Dari Perdana Menteri ke Penjara: Najib Razak Kini Putus Asa, Sendirian, dan Merasa Dikhianati
Warga Malaysia pun marah atas korupsi yang meluas dan kemewahan yang ditunjukkan oleh keluarganya.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, PUTRAJAYA - Setelah memiliki kesempatan bermain golf bersama 2 tokoh penting yang pernah menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), yakni Donald Trump dan Barack Obama, mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak kini harus mulai membiasakan diri 'bertetangga' dengan para pembunuh dan pengedar narkoba.
Perlu diketahui, Pengadilan Federal Malaysia telah memerintahkan Najib untuk memulai masa hukuman penjara 12 tahun pada Selasa kemarin, setelah melakukan upaya 'mencari keadilannya' atas tuduhan terkait dengan skandal korupsi multi-miliar dolar di dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Ini adalah banding terakhirnya, setelah itu, mantan pejabat Malaysia yang tampak mengenakan setelan jas berwarna gelap dan dasi abu-abu itu pun langsung dibawa ke penjara dari gedung pengadilan.
Baca juga: Eks Perdana Menteri Malaysia Najib Razak Dijebloskan ke Penjara, Vonis 12 Tahun Penjara
Hal ini tentunya menandai pergantian peristiwa yang menakjubkan bagi seorang pemimpin yang sempat memegang erat kekuasaan di puncak tuduhan terkait 1MDB, saat dirinya menekan penyelidikan lokal, memecat penyelidik, menekan para kritikus, bahkan turut menekan negara lain yang hendak membuka penyelidikan atas skandal yang luas itu.
Warga Malaysia pun marah atas korupsi yang meluas dan kemewahan yang ditunjukkan oleh keluarganya.
Sejak kasus mencuat, Najib langsung mencoba meninggalkan negara itu, namun aksinya ini dihentikan.
Najib pun ditangkap dan propertinya langsung digerebek.
Sejak saat itu, mantan PM tersebut telah menghabiskan sebagian besar waktunya di pengadilan, melakukan pembelaan diri dari total 42 dakwaan.
Ia telah mempertahankan ketidakbersalahannya selama ini dan tegas mengatakan bahwa dirinya disesatkan oleh pejabat 1MDB.
Dikutip dari laman Reuters, Rabu (24/8/2022), sehari sebelum putusan akhir, Najib menegaskan dalam sebuah postingan di laman Facebook bahwa ia 'kewalahan, merasa dikhianati dan sendirian'.
"Ada kalanya kita merasa kewalahan dengan ujian dan cobaan. Dengan fitnah dan penganiayaan, dengan keikhlasan dibalas dengan pengkhianatan. Terkadang kita merasa sendirian," tegas Najib.
'Saya Putus Asa'
Penolakan banding terakhirnya pada Selasa kemarin itu terkait dengan hukuman 2020 oleh pengadilan yang lebih rendah.
Ini karena pelanggaran pidana kepercayaan, penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang, lantaran ia secara ilegal menerima sekitar 10 juta dolar AS dari mantan unit 1MDB.
Jaksa mengatakan bahwa sekitar 4,5 miliar dolar AS dicuri dari 1MDB yang didirikan bersama oleh Najib sebagai PM pada 2009, dan lebih dari 1 miliar dolar AS jatuh ke Najib dalam apa yang digambarkan Departemen Kehakiman AS sebagai penyelidikan kleptokrasi terbesarnya.
Najib dalam beberapa pekan terakhir pun mencoba menunda pengadilan yang akan memberikan putusan akhir, dengan mengganti pengacaranya tepat sebelum dimulainya banding.
Namun strateginya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri, karena pengadilan menolak memberikan lebih banyak waktu bagi pengacaranya untuk bersiap.
"Saya tidak malu untuk mengatakan, saya putus asa, seperti halnya yang berperkara dalam masalah saya ini," kata Najib dalam sebuah pernyataan pada pekan lalu yang menjelaskan langkahnya untuk mengganti pengacara.
Najib saat ini dapat mengajukan peninjauan kembali atas keputusan Pengadilan Federal, meskipun permohonan semacam itu jarang berhasil.
Ia juga bisa mencari pengampunan kerajaan, jika berhasil, dirinya bisa dibebaskan tanpa menjalani masa hukuman 12 tahun penuh.
Hukuman itu mengindikasikan bahwa Najib akan kehilangan kursi parlemennya dan tidak dapat mengikuti pemilu.
Ia juga menghadapi beberapa uji coba 1MDB lainnya.
Jam tangan dan tas mewah
Najib dipersiapkan untuk menduduki jabatan tinggi sejak debut politiknya pada usia 23 tahun.
Hingga saat ini, ia menjadi orang termuda yang terpilih sebagai anggota parlemen Malaysia.
Putra bangsawan jebolan Inggris itu terpilih sebagai PM pada 2009 silam.
Selama menjabat, ia memberikan nada reformis, mendorong kebijakan ekonomi liberal dan mencabut Undang-undang (UU) Keamanan era kolonial dalam upaya untuk menghilangkan persepsi bahwa pemerintah tidak mau membiarkan perbedaan pendapat.
Namun kekecewaan etnis minoritas Malaysia dalam pemilu 2013 mendorong Najib untuk membatalkan janji reformasinya di tengah kemarahan atas hilangnya hak istimewa ekonomi yang telah lama dipegang oleh mayoritas etnis Melayu.
Mayoritas Muslim Melayu membentuk 60 persen dari populasi sekitar 32 juta, dengan sisanya sebagian besar terdiri dari etnis China dan etnis India.
Lalu pada 2015, tanda-tanda pertama skandal pun mulai muncul di 1MDB, mendorong Najib untuk melawan kritik secara tegas.
Oposisi bahkan butuh kemenangan pemilu bersejarah pada 2018 untuk membuka kembali penyelidikan 1MDB yang akhirnya mengarah pada lusinan dakwaan terhadap Najib.
Dalam minggu-minggu setelah mengalami peristiwa buruknya, pihak berwenang pun menyita ratusan tas tangan mewah, perhiasan, jam tangan, dan uang tunai jutaan dolar selama penggerebekan di properti yang terkait dengan keluarganya.
Kendati demikian, Najib tetap populer di beberapa kalangan, termasuk partainya UMNO, yang kembali berkuasa tahun lalu di tengah gejolak politik.
Pukulannya yang teratur pada oposisi dan update ringan di laman Facebook telah menarik perhatian lebih dari 4 juta follower, menjadikannya politisi Malaysia paling populer di media sosial.