Pemimpin Junta Myanmar Perpanjang Keadaan Darurat Selama 6 Bulan
Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing umumkan perpanjang keadaan darurat Myanmar selama 6 bulan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati

TRIBUNNEWS.COM - Pimpinan Junta Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing akan memperpanjang keadaan darurat di negara itu selama enam bulan.
Dewan Administrasi Negara (SAC) yang berkuasa pertama kali mengumumkan keadaan darurat setelah Jenderal Senior Min Aung Hlaing merebut kekuasaan dalam kudeta pada Februari 2021.
Dalam kudeta tersebut, pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis digulingkan oleh Min Aung Hlaing.
Dikutip Al Jazeera, Min Aung Hlaing akan memperpanjang keadaan darurat setelah dewan pertahanan dan keamanan nasional militer mendukung penuh proposal tersebut,demikian laporan dari media pemerintah pada Senin (1/8/2022).
"Di negara kita, kita harus terus memperkuat 'sistem demokrasi multi-partai yang asli dan disiplin' yang merupakan keinginan rakyat," tulis surat kabar Global New Light yang dikelola negara mengutip pernyataan Min Aung Hlaing.
Eksekusi 4 aktivis anti-kudeta
Pengumuman itu muncul setelah SAC pada bulan lalu mengumumkan eksekusi empat aktivis anti-kudeta.
Baca juga: Myanmar Witness Ungkap Junta Gunakan Pesawat Buatan Rusia untuk Menyerang Warga Sipil

Di antaranya termasuk sekutu dekat peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, yang menuai kecaman dari kelompok-kelompok hak asasi dan negara-negara termasuk Amerika Serikat, Jepang dan Asosiasi Bangsa Asia Tenggara.
Lebih jauh, juru bicara kelompok aktivis Justice For Myanmar, Yadanar Maung mengatakan, perpanjangan itu tidak memiliki dasar hukum.
“Sangat penting bahwa masyarakat internasional menolak kepalsuan ini, memaksakan konsekuensi nyata pada junta dan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berkelanjutan,” kata Maung kepada Al Jazeera.
“Kampanye teror junta dan keputusan palsunya dimungkinkan oleh aliran senjata dan dana, yang harus segera dipotong melalui embargo senjata global dan sanksi yang ditargetkan, termasuk pendapatan minyak dan gas, dan bahan bakar jet.”
Tindakan keras diberlakukan terhadap protes damai Myanmar
Myanmar telah terlibat dalam kekacauan sejak kudeta, dengan konflik meletus di seluruh negeri setelah tindakan keras oleh pihak berwenang terhadap sebagian besar protes damai di kota-kota.
Min Aung Hlaing telah membenarkan kudeta dengan menuduh kecurangan pemilih yang meluas selama pemilihan umum November 2020.
Baca juga: Amerika, Jepang, China hingga HRW Kecam Tindakan Myanmar Eksekusi 4 Aktivis Anti-kudeta
