The Fed Naikkan Suku Bunga, Ini Imbasnya pada Minyak Dunia hingga Rupiah
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada Rabu (15/6/2022).
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada Rabu (15/6/2022).
Ini merupakan kenaikan bunga terbesar yang pernah dilakukan The Fed sejak 1994.
Sekarang, suku bunga The Fed berada di level 1,5 % -1,75 % .
Menurut Kontan, lonjakan inflasi AS menjadi landasan keputusan ini
"Tujuan kami sebenarnya adalah untuk menurunkan inflasi menjadi 2 % sementara pasar tenaga kerja tetap kuat," kata Ketua Fed Jerome Powell, dalam konferensi pers setelah pertemuan kebijakan The Fed.
Baca juga: Harga Minyak di Pasar Internasional Kembali Rebound Setelah The Fed Menaikkan Suku Bunga
Baca juga: Suku Bunga The Fed Naik, CORE: BI Harus Naikkan Suku Bunga Acuan
Keputusan The Fed ini dibuat di tengah perang Ukraina yang berimbas pada kenaikan harga bahan bakar dan bahan pangan global.
Powell menyatakan misinya menekan inflasi dan memulihkan stabilitas harga ini dirancang untuk tidak malah menggelincirkan ekonomi.
Namun, dia mengakui pula bahwa selalu ada risiko bahwa ini merupakan langkah yang terlalu jauh.
Harga Minyak Dunia
Keputusan The Fed menaikkan suku bunga hingga 75 basis poin, mengakibatkan harga minyak anjlok lebih dari $3 pada Rabu (15/6/2022).
Ini lantaran pasar khawatir tentang penurunan permintaan, setelah The Fed menaikkan suku bunga tiga perempat poin persentase.
Dilansir Reuters, minyak mentah berjangka Brent untuk Agustus turun $2,7, atau 2,2 % , pada $118,51 per barel, setelah jatuh ke level $117,75.
Minyak mentah West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Juli turun $3,62, atau 3,04 % , menjadi $115,31 per barel, setelah turun ke level terendah $114,60.
Keputusan agresif The Fed sejak 1994 ini juga mengirim dolar lebih tinggi dengan indeks dolar naik ke level tertinggi sejak 2002.
Penguatan greenback membuat minyak yang dihargakan dalam dolar AS lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, membatasi permintaan.
Namun menurut laporan Tribunnews pada Kamis (16/6/2022), setelah mengalami penurunan tajam hingga membuat harga minyak tergelincir lebih dari dua persen, harga minyak mentah di pasar global kembali rebound.
Kenaikan ini terjadi pada Kamis pagi (16/6/2022) dimana perdagangan minyak mentah berjangka Brent naik sebesar 0,7 persen, menjadi 119,28 dolar AS per barel pada pukul 0400 GMT, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 0,9 persen menguat diharga 116,33 dolar AS per barrel.
"Secara keseluruhan merupakan sesi yang bergejolak di hampir semua pasar kemarin, namun penurunan harga minyak hanya akan berumur pendek " kata Howie Lee, seorang ekonom di bank OCBC Singapura.
Dampak kepada Indonesia
Menurut analis Pasar Uang Ariston Tjendra, ia memprediksi rupiah akan tertekan hingga sesi penutupan hari ini.
Ia menilai, keputusan agresif The Fed menaikkan suku bunga adalah penyebab utama pelemahan mata uang rupiah.
"Iya rupiah kelihatannya masih tertekan terhadap dollar AS hari ini. Mungkin masih melemah ke Rp 14.750," kata Ariston saat dihubungi Tribunnews, Kamis (16/6/2022).
Ia mengatakan, The Fed masih membuka wacana akan menaikkan kembali suku bunga acuan sebesar 75 bp di Juli.
"Jadi the Fed masih akan tetap agresif mengetatkan kebijakan moneternya," ujarnya.
Namun kenaikan suku bunga Bank Sentral AS berimbas positif terhadap bursa global, termasuk Indonesia.
Menurut laporan Tribunnews, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 1,62 % atau 113,611 poin ke level 7.120,661 pada perdagangan sesi I Kamis siang.
Tercatat 284 saham naik yang membuat IHSG melesat, 148 saham turun, dan 140 saham stagnan.
Total volume perdagangan 18,19 miliar saham dengan nilai transaksi capai Rp 9,9 triliun.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani/Reynas Abdila/Hendra Gunawan/Namira Yunia Lestanti)