230 Penduduk Sudan Tewas dalam Serangan Suku terkait Tanah Sengketa
Kerusuhan politik dan krisis ekonomi telah meningkat di seluruh Sudan sejak kudeta militer tahun lalu yang dipimpin oleh Abdel Fattah al-Burhan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Sedikitnya 230 orang tewas dan lebih dari 200 terluka dalam serangan di desa-desa di negara bagian Nil Biru, Sudan selama beberapa hari terakhir, menurut pihak berwenang.
Dilansir The Guardian, Menteri Kesehatan, Gamal Nasser al-Sayed mengatakan lebih dari 30.000 orang di delapan desa di daerah Wad al-Mahi harus mengungsi karena rumah mereka dibakar dan penduduk desa diserang.
Banyak wanita dan anak-anak berjalan selama beberapa jam untuk mencapai keselamatan di Kota Damazin dan Roseires, di kedua sisi Sungai Nil Biru.
“Sungguh memilukan melihat semua anak-anak ini dan ibu mereka yang harus berjalan berjam-jam untuk berlindung di sekolah-sekolah di sini," katanya.
"Banyak dari mereka sakit malaria dan kami harus meminta sumbangan kelambu; sebagai pelayanan, kami tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mendapatkannya," imbuhnya.
Kerusuhan politik dan krisis ekonomi telah meningkat di seluruh Sudan sejak kudeta militer tahun lalu yang dipimpin oleh panglima militer negara itu, Abdel Fattah al-Burhan.
Baca juga: Uganda Deklarasikan Wabah Ebola Strain Sudan Setelah 1 Orang Meninggal
Di negara bagian Nil Biru dan Kordofan Barat, ketegangan telah meningkat menjadi kekerasan brutal antara masyarakat atas sengketa tanah yang tidak terselesaikan oleh pemerintah pusat selama lebih dari satu dekade.
Faksi oposisi dari partai yang berkuasa telah dituduh mendukung dan mempersenjatai komunitas saingan.
Masalah akses ke tanah sangat penting di Sudan.
Berdasarkan data statiksik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang 43 persen dari lapangan kerja dan 30 persen dari PDB.
Penduduk desa melarikan diri tinggalkan segalanya
Abdo Yassen (37) seorang pegawai pemerintah menceritakan bagaimana dia meninggalkan segalanya di desanya untuk melarikan diri bersama istri dan anaknya.
“Ketika para penyerang datang dengan parang untuk membunuh seseorang dari desa kami, mereka memutilasinya menjadi beberapa bagian, mereka memotong kakinya," katanya.
Baca juga: Indonesia Resmi Punya Hubungan Diplomatik dengan Sudan Selatan, Dubes Segera Ditunjuk
"Kemudian lebih banyak penyerang datang dengan senjata untuk membakar rumah kami," ucapnya.
"Kami tidak punya apa-apa lagi, harus pergi saja,”imbuhnya.
“Kami meninggalkan beberapa pemuda untuk mengamati desa dari jauh sehingga ketika aman, orang bisa kembali.”
Pekan lalu koordinator kemanusiaan PBB di Sudan, Eddie Rowe, menyatakan keprihatinan atas pertempuran baru di negara bagian Nil Biru dan Kordofan Barat dan menyerukan diakhirinya kekerasan.
Pada akhir pekan, pemerintah Sudan mengatakan telah mengirim lebih banyak pasukan ke daerah itu untuk mengurangi ketegangan antara komunitas yang bersaing.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)