Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bocoran Penampakan Pulau Buatan Milik China yang Diduga Jadi Markas Militer di Laut China Selatan

perhatian utama China akhir-akhir ini sepertinya adalah bagaimana mendominasi di Laut China Selatan.

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Bocoran Penampakan Pulau Buatan Milik China yang Diduga Jadi Markas Militer di Laut China Selatan
Sumber: AP Photo/Aaron Favila
Landasan terbang buatan China terlihat di samping struktur dan bangunan di pulau buatan di Mischief Reef di gugusan pulau Spratlys di Laut China Selatan terlihat pada Minggu, 20 Maret 2022. 

TRIBUNNEWS.COM, LAUT CHINA SELATAN - Bukan krisis di Ukraina, perhatian utama China akhir-akhir ini sepertinya adalah bagaimana mendominasi di Laut China Selatan.

Dikutip dari artikel di KompasTV, Amerika Serikat mengatakan China sudah mempersenjatai penuh setidaknya tiga pulau di Laut China Selatan yang saat ini disengketakan, dengan sistem rudal antikapal, rudal antipesawat, peralatan laser tempur dan pengacau radar, serta jet-jet tempur canggih.

Komandan Indo-Pasifik Amerika Serikat Laksamana John C Aquilino mengatakan tindakan China masuk kategori agresif dan mengatakan tindakan permusuhan itu sangat kontras dengan jaminan masa lalu Presiden China Xi Jinping bahwa pulau buatan di perairan yang diperebutkan tidak akan diubah menjadi pangkalan militer.

“Saya pikir selama 20 tahun terakhir kita telah menyaksikan penumpukan militer terbesar sejak Perang Dunia II oleh China,” kata Aquilino kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara, Minggu (20/3/2022).

Laksamana Aquilino menggarisbawahi, “Mereka (China) meningkatkan seluruh kemampuan (di sana), dan penumpukan persenjataan itu membuat kawasan itu menjadi tidak stabil.”

Belum ada komentar langsung dari pejabat China. Beijing berkeras postur militernya murni defensif, diatur untuk melindungi apa yang dikatakannya sebagai hak kedaulatannya.

Tetapi setelah bertahun-tahun lonjakan anggaran pertahanan, China punya anggaran pertahanan terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dan dengan cepat memodernisasi kekuatan militernya dengan sistem senjata terbaru termasuk pesawat tempur siluman J-20, rudal hipersonik, dan dua kapal induk, dengan kapal induk ketiga sedang dalam penyelesaian.

Berita Rekomendasi

Aquilino berbicara dengan Associated Press di atas pesawat pengintai Angkatan Laut AS yang terbang di dekat pos terdepan yang dikuasai China di Kepulauan Spratly di Laut China Selatan, salah satu wilayah yang paling diperebutkan di dunia.

Baca juga: China Menentang Sanksi Sepihak Barat Terkait Invasi Rusia ke Ukraina

Selama patroli, pesawat P-8A Poseidon berulang kali diperingatkan oleh operator China yang mengeklaim pesawat itu secara ilegal memasuki wilayah yang mereka katakan adalah wilayah China dan memerintahkan pesawat untuk menjauh.

“China memiliki kedaulatan atas pulau-pulau Spratly, serta wilayah maritim di sekitarnya. Segera menjauh untuk menghindari salah penilaian,” kata salah satu pesan radio dengan ancaman terselubung.

Namun pesawat Angkatan Laut Amerika Serikat itu mengabaikan berbagai peringatan dan terus melakukan pengintaian yang berlangsung cukup singkat namun menegangkan, disaksikan dua jurnalis AP yang diundang ke pesawat.

“Kami adalah pesawat angkatan laut Amerika Serikat yang punya imunitas dan berdaulat, sedang melakukan kegiatan militer yang sah di luar wilayah udara nasional negara pantai mana pun,” pilot P-8A Poseidon AS membalas melalui radio kepada China.

“Melaksanakan hak-hak ini dijamin oleh hukum internasional dan saya beroperasi dengan memperhatikan hak dan kewajiban semua negara,” kata pilot P-8A Poseidon.

Komandan Angkatan Laut Joel Martinez, yang memimpin kru P-8A Poseidon mengatakan pernah terjadi insiden ketika sebuah jet termpur China terbang dekat dengan pesawat militer AS, melakukan manuver berbahaya di wilayah yang disengketakan.

