Rusia Menggertak Bakalan Bangun Pangkalan Jika NATO Lakukan Hal Sama di Wilayah Nordik
Rusia menggertak bakalan meningkatkan kemampuan pertahanannya di barat laut yang berdekatan dengan wilayah Nordik.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Rusia menggertak bakalan meningkatkan kemampuan pertahanannya di barat laut yang berdekatan dengan wilayah Nordik.
Hal ini harus dilakukan jika NATO membangun instalasi pertahanan atau pangkalan di Finlandia dan Swedia.
Dikutip dari Russia Today, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menegaskan hal itu ketika ia bertemu dengan mahasiswa dan staf di Institut Hubungan Internasional Negara Moskow (MGIMO), Kamis (1/9/2022).
“Jika pangkalan NATO dibuat di wilayah Finlandia dan Swedia, atau lebih tepatnya, jika mereka memutuskan untuk membuat pangkalan ini untuk mereka, tentu saja kami akan membuat keputusan untuk memperkuat kemampuan kami di barat laut Rusia,” kata Lavrov, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Baca juga: Senat AS Secara Bulat Setujui Finlandia dan Swedia Jadi Anggota NATO
Bagaimanapun, jelasnya, meluncurkan pangkalan NATO di wilayah kedua negara Nordik akan “secara radikal” memperluas “garis kontak” antara Rusia dan aliansi tersebut.
Finlandia dan Swedia bergabung dengan blok pimpinan AS awal tahun ini, dengan alasan konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Sementara secara resmi mempertahankan status netral selama beberapa dekade, kedua negara Nordik telah bekerja sama erat dengan aliansi militer untuk waktu yang lama.
Proses aksesi menemui jalan buntu setelah negara besar NATO, Turki, keberatan dengan rencana untuk menerima Swedia dan Finlandia. Ankara menuduh kedua negara itu berfungsi sebagai “rumah tamu bagi organisasi teroris” dan menampung anggota kelompok Kurdi yang dilarang yang dianggapnya sebagai “teroris.”
Kebuntuan itu akhirnya diselesaikan pada bulan Juni selama KTT NATO di Madrid setelah serangkaian negosiasi yang intens. Turki setuju untuk secara resmi mendukung aksesi Stockholm dan Helsinki ke blok militer dengan syarat bahwa mereka menindak kelompok yang dianggap Ankara sebagai “teroris” dan mengatasi masalah bilateral lainnya, seperti embargo senjata.
Namun, pembahasan tentang bagaimana tepatnya untuk mengimplementasikan kesepakatan itu masih berlangsung.