Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemimpin Chechnya Berjanji Kirim Anak-anaknya yang Masih Remaja ke Medan Perang untuk Bantu Rusia

Pemimpin Chechnya berjanji akan mengirim tiga anaknya, yang berusia 14, 15,16 tahun, dalam perang Ukraina untuk membantu Rusia.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Miftah
zoom-in Pemimpin Chechnya Berjanji Kirim Anak-anaknya yang Masih Remaja ke Medan Perang untuk Bantu Rusia
AFP/ALEXEY NIKOLSKY
Presiden Republik Chechnya Ramzan Kadyrov (kanan) berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di kediaman negara bagian Novo-Ogaryovo di luar Moskow. Ramzan Kadyrov berjanji akan mengirim tiga anaknya, yang berusia 14, 15,16 tahun, dalam perang Ukraina untuk membantu Rusia. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov berkata tiga anaknya, yang masih berusia 14, 15, dan 16 tahun, akan segera dikirim ke Ukraina untuk membantu pasukan Rusia.

Kadyrov adalah sekutu kuat Vladimir Putin, meskipun baru-baru ini mengkritik kepemimpinan militer Rusia, BBC.com melaporkan.

Di media sosial, Kadyrov menulis bahwa seorang ayah harus mengajari putranya cara melindungi keluarga, orang-orang, dan tanah air mereka.

Rusia telah menandatangani perjanjian PBB yang mencegah anak-anak di bawah usia 18 tahun mengambil bagian langsung dalam peperangan.

Menggunakan anak-anak di bawah usia 15 tahun untuk berpartisipasi dalam peperangan dianggap sebagai kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional.

Namun Rusia tidak mengakui yurisdiksi itu.

Baca juga: Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov Masuk Daftar Sanksi Departemen Keuangan AS

Dalam sebuah postingan panjang di aplikasi pesan Telegram, Kadyrov mengatakan pelatihan militer putranya sudah dimulai ketika mereka masih kecil.

BERITA REKOMENDASI

"Sekarang waktunya telah tiba bagi mereka untuk mengalami pertempuran nyata," ujarnya.

Kadyrov juga menyinggung orang-orang yang mengklaim bahwa orang-orang terdekatnya tidak ambil bagian dalam operasi militer di Ukraina.

Pengumuman Kadyrov itu disertai video yang memperlihatkan putra-putranya yang menembakkan berbagai senjata di tempat pelatihan.

Peran Chechnya dalam Invasi Rusia di Ukraina

Pasukan Chechnya di Ukraina diejek oleh beberapa pihak karena tampak lebih fokus mengunggah video-video ke media sosial daripada benar-benar ambil bagian dalam pertempuran garis depan.

Kadyrov telah memerintah Chechnya sejak 2007, ketika ia ditunjuk sebagai presiden wilayah Rusia selatan itu oleh Vladimir Putin.

Periode pemerintahannya terbilang relatif stabil di Chechnya, yang tidak berhasil berjuang untuk kemerdekaan selama satu dekade.

Presiden Republik Chechnya Ramzan Kadyrov (kanan) berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di kediamannya negara Novo-Ogaryovo di luar Moskow, (31 Agustus 2019). (Alexey NIKOLSKY/Sputnik/AFP)
Presiden Republik Chechnya Ramzan Kadyrov (kanan) berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di kediamannya negara Novo-Ogaryovo di luar Moskow, (31 Agustus 2019). (Alexey NIKOLSKY/Sputnik/AFP) (AFP/ALEXEY NIKOLSKY)

Baca juga: Rusia Sempat Kalah dari Ukraina, Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov Mengkritik: Kesalahan Telah Dibuat

Tapi Kadyrov telah dikritik karena memerintah dengan tangan besi, dan membiarkan pelanggaran hak asasi manusia berkembang.

Sebagai pendukung Vladimir Putin, pasukan Kadyrov telah berperang di Ukraina sejak awal invasi.

Namun, setelah kemunduran militer baru-baru ini di wilayah Kharkiv dan Donetsk, ia mengkritik kepemimpinan militer Rusia.

Kadyrov menyebut seorang komandan perang "biasa-biasa saja" dan mengeluhkan kurangnya logistik dasar.

Dia juga menyerukan Rusia untuk mengambil tindakan yang lebih drastis terhadap Ukraina, termasuk penggunaan senjata nuklir taktis.

Kremlin berkata bahwa keputusan seperti itu tidak boleh dibuat secara emosional.

Masalah Referendum Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson

Kritik Kadyrov ditujukan sebagai tanggapan atas mundurnya pasukan Rusia dari kota Lyman di Ukraina di wilayah Donetsk, yang dinilai sebuah kemunduran strategis utama bagi Moskow.

Merebut kota Lyman dianggap penting bagi pasukan Ukraina, karena dapat digunakan sebagai pijakan untuk menjangkau lebih jauh ke bagian Ukraina yang dikuasai Rusia.

Kota itu juga digunakan oleh Rusia sebagai pusat logistik.

Kekalahan di Lyman juga simbolis, karena terjadi hanya sehari setelah upacara penandatanganan pencaplokan empat wilayah yang diduduki Ukraina, termasuk Donetsk, tempat Lyman berada.

Wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson semuanya mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia.

Referendum itu tidak dianggap dan disebut "palsu" oleh Ukraina dan sekutu Baratnya.

Pada Minggu malam, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pasukan Ukraina juga telah merebut kembali beberapa wilayah di wilayah Kherson.

Komandan Rusia yang ditempatkan di Rusia, Vladimir Saldo, menyebut situasi di sana "menegangkan".

Ia juga mengakui pasukan Ukraina telah membuat kemajuan.

Tak satu pun dari empat wilayah yang baru diklaim oleh Rusia sepenuhnya berada di bawah kendali Rusia, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana aneksasi akan bekerja, terutama di wilayah yang dikuasai Ukraina.

Kremlin mengatakan akan "berkonsultasi" dengan penduduk wilayah Zaporizhzhia dan Kherson mengenai di mana perbatasan seharusnya berada.

Ini menunjukkan bahwa Rusia mungkin memutuskan untuk tidak mengklaim seluruh wilayah.

Di Luhansk dan Donetsk, situasinya berbeda.

Tepat sebelum perang dimulai, Putin mengakui seluruh wilayah itu sebagai republik independen, yang sekarang memilih untuk bergabung dengan Rusia.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas