Sosok Shaun Pinner, Tentara Inggris yang Ditampilkan di TV Usai Jadi Tawanan Pasukan Rusia
Tentara Inggris yang perang di Mariupol, Shaun Pinner (48) tampak lelah dan memar dalam video pendek yang ditayangkan media Rusia pada Sabtu malam.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Rusia kembali menangkap seorang tentara Inggris yang berjuang untuk Ukraina di kota pelabuhan Mariupol.
Bahkan sosok tentara itu diperlihatkan di televisi Rusia.
Dilansir The Guardian, Shaun Pinner mengatakan dia bertempur bersama marinir Ukraina ketika pasukan Rusia menyerbu.
Mantan tentara Inggris berusia 48 tahun itu tampak lelah dan memar dalam video pendek yang ditayangkan media Rusia pada Sabtu malam.
Baca juga: Tak Rela Dicaplok, Presiden Zelenskyy: Ukraina Siap Lawan Rusia Bahkan Hingga 10 Tahun
Baca juga: Orang Terkaya Ukraina Bersumpah Bangun Kembali Negaranya yang Hancur karena Rusia
Dalam rekaman itu, ia mengungkapkan identitasnya.
"Hai, saya Shaun Pinner. Saya adalah warga negara Inggris. Saya ditangkap di Mariupol. Saya bagian dari 36 Brigade Satu Batalyon Marinir Ukraina," ujar Pinner dalam video.
"Saya bertarung di Mariupol selama lima hingga enam minggu dan sekarang saya berada di Republik Rakyat Donetsk," imbuhnya.
Tidak diketahui pasti kapan video itu dibuat atau apa yang menyebabkan ia ditangkap.
Shaun Pinner bertempur bersama Aiden Aslin (28), seorang warga Inggris asal Nottinghamshire yang sebelumnya dikabarkan menyerah kepada militer Rusia.
Aslin dan batalionnya disebut kehabisan amunisi, sehingga terpaksa menyerah kepada pasukan Putin.
Dilaporkan Tribunnews sebelumnya, Aslin berjuang untuk YPG Kurdi Suriah, milisi di Suriah dan komponen utama Pasukan Demokrat Suriah, untuk melawan ISIS antara 2015 dan 2017 sebelum pindah ke Ukraina.
Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran telah melakukan kontak dengan keluarga dari kedua tentara ini.
Namun, kemampuan Inggris untuk memberikan bantuan konsuler atau memperoleh informasi tentang warga negaranya di Ukraina sangat terbatas karena perang.
Pinner, berasal dari Bedfordshire, diyakini pindah ke Ukraina empat tahun lalu dan tinggal bersama istrinya di Donbas.
Mantan tentara Royal Anglian Regiment ini pada Januari lalu mengatakan, ia bertugas di area parit 10 mil di luar Mariupol.
"Saya di sini membela keluarga saya dan kota adopsi. Rusia memulai perang ini. Ini didanai oleh Rusia dan didorong oleh Rusia, tetapi kami akan melawan mereka, jangan salah tentang itu," ujarnya kepada Mail pada Januari lalu.
Pinner juga sempat membicarakan tentang ketakutannya jika tertangkap.
"Saya takut akan hidup saya. Rusia akan memperlakukan kami secara berbeda jika kami ditangkap karena kami orang Inggris. Ini selalu ada di pikiran saya, bahwa saya akan ditangkap," katanya.
Jayson Pihajlic, yang berperang melawan ISIS bersama Pinner dan Aslin di Pasukan Demokrat Suriah, mengatakan kedua rekannya itu adalah "pembawa standar untuk demokrasi" yang berjuang "sebagai sukarelawan, bukan tentara bayaran".
"Saya bertahan setelah Aiden ditangkap bahwa mungkin tidak ada kabar baik untuk Shaun. Dia berada di unit yang berbeda dari Aiden, tetapi mereka berdua berada di Mariupol," kata Pihajlic, kepada Guardian.
"Mengerikan untuk dilihat. Mereka jelas dipukuli dan hanya itu yang bisa kami katakan – siapa yang tahu apa lagi yang sedang terjadi. Mereka dicap sebagai tentara bayaran, tetapi orang-orang ini bukan tentara bayaran – mereka adalah tentara Ukraina yang pantas dan berseragam."
Mantan marinir AS ini mengaku terakhir bicara dengan Aslin dan Pinner ketika sama-sama bergabung dalam perlawanan Ukraina.
Baca juga: Konflik Ukraina Berlanjut, Harga Pangan Global Melonjak, Uni Eropa Dihantui Krisis Pangan
Baca juga: Indonesia Perlu Antisipasi Ketersediaan Pangan Global Dampak Konflik Rusia-Ukraina
Menurutnya, Presiden Rusia Vladimir Putin telah melanggar Konvensi Jenewa dengan membom kota yang penuh warga sipil.
Pada Januari, Pinner mengatakan pertempuran di parit itu "seperti neraka", sebab jaraknya dengan penembak jitu sangat dekat.
"Separatis sekarang menggunakan pesawat tak berawak untuk menjatuhkan bom dan mortir – bersama dengan peluncur granat otomatis dan roket RPG (yang ditembakkan dari bahu). Penembak jitu selalu hadir dan ada tembakan senjata ringan hampir setiap hari," ujarnya.
Kremlin sebelumnya mengklaim bahwa 1.026 marinir yang berperang untuk Ukraina, termasuk 162 perwira, telah menyerah "sebagai akibat dari serangan yang berhasil oleh angkatan bersenjata Rusia dan unit milisi Republik Rakyat Donetsk" mengacu pada pasukan pemberontak Ukraina yang pro-Rusia.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)