Gempa Afghanistan Tewaskan 1.150 Orang, Termasuk 155 Anak
Pemerintah Taliban menyebutkan bahwa sebanyak 1.150 orang tewas, termasuk 155 anak, akibat gempa bumi yang mengguncang Afghanistan minggu lalu.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Taliban menyebut total korban akibat gempa bumi berkekuatan magnitudo (M) 6,1 yang mengguncang Afghanistan, Rabu (22/6/2022) dan gempa susulan M 4,3 pada Jumat (24/6/2022) mencapai lebih dari 1.000 orang.
Dikutip dari The Associated Press, sebanyak 1.150 orang dilaporkan tewas, termasuk 155 anak, dan ratusan orang terluka.
Sementara PBB telah menyebutkan perkiraan yang berbeda, yakni 770 orang yang tewas, tetapi memperingatkan angka itu masih bisa meningkat.
Organisasi koordinasi kemanusiaan PBB, OCHA, mengatakan pada hari Minggu, 250 anak terluka dalam gempa yang melanda desa-desa pegunungan di Provinsi Paktika dan Khost dekat perbatasan negara itu dengan Pakistan, meratakan rumah dan memicu tanah longsor.
OCHA menambahkan sebagian besar anak-anak meninggal di distrik Gayan di Paktika yang dilanda bencana, yang masih berupa reruntuhan, beberapa hari setelah bencana.
Gempa itu juga menyebabkan sekitar 65 anak menjadi yatim piatu atau tidak mempunyai wali.
Bahkan ketika makanan, obat-obatan dan bantuan internasional lainnya yang sangat dibutuhkan telah mengalir ke provinsi-provinsi di jalan-jalan tanah yang berbahaya, keputusasaan tumbuh di antara para penyintas yang baru saja kehilangan tempat tinggal.
Banyak penduduk desa yang telah kehilangan segalanya.
Di Gayan yang porak-poranda, penduduk desa bergulat dengan akibat bencana alam itu.
Ketika gempa minggu lalu menghancurkan rumahnya dan orang-orang di sekitarnya, Abdullah mencoba menembus puing-puing dan menyelamatkan anak-anaknya.
Selama berjam-jam, dia meminta bantuan, berteriak dari bawah tumpukan lumpur yang dalam.
Ketika dia dan tetangganya akhirnya membersihkan puing-puing, dia menemukan pemandangan yang mengerikan, yakni mayat 12 anggota keluarga, termasuk putra dan putrinya, tergeletak di puing-puing. Empat kerabat lainnya terluka.
"Apa yang terjadi malam itu sangat sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata," kata petani dan guru berusia 65 tahun itu.
"Semuanya ada di bawah tanah sekarang. Kami baru saja menguburkan mayat-mayat itu," tambahnya.