Pemerintahan Albanese Salahkan Pemerintahan Morrison Atas Pengakuan Yarusalem Barat
Kebijakan ini menganulir pengakuan Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel oleh pemerintahan Morrison
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Australia telah menegaskan kembali posisi pemerintah sebelumnya bahwa kota Yerusalem merupakan status akhir yang harus diselesaikan sebagai bagian dari negosiasi perdamaian antara Israel dan masyarakat Palestina.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia, Penny Wong pada Selasa (18/10/2022) mengatakan, kebijakan ini menganulir pengakuan Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel oleh pemerintahan Morrison.
"Kedutaan Besar Australia telah lama berada dan akan tetap berada di Tel Aviv," ujar Wong dalam keterangannya lewat Kedutaan Besar Australia.
"Saya menyesal bahwa keputusan Morrison untuk berpolitik mengakibatkan pergeseran posisi Australia, dan penderitaan yang diakibatkan perubahan ini terhadap sejumlah warga di komunitas Australia yang sangat peduli dengan masalah ini," lanjutnya.
Wong menyatakan Australia berkomitmen terhadap penyelesaian dua-negara di mana Israel dan negara Palestina nantinya dapat hidup berdampingan, secara damai dan aman dalam perbatasan yang diakui secara internasional.
Baca juga: Kelompok HAM: Israel Tahan 798 Warga Palestina Tanpa Pengadilan
"Kami tidak akan mendukung upaya yang merusak harapan ini, Pemerintahan Albanese memperbarui komitmen Australia dalam upaya internasional untuk mewujudkan solusi dua-negara yang adil dan abadi," lanjutnya.
Namun Wong menegaskan Australia akan tetap menjadi rekan setia Israel.
"Kami merupakan salah satu negara pertama yang memberikan pengakuan resmi bagi Israel di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ben Chifley," ujarnya.
Menlu Wong berujar, Australia tetap akan memberikan dukungan terhadap Israel dan komunitas Yahudi di Australia.
Namun Australia juga akan kukuh mendukung masyarakat Palestina, memberikan sokongan kemanusiaan setiap tahun sejak 1951 dan mendukung kelanjutan negosiasi perdamaian.