Jurnalis Inggris dan Ahli Adat Amazon Ternyata Dibunuh, Pelaku Tunjukkan Lokasi Jasad
Tersangka kasus hilangnya jurnalis Inggris Dom Phillips dan ahli adat Bruno Pereira di Amazon, telah mengaku melakukan pembunuhan.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Tersangka kasus hilangnya jurnalis Inggris Dom Phillips dan ahli adat Bruno Pereira di Amazon, telah mengaku melakukan pembunuhan.
AP News melaporkan, kepolisian pada Rabu (15/6/2022) mengatakan, tersangka utama mengaku menembak mati keduanya di wilayah terpencil di Amazon.
Tersangka bahkan telah menunjukkan lokasi mayat korban dikuburkan.
Detektif federal, Eduardo Alexandre Fontes, mengatakan tersangka utama bernama Amarildo da Costa de Oliveira (41) yang dujuluki Pelado, mengaku menggunakan senjata api untuk membunuh Phillips dan Pereira.
Guilherme Torres dari polisi negara bagian Amazonas, mengatakan Pelado telah membawa polisi ke lokasi mayat keduanya.
"Kami menemukan mayat tiga kilometer (hampir dua mil) ke dalam hutan," kata dia.
Baca juga: Kasus Hilangnya Jurnalis Inggris di Amazon: Keluarga Sebut Jasad Ditemukan, Polisi Brasil Membantah
Baca juga: Jurnalis Inggris dan Pemandunya Hilang di Amazon, Diduga Ulah Mafia Ikan Internasional
Tim penyelamat melakukan perjalanan sekitar satu jam empat puluh menit di sungai dan 25 menit masuk ke dalam hutan untuk mencapai tempat pemakaman.
Torres mengatakan, jenazah itu akan diperiksa dan jika terbukti maka akan dikembalikan kepada pihak keluarga.
Sementara itu, perahu milik korban yang hingga kini belum ditemukan diduga sengaja dilenyapkan oleh pelaku.
"Mereka menaruh kantong-kantong kotoran di atas kapal sehingga kapal itu akan tenggelam," jelas Torres.
Mesin kapal telah dilepas, menurut penyelidik.
Jurnalis Inggris, Dom Phillips (57) dan ahli adat Bruno Pereira (41) terakhir terlihat di perahu mereka di sungai dekat pintu masuk Wilayah Adat Lembah Javari, yang berbatasan dengan Peru dan Kolombia.
Daerah itu merupakan pusat konflik kekerasan antar nelayan, pemburu ilegal, dan agen pemerintah.
Pada Selasa sebelumnya, polisi menangkap tersangka kedua dari kasus ini.
Dia adalah Oseney da Costa de Oliveira, saudara tersangka pertama yakni Pelado yang juga bekerja sebagai nelayan.
Kepada awak media, detektif Fontes mengatakan tersangka kedua ini menyangkal perannya dalam pembunuhan, meskipun tersangka pertama sudah mengaku.
Padahal, bukti-bukti memberatkan tersangka baru tersebut.
Polisi kini menyelidiki keterlibatan orang ketiga dan mungkin akan ada penangkapan selanjutnya.
Dilansir Reuters, menurut saksi, kakak beradik Costa terlihat bertemu di sungai Itacoai hanya beberapa saat setelah Phillips dan Pereira melintasi daerah itu pada 5 Juni, menuju kota tepi sungai Atalaia do Norte.
Menurut laporan polisi, saksi mendengar Pereira mengatakan dia telah menerima ancaman dari Pelado.
Pereira, yang merupakan mantan pejabat urusan adat Funai, punya peran besar dalam menghentikan penambangan emas ilegal, penangkapan ikan, dan perburuan di sungai yang dihuni suku-suku asli Lembah Javari.
Menurut laporan AP News, saksi penduduk asli yang saat itu bersama Phillips dan Pereira mengatakan Pelado mengacungkan senapan kepada mereka pada hari sebelum kedua pria itu menghilang.
Tim pencari resmi telah memusatkan upaya mereka di sekitar tempat di sungai Itaquai di mana terpal dari perahu yang digunakan korban ditemukan pada Sabtu, oleh sukarelawan dari kelompok Masyarakat Adat Matis.
"Kami menggunakan kano kecil untuk pergi ke perairan dangkal. Kemudian kami menemukan terpal, celana pendek, dan sendok," kata salah satu relawan.
Pihak berwenang mulai menjelajahi daerah itu dan menemukan ransel, laptop, dan barang-barang pribadi lainnya terendam air pada Minggu.
Hasil identifikasi membuktikan bahwa barang-barang itu milik Phillips dan Pereira.
Polisi sebelumnya melaporkan menemukan jejak darah di perahu Pelado.
Petugas juga menemukan bahan organik yang diduga berasal dari manusia di sungai yang dikirim untuk dianalisis.
Penyelidikan polisi atas hilangnya jurnalis Inggris Dom Phillips dan ahli adat Bruno Pereira di Amazon, mengarah pada jaringan mafia ikan internasional.
Jaringan internasional itu membayar nelayan miskin untuk menangkap ikan secara ilegal di cagar alam Lembah Javari, wilayah Pribumi terbesar kedua di Brasil.
Salah satu tangkapan paling berharga ialah ikan air tawar bersisik terbesar di dunia, arapaima.
Arapaima, pirarucu, atau paiche adalah jenis ikan air tawar terbesar di dunia yang berasal dari perairan daerah tropis Amerika Selatan.
Bobotnya bisa mencapai 200 kilogram dan panjang 3 meter.
Baca juga: Jurnalis Inggris dan Pemandunya Hilang di Amazon, Tim Pencari Temukan Barang-barang Milik Keduanya
Baca juga: Balas Sanksi Barat, Rusia Larang 29 Jurnalis Inggris Memasuki Moskow
Ikan tersebut biasa dijual di kota-kota terdekat termasuk Leticia di Kolombia, Tabatinga di Brasil, dan Iquitos di Peru.
Pereira, yang sebelumnya memimpin biro lokal lembaga Adat pemerintah yang dikenal sebagai FUNAI (Fundacao Nacional do Indio), aktif dalam beberapa operasi melawan penangkapan ikan ilegal.
Dalam operasi itu, biasanya alat tangkap disita atau dimusnahkan dan para nelayan didenda atau ditahan sementara.
Ini karena hanya penduduk asli atau Pribumi yang dapat menangkap ikan secara sah di wilayah mereka.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)