Iran Peringatkan Arab Saudi, Kesabaran Bisa Habis hingga Ada Pembalasan
Iran memperingatkan Arab Saudi, berjanji akan melakukan pembalasan jika kesabarannya telah habis.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Intelijen Iran, Esmail Khatib memperingatkan Arab Saudi bahwa Teheran tidak bisa menjamin akan terus menahan kesabaran.
"Hingga saat ini, Iran telah mengadopsi kesabaran strategis dengan rasionalitas yang tegas, tetapi tidak dapat menjamin bahwa itu tidak akan habis jika permusuhan berlanjut," lapor kantor berita Fars mengutip Esmail Khatib.
"Jika Iran memutuskan untuk membalas dan menghukum, istana kaca akan runtuh dan negara-negara ini tidak akan mengalami stabilitas lagi," imbuhnya.
Dilansir Reuters, Iran menuduh musuh regionalnya itu mengobarkan kerusuhan di dalam negeri sejak kematian Mahsa Amini.
Gadis Kurdi tersebut meninggal dunia dalam tahanan polisi pada September lalu setelah ditangkap diduga karena tidak mengenakan jilbab dengan benar.
Sejak saat itu, protes besar-besaran pecah di Iran.
Baca juga: Iran Akhirnya Mengaku Pasok Drone ke Rusia sebelum Perang Ukraina
Gejolak ini menjadi salah satu tantangan terbesar bagi para pemimpin Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Bulan lalu, kepala Pengawal Revolusi Iran, Hossein Salami, memperingatkan Riyadh untuk mengendalikan medianya.
"Saya memperingatkan keluarga penguasa Saudi. Perhatikan perilaku Anda dan kendalikan media ini jika tidak, Anda akan membayar harganya."
"Ini adalah peringatan terakhir kami karena Anda mencampuri urusan negara kami melalui media ini. Kami katakan, hati-hati," kata Salami, menurut media pemerintah Iran.
Teheran membantah bahwa ini merupakan ancaman untuk Riyadh, menyusul laporan Wall Street Journal tentang ancaman serangan Iran ke Arab Saudi.
Media Amerika itu melaporkan bahwa Saudi berbagi informasi intelijen dengan AS untuk memperingatkan potensi serangan dari Iran.
Iran Ancam Perusuh
Komandan Angkatan Darat Iran mengatakan pada Rabu (9/11/2022) bahwa "perusuh" tidak akan memiliki tempat di Republik Islam.
Ini menyusul perintah dari Pemimpin Tertinggi negara itu, Ayatollah Ali Khamenei, untuk menindak aksi protes nasional dengan keras, lapor VOA News.
"Jika dia memutuskan untuk berurusan dengan mereka, para perusuh tidak akan lagi mendapat tempat di negara ini," kata Brigadir Jenderal Kiumars Heydari.
Demonstrasi anti-pemerintah meletus pada bulan September setelah kematian Mahsa Amini, yang ditahan polisi moral karena diduga melanggar aturan berpakaian yang diterapkan untuk wanita.
Baca juga: AS dan Arab Saudi Saling Tukar Informasi Intelijen soal Ancaman Serangan Iran
Baca juga: Iran Tuduh 2 Jurnalis Wanita yang Laporkan Kematian Mahsa Amini sebagai Mata-mata CIA
Protes dengan cepat berubah menjadi pemberontakan yang diikuti mahasiswa, dokter, hingga atlet.
Jenderal Heydari berbicara 40 hari setelah pertumpahan darah di kota Zahedan yang sebagian besar penduduknya Sunni, yang menjadi titik nyala protes.
Amnesti Internasional mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 66 orang di sana pada 30 September.
Pihak berwenang di Zahedan memecat sejumlah petinggi polisi yang bertugas di dekat tempat pembunuhan itu terjadi.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.