Taliban Wajibkan PNS Afghanistan Berjenggot dan Berserban, Perempuan Dilarang Bersekolah
Taliban dilaporkan mewajibkan pegawai pemerintahan Afghanistan memelihara jenggot dan mengenakan serban.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Taliban dilaporkan mewajibkan pegawai pemerintahan Afghanistan memelihara jenggot dan mengenakan serban.
Para pegawai juga diinstruksikan untuk mengenakan pakaian tradisional berupa terusan longgar yang memanjang hingga bawah lutut.
Menurut laporan Al Arabiya, pegawai pemerintahan tidak boleh masuk kantor jika tidak memenuhi aturan berbusana yang ditetapkan Taliban.
Associated Press melaporkan perwakilan Kementerian Dakwah dan Pencegahan Sifat Tercela Taliban berpatroli di gedung-gedung pemerintahan pada Senin (28/3/2022).
Seorang pegawai yang disuruh pulang karena tak memenuhi aturan berbusana mengaku tak tahu kapan bisa kembali bekerja.
Baca juga: Menlu RI Singgung Pendidikan Perempuan saat Bertemu Taliban di Doha
Menurut pejabat senior Taliban dan ahli Afghanistan yang familiar dengan pemerintah, Taliban belakangan ini menerbitkan kebijakan yang seakan kembali ke masa lalu sesuai kesepakatan dalam rapat tiga hari di Kandahar, selatan Afghanistan, pada pekan lalu.
Selain mewajibkan pegawai berjanggut dan mengenakan serban, Taliban juga membuat sejumlah keputusan lain belakangan ini.
Diantaranya adalah melarang anak perempuan bersekolah setelah kelas 6 SD, perempuan tidak boleh naik pesawat jika tidak didampingi wali laki-laki, serta melarang perempuan dan laki-laki mengunjungi taman pada hari yang sama.
Kebijakan mundur Taliban dilaporkan berasal dari tuntutan pemimpin tertinggi yang berhaluan garis keras Taliban, Hibatullah Akhundzada.
Akhundzada sendiri telah menjadi pejabat Taliban sejak 1990-an, termasuk ketika kelompok itu menguasai Afghanistan pada 1996-2001.
Pada periode ini, Taliban memberlakukan hukum keras dengan melarang pendidikan bagi perempuan hingga mengharamkan musik.
“Kaum muda di Taliban tidak setuju dengan sebagian maklumat ini, tetapi mereka tidak enak jika harus bertentangan dengan tetua,” kata Torek Farhadi, analis yang pernah menjabat sebagai penasihat di pemerintahan Afghanistan yang digulingkan Taliban.
Menurut Farhadi, golongan yang lebih pragmatis di tubuh Taliban menentang maklumat-maklumat baru ini, atau setidaknya mengabaikannya.
Sejumlah kebijakan baru Taliban pun bertentangan dengan janjinya kepada komunitas internasional ketika merebut Kabul pada Agustus 2021 lalu.
Sebelumnya, Taliban berjanji akan membangun pemerintahan yang lebih inklusif.
Kalangan pragmatis dan garis keras di Taliban pun dilaporkan sering berbeda pandangan mengenai pemerintahan Afghanistan.
Meskipun berbeda dengan pemerintahan tangan besi Mullah Muhammad Omar pada 1996-2001, golongan senior Taliban yang umumnya berhaluan garis keras punya pengaruh kuat dalam pemerintahan sekarang.
Sementara itu, generasi yang lebih muda diketahui memandang persoalan pemerintahan dengan cara berbeda, salah satunya di aspek hak pendidikan dan pekerjaan perempuan.
“Generasi muda Taliban perlu bersuara,” kata Farhadi.
Sementara itu, Shukria Barakzai, seorang politisi dan jurnalis Afghanistan yang berbasis di London kecewa dengan putusan ini.
“Sangat mengecewakan bahwa para gadis, yang menunggu hari ini, pulang dari sekolah. Ini menunjukkan bahwa Taliban tidak dapat diandalkan dan tidak dapat memenuhi janji mereka,” kata Shukria Barakzai.
“Artinya, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dilarang untuk anak perempuan. Bahkan sekolah dasar tidak dibuka di seluruh negeri. Sebagian besar provinsi tidak memiliki sekolah dasar perempuan,” kata Barakzai kepada Al Jazeera dari London.
“Ini menunjukkan bahwa Taliban persis sama seperti sebelumnya – mereka menentang pendidikan anak perempuan.”
Sumber: AP/Kompas.TV