Ukraina Bersedia Negosiasi dengan Rusia, Tapi Tidak Mau Jika Presidennya Masih Vladimir Putin
Ukraina mengaku tidak pernah menolak bernegosiasi dengan Moskow, asalkan tidak dengan Presiden Rusia saat ini, Vladimir Putin.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Penasihat senior Presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak menegaskan bahwa Ukraina tidak pernah menolak untuk bernegosiasi dengan Rusia.
Menurut Podolyak, Ukraina siap berbicara dengan pemimpin Rusia tapi bukan Vladimir Putin.
Komentar dari pejabat tinggi Ukraina ini menyusul laporan Washington Post pada Sabtu (5/11/2022) tentang para pejabat AS yang secara pribadi mendorong Kyiv agar terbuka untuk bernegosiasi dengan Moskow.
"Ukraina tidak pernah menolak untuk bernegosiasi. Posisi negosiasi kami diketahui dan terbuka," tulis Podolyak di Twitter, pada Senin (7/11/2022), lapor Reuters.
Namun ia menegaskan Rusia harus terlebih dahulu menarik pasukannya dari Ukraina.
"Apakah Putin siap? Jelas tidak. Oleh karena itu, kami konstruktif dalam penilaian kami: kami akan berbicara dengan pemimpin berikutnya (Rusia)," imbuhnya.
Baca juga: Dibombardir Oleh Drone Rusia Tanpa Henti, Ukraina Terancam Kehabisan Senjata Pertahanan Udara
Di hari yang sama, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan Rusia terbuka untuk pembicaraan namun Ukraina yang menolak.
Baik Ukraina maupun AS mengatakan Rusia belum menunjukkan keseriusan dalam negosiasi.
Mereka merujuk pada mobilisasi militer Rusia baru-baru ini, perubahan rute ekonomi, hingga pencaplokan sejumlah wilayah Ukraina.
Sementara itu, muncul laporan baru bahwa AS dan NATO yakin pembicaraan damai akan terjadi jika Kyiv berhasil mengambil alih Kherson dengan memenangkan pertempuran melawan pasukan Rusia.
Perebutan kembali wilayah Ukraina selatan itu akan memiliki signifikansi strategis dan diplomatik, tulis La Repubblica pada Senin (7/11/2022), dilaporkan TASS.
Menurut surat kabar tersebut, Washington berhubungan dengan Brussel dan sekutunya mengenai masalah ini serta menanamkan ide ini ke dalam pikiran rezim Kyiv.
Artikel itu mencatat bahwa bukan kebetulan bahwa Washington dan NATO mengkonfirmasi pengiriman sejumlah rudal anti-drone ke Kyiv.
Poin utamanya adalah kembalinya Kherson, target strategis untuk mendapatkan akses laut dan kontrol atas sumber daya air, dapat mengubah arah konflik.
Ketika kota tersebut diambil, akan memungkinkan untuk mengadakan negosiasi dari posisi tersebut.
Menurut surat kabar itu, ini adalah pertama kalinya Gedung Putih mengizinkan skenario khusus seperti itu.
Memperoleh sistem pertahanan udara dan amunisi tambahan menjadi prioritas nomor satu Kyiv dalam beberapa pekan terakhir.
Pekan lalu, Jerman mengirim sistem Iris-T dan pada hari Senin.
Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksiy Reznikov menyambut baik sistem pertahanan udara Nasams dan Aspide, berterima kasih kepada Norwegia, Spanyol, dan AS.
Di sisi lain, Rusia sedang berusaha mendapatkan kembali kemenangan di Ukraina setelah serangkaian kemunduran di wilayah Kharkiv dan Kherson.
Sejauh ini, tampaknya Moskow berusaha melumpuhkan Ukraina dengan memutus pasokan listrik selama musim dingin.
Kemudian mengerahkan pasukannya yang baru dimobilisasi untuk mendapatkan dan merebut kembali wilayah di garis depan.
Pejabat AS Ingin Ukraina Terbuka untuk Negosiasi
Para pejabat Amerika Serikat (AS) dilaporkan memperingatkan pemerintah Ukraina secara pribadi agar membuka diri untuk bernegosiasi dengan Rusia.
Dilansir Guardian, para pejabat AS di Washington memperingatkan bahwa dukungan sekutu terhadap Ukraina dapat memburuk jika Kyiv terus tertutup untuk berunding.
Kepada Washington Post, para pejabat di pemerintahan Joe Biden mengaku bahwa sekutu mulai khawatir dengan dampak ekonomi dari perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.
Namun Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan Ukraina siap bernegosiasi asalkan pasukan Rusia angkat kaki dari negaranya.
Tentara Rusia juga diminta pergi dari Krimea, yang dicaplok Kremlin pada tahun 2014, serta Donbas, wilayah Ukraina timur yang dikuasai separatis pro-Rusia.
Selain itu, Zelensky juga menginginkan semua orang Rusia yang melakukan kejahatan perang di Ukraina diadili.
Sebelumnya, Zelensky bersikeras tidak akan melakukan pembicaraan damai dengan pemimpin Rusia saat ini, Vladimir Putin.
Baca juga: Putin Teken UU untuk Mobilisasi Warga Rusia yang Dihukum Karena Kejahatan Berat
Baca juga: Pejabat AS Sebut Zelensky Pertaruhkan Dukungan Sekutu Jika Menolak Diskusi dengan Rusia
Ia menandatangani dekrit yang menetapkan bahwa Kyiv hanya akan bernegosiasi dengan Presiden Rusia setelah Putin.
Menurut pejabat AS dalam laporan Washington Post, beberapa sekutu di Eropa, Afrika, dan Amerika Latin prihatin dengan lonjakan harga energi dan krisis pangan akibat perang.
"Kelelahan terhadap Ukraina adalah hal yang nyata bagi beberapa mitra kami," kata seorang pejabat AS.
Mereka meminta Kyiv memberi sinyal keterbukaan untuk bernegosiasi, bukan untuk mendorong Ukraina segera berunding, namun untuk mempertahankan dukungan dari beberapa sekutu, lapor Post.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.