Unggul di Pilpres Filipina, Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr Pilih Merapat dengan China
Kemenangan telak Ferdinand Marcos Jr. dalam Pilpres Filipina berpotensi memperumit upaya AS menumpulkan menumpulkan pengaruh China di sana.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM, MANILA - Kemenangan telak Ferdinand Marcos Jr. dalam Pilpres Filipina meningkatkan kehawatiran erosi demokrasi di Asia dan memperumit upaya AS menumpulkan pengaruh China di sana.
Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr, putra mantan pemimpin diktator Filipina, Ferdinand Marcos, meraih lebih dari dua kali lipat suara dibanding lawannya, Leni Robredo, menurut perhitungan tidak resmi.
Jika suaranya unggul sampai akhir, Marcos akan menggantikan Presiden Rodrigo Duterte pada akhir Juni nanti untuk masa jabatan enam tahun.
Duterte dikenal dekat dengan China dan Rusia, serta beberapa kali mengritik Amerika Serikat.
Jika menang, Marcos mungkin akan semakin melanggengkan hubungan Filipina dengan China, di saat yang sama memperumit strategi AS di Asia-Pasifik.
Baca juga: Siapa Leni Robredo, Pesaing Terkuat Marcos Jr. dalam Pilpres Filipina?
Baca juga: Bongbong Marcos, Anak Diktator Ferdinand Marcos Unggul dalam Pilpres Filipina
Dilansir Nikkei Asia, ratusan pendukung berkumpul di luar markas kampanye Marcos di Epifanio de los Santos Avenue di Manila tengah, untuk merayakan keunggulan suara berdasarkan penghitungan sementara, Selasa (10/5/2022).
Dengan lebih dari 98 persen suara dihitung, Marcos memimpin saingan utamanya yakni Wakil Presiden Leni Robredo dengan lebih dari 30 poin persentase.
Marcos mengakui kontroversi seputar latar belakangnya dalam sebuah pernyataan oleh juru bicara Vic Rodriguez, yang dikutip oleh Reuters dan media lainnya.
"Kepada dunia, dia (Marcos) berkata: Nilai saya bukan dari leluhur saya, tetapi dari tindakan saya," kata Rodriguez.
"Kepada mereka yang memilih Bongbong (Marcos), dan mereka yang tidak, itu adalah janjinya untuk menjadi presiden bagi semua orang Filipina, untuk mencari titik temu melintasi perpecahan politik dan bekerja sama untuk menyatukan bangsa," imbuhnya.
Selama kampanye, Marcos menolak berpartisipasi dalam debat publik serta menghindari kritik dari kandidat lain.
Sehingga sulit untuk menilai platform kebijakannya secara menyeluruh.
Tetapi pernyataannya di masa lalu, termasuk menyebut keterlibatan Duterte dengan China "benar-benar satu-satunya pilihan kami", menunjukkan bahwa dia akan melanjutkan kebijakan luar negeri pemerintahan saat ini.
Pada Oktober lalu, Marcos mengunjungi Kedutaan Besar China dan berbicara dengan Duta Besar Huang Xilian.