah Upaya Negara Barat Bantu Ukraina Hadapi Rusia, Kirim Senjata hingga Jatuhkan Sanksi

Baca juga: Pangkalan Militer Ukraina Diserang Rusia, Tentara yang Selamat Sebut dari 200 Orang 90% Tak Selamat

Menu Whopper dari Burger King.
Menu Whopper dari Burger King. Burger King mencoba menutup operasinya di Rusia, tetapi perusahaan mengakui langkah itu terbukti sulit. Mitra bisnis yang bertanggung jawab atas 800 restoran menolak menutupnya. (BBC/IST)

Artinya, Burger King tidak bisa hanya 'menjentikkan jari' dan menutup toko.

"Kami memulai proses untuk melepaskan kepemilikan saham kami dalam bisnis ini," kata Presiden Operasi Internasional RBI, David Shear dalam sebuah surat terbuka.

Berita Rekomendasi

"Meskipun kami ingin melakukan ini segera, jelas bahwa itu akan memakan waktu untuk melakukannya berdasarkan ketentuan perjanjian usaha patungan kami yang ada."

Shear mengatakan RBI telah "menuntut" agar usaha patungan itu segera menutup Burger Kings, tetapi Kolobov "menolaknya."

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-24, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi

Baca juga: Menlu Rusia Puji Liputan Fox News tentang Perang di Ukraina: Sajikan Sudut Pandang Alternatif

Proses hukum rumit

Burger King memasuki Rusia sekitar satu dekade lalu, mengoperasikan usaha patungan dengan Kolobov, Investment Capital Ukraina dan VTB Capital, sebuah bank Rusia yang terkena sanksi.

Shear menjelaskan bahwa "proses hukum yang rumit" mencegahnya menutup kemitraan dan bisnis.

"Tidak ada klausul hukum yang memungkinkan kami untuk mengubah kontrak secara sepihak atau mengizinkan salah satu mitra untuk pergi begitu saja atau membatalkan seluruh perjanjian," kata Shear.

"Tidak ada investor serius di industri mana pun di dunia yang akan menyetujui hubungan bisnis jangka panjang dengan klausul penghentian yang tipis."

Pekan lalu, Burger King menarik dukungan perusahaan dari bisnisnya di Rusia, termasuk menangguhkan operasi, pemasaran, dan bantuan rantai pasokan.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Tak Terlalu Berdampak, BI Sebut Pertumbuhan Ekonomi Domestik Masih Kuat

Deretan perusahaan makanan dan minuman Barat setop operasionalnya di Rusia

Deretan perusahaan makanan dan minuman asal Barat yang ikonik ini menyetop operasionalnya di Rusia.

Starbucks, Coca-Cola, dan Pepsi bergabung dengan McDonald's menghentikan operasional mereka sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina.

Dilansir The Guardian, Selasa (8/3/2022) malam, PepsiCo, pembuat minuman ringan dan makanan ringan, mengatakan pihaknya menangguhkan semua iklan di Rusia.

Pepsi juga menghentikan penjualan merek minumannya, setelah pengumuman serupa oleh saingannya Coca-Cola.

Baca juga: Vladimir Putin: Tujuan Utama Operasi Rusia di Ukraina Adalah Membebaskan Donbass Dari Genosida

Logo Starbucks
Logo Starbucks (Mirror)

Raksasa makanan cepat saji McDonald's mengatakan mereka menangguhkan sementara operasi 850 restoran di Rusia.

Perusahaan yang berbasis di Chicago ini, memiliki 84 persen tokonya di Rusia, akan berimbas besar pada finansial karena penutupan tersebut.

Baru-baru ini, McDonald's mengatakan restorannya di Rusia dan Ukraina menyumbang 9 persen dari pendapatan tahunannya, atau sekitar $2 miliar.

Sementara, perusahaan menyebut akan terus membayar 62.000 karyawan yang berada di Rusia. 

Baca juga: Ukraina Tembakkan Rudal Toskha ke Donbass, Presiden Putin Sindir Kanselir Jerman Olaf Scholz

Diketahui, McDonald's membuka cabang Rusia pertamanya di Pushkin Square di Moskow pada 31 Januari 1990.

Waktu itu sekitar 38.000 orang Soviet mengantre berjam-jam untuk mencicipi Big Mac, simbol kapitalisme Amerika.

Dalam sebuah pesan kepada staf dan pemegang waralaba, Chris Kempczinski, kepala eksekutif McDonald's, mengatakan situasinya "sangat menantang untuk merek global seperti milik kami".

Sebab, merek tersebut bekerja dengan ratusan pemasok lokal dan mitra yang memproduksi makanannya.

“Kami memahami dampaknya terhadap rekan dan mitra kami di Rusia,” katanya.

“Konflik di Ukraina dan krisis kemanusiaan di Eropa telah menyebabkan penderitaan yang tak terkatakan bagi orang-orang yang tidak bersalah," terangnya.

"Sebagai sebuah sistem, kami bergabung dengan dunia dalam mengutuk agresi dan kekerasan dan berdoa untuk perdamaian,” tambah Kempckinski.

Baca juga: Analisis Pakar Politik, Cina Bakal Reguk Keuntungan Besar dari Konflik Rusia-Ukraina

Orang-orang menikmati Coca-Cola
Orang-orang menikmati Coca-Cola (Coca-colacompany.com)

Starbucks juga menangguhkan semua aktivitas bisnis di Rusia, termasuk pengiriman produk dan kafe yang dijalankan oleh pemegang lisensi.

Perusahaan mengatakan Alshaya Group yang berbasis di Kuwait, yang mengoperasikan setidaknya 100 kafe Starbucks, masih akan mendukung hampir 2.000 stafnya di Rusia "yang bergantung pada Starbucks untuk mata pencaharian mereka".

Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin Sebut Perang Rusia-Ukraina Bisa Pengaruhi APBN

Penutupan McDonald's terjadi setelah sejumlah merek konsumen lainnya termasuk Netflix, Levi's, Burberry, Ikea dan Unilever, pemilik Marmite dan Ben & Jerry's, mengumumkan mereka telah menghentikan bisnis di negara tersebut.

Perusahaan jasa profesional terkemuka termasuk KPMG, PwC, EY dan Deloitte juga telah memutuskan bisnis di Rusia dan Belarusia.

Perusahaan di seluruh dunia telah berebut untuk menilai hubungan mereka dengan Rusia setelah AS, UE, dan Inggris berusaha mengisolasinya secara ekonomi dengan sanksi. 

The Guardian melaporkan sebelumnya, sanksi juga membuat perusahaan AS, UE, atau Inggris menjadi ilegal untuk melayani beberapa bisnis terbesar Rusia, termasuk bank seperti Sberbank, Gazprombank, dan VTB. 

Berita lain terkait dengan Konflik Rusia Vs Ukraina

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas