Kemarahan Muncul setelah AS Tetapkan MBS Kebal Atas Kematian Jamal Khashoggi
Amerika Serikat menyebut Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman kebal atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
![Kemarahan Muncul setelah AS Tetapkan MBS Kebal Atas Kematian Jamal Khashoggi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/biden-jamal-khashoggi-mbs.jpg)
Pengaduan tersebut menuduh pemimpin Saudi dan para pejabatnya telah "menculik, mengikat, membius dan menyiksa, serta membunuh jurnalis penduduk AS dan advokat demokrasi Jamal Khashoggi".
Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, berkata: "Hari ini adalah kekebalan. Semuanya menambah impunitas."
Baca juga: Pejabat AS: Washington akan Amati Sikap Arab Saudi setelah Sanksi atas Pembunuhan Jamal Khashoggi
Perbaiki Hubungan dengan Arab Saudi
![Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan penguasa de facto Arab Saudi Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) dijadwalkan bertemu pada akhir bulan ini.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/biden-mbs.jpg)
Pemberian kekebalan untuk MBS ini setelah sang Putra Mahkota secara resmi menjabat sebagai Perdana Menteri Arab Saudi pada bulan September.
Di Arab Saudi, kekuasaan berada di tangan Raja, putra mahkota, dan bangsawan yang memiliki hubungan darah langsung.
MBS sangat berkuasa sejak ia menjadi putra mahkota pada tahun 2017.
Dikutip dari Al Jazeera, sangat tidak mungkin bahwa AS, sebagai mitra strategis dan pemasok senjata Arab Saudi, akan memfasilitasi penangkapan MBS.
Tetapi memberinya kekebalan dengan cara ini akan menyebabkan kelegaan di pengadilan kerajaan Saudi.
Baca juga: Joe Biden Pertanyakan Pernyataan Zelensky soal Rudal di Polandia
Meski begitu, kejadian ini telah memicu badai protes dari kelompok hak asasi manusia serta tunangan Khashoggi.
Mendasari semua ini adalah keinginan Washington untuk memperbaiki hubungannya yang buruk dengan kepemimpinan Saudi.
Bukan rahasia lagi bahwa MBS dan Presiden Biden tidak menyukai satu sama lain.
Baru-baru ini, Arab Saudi dengan gamblang menolak permintaan AS untuk memompa lebih banyak minyak untuk menurunkan harga bahan bakar.
Hal tersebut dianggap Washington sebagai bentuk penghinaan.
Selain itu, Saudi memiliki hubungan yang semakin hangat dengan Rusia dan China.
Akan ada banyak orang di istana kerajaan yang diam-diam mengharapkan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, yang memilih Riyadh untuk kunjungan luar negeri pertamanya sebagai Presiden.
(Tribunnews.com/Whiesa)