Rusia Gunakan Rudal Kalibr Hancurkan Senjata Berat Kiriman NATO ke Ukraina
Dalam foto-foto yang tersebar di media sosial, rangkaian kereta api yang mengangkut tank memasuki Ukraina dari Polandia.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Sejumlah besar senjata dan amunisi yang dikirim ke Kiev oleh negara-negara barat dihancurkan di tenggara Ukraina, Rabu (27/4/2022).
Klaim ini disampaikan Kementerian Pertahanan Rusia dikutip Russia Today, Rabu (28/4/2022). Sebuah gudang militer yang didirikan di wilayah pabrik aluminium industri Zaporozhye dihantam rudal Kalibr.
Rudal jelajah itu ditembakkan dari kapal Angkatan Laut Rusia di Laut Hitam.
Fasilitas itu menampung "sejumlah besar senjata dan amunisi asing, yang dipasok oleh AS dan negara-negara Eropa untuk tentara Ukraina," kata kementerian itu.
Kemenhan Rusia melaporkan pada hari itu, pesawat-pesawat tempur Rusia menghantam 59 sasaran militer Ukraina.
Baca juga: Mantan Intel Marinir AS Scott Ritter Ingatkan Bahaya Agresifnya NATO ke Rusia
Baca juga: Jurnalis Kanada Eva Bartlett Sebut Berita Kuburan Massal di Mariupol Itu Bohong
Baca juga: Rusia Tuduh Ukraina Sabot Jalur Evakuasi Warga Sipil dari Mariupol
Sementara artileri melakukan 573 serangan terhadap pasukan Kiev; 18 drone juga ditembak jatuh di berbagai lokasi.
Pada Senin, Moskow mengumumkan penghancuran enam pusat traksi kereta api di Ukraina barat.
Instalasi itu digunakan untuk mengirimkan "senjata asing dan perangkat keras militer ke pasukan Ukraina."
Dalam foto-foto yang tersebar di media sosial, rangkaian kereta api yang mengangkut tank memasuki Ukraina dari Polandia.
Tank-tank produksi era Soviet itu hibah dari negara barat, dan ditujukan untuk memperkuat kembali militer Ukraina yang Sebagian besar telah dihancurkan Rusia.
Pada kesempatan lain, Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan pihak luar agar tidak ikut campur dalam konflik Ukraina.
Putin menjanjikan reaksi “secepat kilat” terhadap tindakan strategis asing ke Rusia. Moskow akan menggunakan persenjataan paling canggih yang dimilikinya.
Putin menyampaikan peringatan itu saat berbicara kepada anggota parlemen di Moskow.
“Jika seseorang memutuskan campur tangan dalam peristiwa yang sedang berlangsung dari luar dan menciptakan ancaman strategis yang tidak dapat diterima kepada kami, mereka harus tahu respons kami akan cepat, secepat kilat,” jelasnya.
“Kami memiliki semua alat untuk melakukan ini. Alat yang tidak dapat dibanggakan oleh siapa pun kecuali kita,” kata Putin.
“Tapi kami tidak akan membual. Kami akan menggunakannya jika kebutuhan seperti itu muncul,” tambah pemimpin Rusia, tanpa merinci alat apa yang digunakan.
Pihak berwenang Rusia telah membuat semua keputusan yang diperlukan untuk mempersiapkan tanggapan seperti itu.
Rusia Uji Coba Rudal Hipersonik Sarmat
Pekan lalu, Moskow berhasil menguji rudal balistik antarbenua RS-28 Sarmat yang canggih.
Senjata berkemampuan nuklir baru dapat membawa beberapa peluncur hipersonik Avangard, yang dikatakan mampu melewati pertahanan udara yang ada karena kecepatan ekstrem.
Rudal itu juga mampu membuat manuver konstan selama perjalanan mereka yang berkecepatan hipersonik.
Tidak seperti Rusia, AS dan sekutu NATO-nya tidak memiliki senjata hipersonik. Setidaknya untuk saat ini.
Negara-negara barat telah secara aktif memasok senjata ke Kiev, termasuk sistem rudal anti-tank dan anti-pesawat, kendaraan lapis baja dan howitzer, sejak awal konflik dengan Rusia.
Mereka juga telah menjatuhkan sanksi keras yang bertujuan mengurangi kemampuan Rusia untuk mendanai kampanye militernya.
Namun, Washington sejauh ini mengesampingkan campur tangan langsung NATO di Ukraina Mereka juga menolak memberlakukan zona larangan terbang di atas Ukraina.
Penerapan zona larangan terbang oleh NATO akan dipandang sebagai pernyataan terbuka konflik langsung dengan Rusia.
Moskow telah berulang kali mengecam pengiriman bantuan mematikan ke Ukraina, dengan mengatakan mereka hanya mengacaukan situasi dan menghambat prospek perdamaian.
Pada Selasa, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menuduh NATO "pada dasarnya akan berperang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu."
Rusia menyerang tetangganya pada akhir Februari, setelah penolakan Ukraina untuk menerapkan ketentuan perjanjian Minsk 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas Republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral dan memberikan jaminan tidak akan bergabung dengan NATO.
Ukraina memandang serangan Rusia sebagai tindakan perang yang tidak beralasan, dan telah membantah tuduhan berencanamerebut kembali kedua republik secara paksa.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)