AS, Jepang dan Korsel Jatuhkan Sanksi Baru ke Korut atas Uji Coba Rudal
Washington mengatakan, peluncuran rudal balistik Pyongyang telah menimbulkan risiko besar bagi kawasan Asia dan seluruh dunia.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi baru terhadap pejabat Korea Utara yang terlibat dengan program uji coba rudal.
Washington mengatakan, peluncuran rudal balistik Pyongyang telah menimbulkan risiko besar bagi kawasan Asia dan seluruh dunia.
Melansir dari Al Jazeera, Departemen Keuangan AS pada Kamis (1/12/2022) mengungkapkan pejabat-pejabat Korea Utara yang dijatuhi sanksi tersebut, antara lain Jon Il Ho, Yu Jin, dan Kim Su Gil, yang semuanya telah dijatuhi sanksi oleh Uni Eropa pada April. Sanksi tersebut akan membekukan aset milik pejabat Pyongyang yang berada di AS.
Baca juga: Ikut-ikutan Kecam Uji Coba ICBM, Korut Juluki Sekjen PBB Sebagai Boneka Amerika
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengumumkan sanksi terhadap tujuh orang lainnya, termasuk seorang warga Singapura dan Taiwan, serta delapan entitas. Semua individu itu sudah dijatuhi sanksi oleh AS yang diberlakukan antara Januari 2018 dan Oktober 2022, kata kementerian itu.
Jepang juga menunjuk tiga entitas dan satu individu dalam sanksi terbaru, kata Kementerian Luar Negeri Jepang, termasuk Grup Lazarus, yang diduga melakukan serangan siber.
China dan Rusia telah memblokir upaya baru-baru ini untuk memberlakukan lebih banyak sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Korea Utara, dengan mengatakan sanksi Pyongyang seharusnya dilonggarkan untuk memulai pembicaraan dan menghindari tindakan yang membahayakan kemanusiaan.
Pernyataan itu membuat Washington fokus pada upaya trilateral dengan Jepang dan Korea Selatan, serta mitra Eropa.
Sanksi terbaru datang menyusul uji coba rudal balistik antarbenua pada 18 November oleh Korea Utara, yang menjadi bagian dari serangkaian peluncuran lebih dari 60 rudal tahun ini. Sanksi tersebut juga muncul di tengah kekhawatiran bahwa Pyongyang kemungkinan akan melanjutkan uji coba senjata nuklir, yang telah ditangguhkan sejak 2017.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan uji coba itu mengancam keamanan global dan memicu tindakan hukuman terbaru, "menggarisbawahi tekad berkelanjutan kami untuk mempromosikan akuntabilitas dalam menanggapi kecepatan, skala, dan cakupan peluncuran rudal balistik Pyongyang".
Baca juga: Rudal Balistik Korut yang Meluncur di Perbataan Korsel Untu Peringatkan Agar AS Tak Macam-macam
Departemen Keuangan AS mengatakan uji coba rudal “menunjukkan perlunya semua negara untuk sepenuhnya menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB”, yang dimaksudkan untuk mencegah Korea Utara memperoleh teknologi, bahan baku, dan pendapatan yang dibutuhkannya untuk mengembangkan kemampuan rudal nuklir dan balistiknya.
Sebagai informasi, pejabat Korea Utara yang terkena sanksi, Jon Il Ho dan Yu Jin, telah memainkan peran penting dalam pengembangan senjata pemusnah massal (WMD), dengan masing-masing menjabat sebagai wakil direktur dan direktur Departemen Industri Amunisi Korea Utara.
Sementara Kim Su Gil menjabat sebagai direktur Biro Politik Umum Tentara Rakyat Korea dari 2018 hingga 2021 dan mengawasi implementasi keputusan terkait program WMD.
Baca juga: Peluncuran Rudal Balistik Antarbenua Korut Diduga Gagal, Tiba-tiba Menghilang dari Radar
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan langkah terbaru itu adalah bagian dari upayanya untuk menanggapi dengan tegas ancaman nuklir dan rudal Korea Utara yang semakin meningkat.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan sebelumnya, Washington berkomitmen untuk menggunakan tekanan dan diplomasi untuk membujuk Korea Utara agar menyerahkan persenjataan nuklirnya.
Sullivan mengungkapkan pemerintah AS tidak memiliki "ilusi" mengenai tantangan tersebut, tetapi tetap berkomitmen untuk meminta pertanggungjawaban Pyongyang.
Seorang juru bicara di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengatakan sanksi telah memperlambat pengembangan program senjata Korea Utara, dan Pyongyang telah menunjukkan upaya yang semakin putus asa untuk menghasilkan pendapatan seperti pencurian mata uang virtual dan kejahatan dunia maya lainnya untuk mendanai program senjatanya.
"Keputusan Korea Utara untuk terus mengabaikan jangkauan kami bukan untuk kepentingan terbaik mereka, atau untuk kepentingan rakyat Korea Utara," kata juru bicara itu.