Amerika, Jepang dan Korea Selatan Kecam Uji Coba Rudal Balistik Korea Utara
Dalam pernyataan bersama, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan mengecam keras peluncuran rudal balistik Korea Utara belum lama ini.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Dalam pernyataan bersama, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan (Korsel) mengecam keras peluncuran rudal balistik Korea Utara (Korut).
Dilansir Al Jazeera, pernyataan tersebut mengikuti langkah Washington menjatuhkan sanksi pada Korea Utara terkait program senjata Pyongyang.
Dikutip Washington Post, upaya pemimpin AS memperketat sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Korut setelah negara tersebut hampir melakukan hampir dua lusin peluncuran, diveto Rusia dan China pada Kamis (26/5/2022).
Itu adalah perpecahan publik pertama di Dewan Keamanan atas Korea Utara sejak sanksi awal dijatuhkan pada 2006.
Baca juga: Korea Utara Lakukan Tes pada Sungai, Udara, dan Sampah Terkait Covid-19
Baca juga: Resolusi Memperkuat Sanksi Terhadap Korea Utara Ditolak, Jepang Minta PBB Direformasi
";DPRK telah secara signifikan meningkatkan kecepatan dan skala peluncuran rudal balistiknya sejak September 2021," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa, dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin dalam pernyataan yang dirilis pada Sabtu pagi (28/5/2022), merujuk ke negara dengan inisial nama resminya Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara).
"Masing-masing peluncuran ini melanggar beberapa resolusi DK PBB [Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa] dan menimbulkan ancaman besar bagi kawasan dan komunitas internasional," terang pernyataan tersebut.
"Kami mendesak DPRK untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan resolusi DK PBB dan segera menghentikan tindakan yang melanggar hukum internasional, meningkatkan ketegangan, mengacaukan kawasan, dan membahayakan perdamaian dan keamanan semua negara."
Baca juga: AS Kecewa, China dan Rusia Veto Sanksi Baru Dewan Keamanan PBB untuk Korea Utara
Sanski AS targetkan program senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara
Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan Brian E Nelson dalam sebuah pernyataan menyebut sanksi AS menargetkan pendukung program senjata nuklir dan rudal balistik DPRK.
Selain itu, lembaga keuangan asing yang secara sadar memberikan layanan keuangan signifikan untuk pemerintah DPRK juga terkena sanksi.
Sanksi tersebut menunjuk Far Eastern Bank dan Bank Sputnik, keduanya lembaga Rusia, melakukan transaksi untuk organisasi Korea Utara.
Departemen Keuangan AS juga memberikan sanksi kepada Jong Yong Nam, yang berbasis di Belarusia untuk sebuah organisasi yang terhubung dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Alam Korea Utara (SANS) dan Air Koryo Trading Corporation (AKTC) yang sudah masuk daftar hitam.
Organisasi terebut katanya digunakan untuk memasok Kementerian Perindustrian Roket dengan komponen kelistrikan dan barang guna ganda, seperti transistor dan komponen sistem hidrolik.
AKTC juga digunakan untuk mengirimkan barang-barang mewah ke Korea Utara, tambahnya.
Misi Korea Utara untuk PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar dari kantor berita Reuters.
"Amerika Serikat akan terus menerapkan dan menegakkan sanksi yang ada sambil mendesak DPRK untuk kembali ke jalur diplomatik dan meninggalkan pengejaran senjata pemusnah massal dan rudal balistik," tambah Nelson.
Baca juga: Korea Utara Luncurkan Tiga Rudal dalam Waktu Kurang dari Satu Jam setelah Biden Tinggalkan Asia
Pyongyang mengabaikan tawaran Biden
Pembicaraan tentang denuklirisasi terhenti sejak pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump runtuh di Vietnam pada 2019.
Penggantinya, Joe Biden, telah menawarkan pembicaraan tanpa syarat , tetapi Pyongyang menunjukkan sedikit minat untuk kembali ke meja perundingan.
AS, Korea Selatan, dan Jepang menekankan bahwa mereka tetap terbuka "untuk bertemu dengan DPRK tanpa prasyarat" dan akan memperkuat kerja sama trilateral untuk mencapai denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea.
Mereka juga mengatakan bahwa mereka "sangat menyesali" kegagalan rancangan resolusi Dewan Keamanan, mencatat bahwa 13 anggota dari 15 dewan anggota telah mendukungnya.
Masalah ini sekarang akan dipertimbangkan di Majelis Umum PBB.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)