Awak pesawat AS, kata Joel Martinez, dengan tenang mengingatkan China untuk mematuhi peraturan keselamatan penerbangan, katanya.

Saat pesawat intai P-8A Poseidon terbang serendah 15.000 kaki atau 4.500 meter di dekat terumbu yang diduduki China, terlihat di layar monitor kawasan yang terkesan seperti kota kecil di pulau tersebut, dengan gedung bertingkat, gudang, hanggar, pelabuhan laut, landasan pacu, dan struktur bulat putih yang kata Laksamana Aquilino adalah radar.

Di dekat Fiery Cross, lebih dari 40 kapal yang belum ditentukan jenisnya terlihat membuang sauh.

Aquilino mengatakan pembangunan sistem rudal, hanggar pesawat, sistem radar, dan fasilitas militer lainnya di Mischief Reef, Subi Reef, dan Fiery Cross tampaknya sudah selesai, tetapi masih harus dilihat apakah China akan melanjutkan pembangunan infrastruktur militer di tempat lain kawasan tersebut.

“Fungsi pulau-pulau itu adalah untuk memperluas kemampuan ofensif China di luar pantai kontinental mereka,” kata Laksamana Aquilino, seraya menambahkan, “Mereka bisa menerbangkan pesawat tempur, pesawat pengebom ditambah semua kemampuan ofensif sistem rudal.”

Baca juga: Kata China soal Invasi Rusia ke Ukraina: Waktu akan Membuktikan Kami Berada di Pihak yang Benar

Aquilino mengatakan setiap pesawat militer dan sipil yang terbang di atas perairan yang disengketakan dapat dengan mudah masuk ke dalam jangkauan sistem dan jarak tembak rudal China yang ditempatkan di pulau-pulau tersebut.

“Jadi itu ancaman yang ada, makanya sangat memprihatinkan ini militerisasi pulau-pulau tersebut,” katanya.

“Mereka mengancam semua negara yang beroperasi di sekitarnya, termasuk wilayah laut dan wilayah udara internasional.”

China berusaha untuk menopang klaim teritorialnya yang luas atas hampir seluruh Laut China Selatan dengan membangun pangkalan pulau di atol karang hampir satu dekade lalu.

Amerika Serikat menanggapi dengan mengirimkan kapal perangnya melalui wilayah yang disebutnya misi kebebasan operasional.

Amerika Serikat tidak mengeklaim dirinya sendiri tetapi telah mengerahkan kapal dan pesawat Angkatan Laut selama beberapa dekade untuk berpatroli dan mempromosikan navigasi bebas di jalur air dan wilayah udara internasional.

China secara rutin menolak tindakan apa pun oleh militer AS di wilayah tersebut. 

Sementara pihak lain, Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei, mengeklaim seluruh atau sebagian Laut China Selatan, alur lalu lintas perdagangan bernilai USD5 triliun setiap tahun.

Terlepas dari agresi China, konflik teritorial yang lama sengit seharusnya diselesaikan secara damai, kata Aquilino, mengutip sukses pemerintah Filipina membawa perselisihannya dengan China ke arbitrase internasional tahun 2013 sebagai contoh yang baik.

Pengadilan arbitrase PBB yang menangani kasus tersebut membatalkan klaim historis China di Laut China Selatan berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Beijing menolak keputusan itu sebagai tipu-tipu dan terus menentangnya.

Tujuan utama Washington di wilayah yang disengketakan adalah “untuk mencegah perang” melalui pencegahan dan mempromosikan perdamaian dan stabilitas, termasuk dengan melibatkan sekutu dan mitra Amerika dalam proyek-proyek untuk tujuan tersebut, kata Aquilino.

Baca juga: Ukraina: Ayo China, Anda Harus Membuat Keputusan Tepat, Ikut Mengutuk Serangan Rusia

“Jika pencegahan (deterrence) gagal, misi kedua saya adalah bersiap untuk bertarung dan menang,” kata Aquilino, yang memimpin komando tempur terbesar Amerika Serikat, berkekuatan 380.000 personel militer dan sipil yang mencakup 36 negara dan wilayah.

Artikel ini sudah pernah tayang di KompasTV dengan judul China Terpantau Persenjatai Penuh 3 Pulau di Laut China Selatan, Kata Intelijen Udara Amerika

Sumber: Kompas TV
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas