Presiden Sri Lanka Menghilang saat Negara Hadapi Krisis Serius
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa beberapa hari ini tidak terlihat saat negara itu sedang menghadapi krisis terburuk dalam sejarahnya.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa beberapa hari ini tidak terlihat saat negara itu sedang menghadapi krisis terburuk dalam sejarahnya.
Pernyataan tersebut disampaikan anggota parlemen Sri Lanka, Wimal Weerawansa pada Senin waktu setempat.
Dikutip dari laman www.dailymirror.lk, Senin (4/7/2022), ia pun mendesak pemerintah untuk setidaknya membentuk pemerintahan dari semua partai dan merumuskan program demi memenangkan kepercayaan secara lokal maupun internasional.
Baca juga: Sri Lanka Cari Dana untuk Bayar Pengiriman Bahan Bakar Impor
Weerawansa mengatakan kepada parlemen bahwa negara itu kini berada di bawah jam malam yang diberlakukan sendiri karena krisis bahan bakar.
Bahkan hingga kini pun tidak ada solusi yang terlihat untuk masalah yang semakin parah ini.
"Orang-orang berdiam dalam antrean panjang bermil-mil di dekat gudang IOC Lanka. Baik Perdana Menteri maupun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak terlihat di DPR dalam situasi negara yang penuh bencana ini," kata Weerawansa.
Baca juga: Perdana Menteri Sri Lanka: Stabilisasi dan Pemulihan Negara Butuh Waktu Sekitar 18 Bulan
Dirinya kemudian menekankan bahwa waktu yang dihabiskan di parlemen harus didedikasikan untuk menemukan solusi terkait krisis saat ini, tanpa membuang waktu untuk menjawab 50 pertanyaan aneh yang diajukan oleh anggota parlemen.
Pemerintahan saat ini, kata dia, belum mampu memenangkan kepercayaan internasional.
Oleh karena itu ia pun mendesak pemerintah untuk membentuk pemerintahan yang terdiri dari semua partai, setidaknya untuk saat ini dan merumuskan program demi memenangkan kepercayaan secara lokal maupun internasional tanpa memperburuk krisis lebih lanjut.
"Meskipun beberapa orang meyakini bahwa Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dapat memenangkan kepercayaan internasional, ternyata tidak. Ia adalah satu-satunya anggota parlemen di parlemen yang ditolak oleh rakyat," tegas Weerawansa.
Sementara itu, Ketua DPR Sri Lanka Dinesh Gunawardene mengatakan bahwa anggota parlemen telah menyepakati untuk menjawab 50 pertanyaan pada rapat pimpinan partai dan itu harus berjalan sesuai rencana.
Baca juga: Krisis Energi di Sri Lanka Makin Menjadi-jadi, Berlakukan Lagi Pemadaman Listrik 3 Jam
"Memang benar bahwa orang-orang menghadapi krisis bahan bakar yang akut. Kami sebagai pemimpin juga menghadapi kesulitan yang sama, kami juga tidak memiliki mekanisme khusus untuk mendapatkan bahan bakar. Menteri ESDM akan menginformasikan kepada DPR tentang tindakan yang telah dilakukan," kata Gunawardene.
Perdana Menteri Sri Lanka: Stabilisasi dan Pemulihan Negara Butuh Waktu Sekitar 18 Bulan
Perdana Menteri (PM) Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa stabilisasi dan pemulihan negara itu diprediksi membutuhkan waktu sekitar 18 bulan.
Ia menambahkan bahwa jalan ke depan akan mencakup proposal ekonomi yang didorong oleh konsensus dan amandemen ke-21.
Dikutip dari laman www.dailynews.lk, Senin (4/7/2022), Wickremesinghe menyampaikan bahwa India memiliki lebih sedikit birokrasi dalam membantu Sri Lanka.
Baca juga: Sri Lanka Krisis Bahan Bakar, Rapat Parlemen Dibatasi Selama 3 Hari
Sedangkan China tidak mengalihkan fokusnya dari Asia Tenggara dan tertarik pada Asia Selatan.
"China memiliki banyak kepentingan di kawasan ini, dan India juga akan punya banyak informasi tentang kami dengan perbatasan di Himalaya. Saya tidak berpikir China telah meningkatkan minat mereka di Asia Selatan, di Sri Lanka, di Kepulauan, di Maladewa, Seychelles. Namun saya pikir minat itu masih ada pada India, karena jika tidak, India tidak akan memindahkan pasukan di sekitar Ladakh," kata Wickremesinghe.
Kendati demikian, ia terus menekankan bahwa China tidak meninggalkan Sri Lanka, namun Sri Lanka lebih memilih India.
"Kami memang fokus pada India untuk bantuan awal, karena saya tidak berpikir kami bisa mendapatkan banyak dari China atau Jepang. Kami memutuskan akan ikut bersama dengan India, karena India muncul dengan uang terlebih dahulu. Ini adalah pertanyaan tentang siapa yang memiliki lebih sedikit birokrasi," jelas Wickremesinghe.
Dirinya kemudian menambahkan bahwa ia akan menelepon PM India Narendra Modi untuk menyampaikan terima kasih atas bantuannya.
Berbicara tentang politik dalam negeri, Wickremesinghe menegaskan bahwa tidak ada campur tangan dari Presiden Gotabaya Rajapaksa.
"Saya bukan CEO yang ditunjuk oleh Rajapaksa, saya Perdana Menteri. Saya Perdana Menteri Independen, tidak ada campur tangan dari Gotabaya Rajapaksa. Jika ada perbedaan, kita harus menyelesaikannya di kabinet," tegas Wickremesinghe.
Ia pun tidak memungkiri bahwa memang 'ada perbedaan pendapat' antara dirinya dan Presiden Sri Lanka itu.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan bahwa Gotabaya Rajapaksa akan membawa amandemen ke-21 yang memberdayakan parlemen atas Presiden eksekutif.
"Ada perbedaan pendapat pada amandemen ke-21 sebelumnya di dalam partai yang berkuasa, namun kesepakatan ini akhirnya dibawa sejauh ini, dan tidak ada reaksi yang merugikan," papar Wickremesinghe.
Ia meyakini bahwa partai Gotabaya Rajapaksa yakni Sri Lanka Podujana Peramuna (SLPP) akan ikut bergabung.
"Dan ia ini juga merupakan seorang Presiden. Itu masih menguntungkannya, bukan merugikannya," tutur Wickremesinghe.
Baca juga: Jepang Beri Bantuan Hibah Darurat 3 Juta Dolar AS untuk Obat-obatan & Makanan Masyarakat Sri Lanka
Menyebut krisis ekonomi adalah peristiwa 'buatan manusia', Wickremesinghe mengatakan bahwa tanggung jawab terletak pada para politisi dan pemerintahan Rajapaksa.
Terkait Presiden Gotabaya Rajapaksa, ia kemudian menuturkan bahwa sejauh ini sosok nomor 1 di Sri Lanka itu memang telah banyak disalahkan karena dianggap gagal menyelamatkan negara dari kebangkrutan.
Namun tidak ada yang bisa memecatnya begitu saja dari kursi kepresidenan.
"Ia telah disalahkan secara terbuka, tidak hanya sekali tetapi dua kali, namun ia tidak meninggalkan jabatannya. Anda tidak dapat memecatnya dari jabatannya, karena berdasarkan proposal yang diajukan oleh bi-asosiasi, tidak perlu baginya untuk meninggalkan kantor," tegas Wickremesinghe.
Perdana Menteri yang telah menjabat sebanyak 6 kali itu mengatakan bahwa tugasnya saat ini adalah 'pekerjaan paling menantang yang pernah ia miliki'.
"Seseorang harus menerima tantangan untuk menertibkan ekonomi negara," kata Wickremesinghe.
Perlu diketahui, pemimpin veteran itu kali pertama terpilih menjabat sebagai Perdana Menteri pada 1994 silam, dan saat ini dirinya telah berusia 73 tahun.