Apakah Monkeypox akan Jadi Covid Berikutnya? Ini Kata Ahli di New York
Setiap kasus yang dikonfirmasi di negara tersebut biasanya terkait dengan perjalanan internasional atau impor hewan dari daerah di mana penyakit
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
"Itu (ditemukan) di negara-negara yang tidak memiliki perawatan intensif yang bagus. Saya tidak yakin kita akan mengalami wabah ini, namun (tingkat kematian) akan jauh lebih sedikit di AS," papar Dr Cioe-Pena.
Ia pun menyampaikan bahwa merawat anak yang terkena virus ini jauh lebih kecil risikonya dibandingkan merawat pasien Covid-19.
Baca juga: Para Ilmuwan Curiga Cacar Monyet Sudah Menyebar di Inggris Selama Bertahun-tahun
"Jika anda mengenakan sarung tangan saat merawat orang tersebut dan menggunakan masker, peluang anda untuk tertular hampir nol persen. Ruam Monkeypox paling umum muncul pada wajah, lengan, tangan dan kaki. Nantinya itu akan bergerak ke batang tubuh," tutur Dr Cioe-Pena.
Benjolan yang muncul nantinya akan terisi cairan, pecah dan akhirnya menjadi keropeng.
Dirinya pun meminta warga untuk berhati-hati jika melihat demam dan ruam, terutama pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Menurut CDC AS, penyakit ini kali pertama ditemukan pada 1958, saat dua wabah penyakit seperti cacar terjadi di koloni monyet yang dipelihara untuk tujuan penelitian.
Sedangkan kasus pertama Monkeypox pada manusia tercatat pada 1970 di Republik Demokratik Kongo selama periode upaya intensif untuk menghilangkan cacar.
Sejak saat itu, Monkeypox telah dilaporkan terjadi pada manusia di negara-negara Afrika bagian Tengah dan Barat.
"Pada manusia, gejala Monkeypox cacar memang mirip dengan cacar, namun lebih ringan. Monkeypox dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot dan kelelahan," kata CDC AS.
Selanjutnya, kelenjar getah bening mulai membengkak, dan dalam satu sampai tiga hari setelah munculnya gejala demam, pasien akan mengalami ruam, sering dimulai pada bagian wajah, kemudian menyebar ke bagian lain tubuh.