Menlu Rusia Sergey Lavrov Ingatkan Lagi Potensi Pecahnya Perang Nuklir
Menlu Rusia Sergey Lavrov kembali mengingatkan potensi pecahnya perang nuklir diawali perang konvensional di Ukraina.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memperingatkan setiap konflik antara negara-negara nuklir kemungkinan akan meningkat menjadi perang nuklir habis-habisan.
Karena itu ia mengingatkan kemungkinan itu harus dihindari dengan segala cara. Sergey Lavrov menggelar jump apers membicarakan sejumlah topik terkini di Moskow, Kamis (1/12/2022) waktu setempat.
“Setiap perang antara kekuatan nuklir tidak dapat diterima. Bahkan jika seseorang memutuskan untuk memulainya dengan cara konvensional, akan ada risiko besar yang meningkat menjadi nuklir,” kata Lavrov.
Diplomat itu ditanya tentang upaya bersama Moskow dan Washington untuk mengurangi kemampuan strategis mereka.
Lavrov menanggapi dengan menunjukkan pada September 2021 AS pada dasarnya telah membekukan pembicaraan bilateral.
Terutama kesepakatan pembatasan senjata ofensif strategis (nuklir), jauh sebelum Rusia melancarkan operasi militernya di Ukraina.
“Tidak sulit untuk mengetahui apa alasan mereka,” kata Lavrov. Dia mengakui, tanggung jawab Washington dan Moskow sebagai dua kekuatan nuklir terbesar di dunia tidak berubah.
Para pemimpin Rusia dan Amerika pernah mengatakan, perang nuklir tidak dapat dimenangkan oleh siapa pun dan oleh karena itu tidak boleh dibiarkan.
Baca juga: Politisi AS Tulsi Gabbard Peringatkan Potensi Perang Nuklir di Konflik Rusia-Ukraina
Baca juga: Presiden Belarusia: Invasi di Ukraina Harus Segera Diakhiri untuk Hindari Potensi Perang Nuklir
Baca juga: Digertak Joe Biden, Kim Jong Un Balik Mengancam AS Bakal Lancarkan Perang Nuklir
Lavrov menambahkan Rusia bersedia mengambil pernyataan itu lebih jauh dan menekankan setiap konflik antara negara-negara nuklir tidak dapat diterima.
Perang konvensional memiliki risiko "besar" untuk meningkat menjadi perselisihan nuklir.
“Ini juga mengapa kami sangat cemas menyaksikan retorika yang dimuntahkan barat yang menuduh kami mempersiapkan provokasi menggunakan senjata pemusnah massal,” kata Lavrov.
Ia menunjuk AS, Prancis, dan Inggris, melakukan segalanya untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam konflik di Ukraina.
Pada dasarnya negara-negara itu menurut Lavrov mengobarkan perang melawan Rusia melalui tangan Ukraina.
“Ini tren yang berbahaya,” Lavrov memperingatkan. Ancaman perang nuklir telah menjadi topik hangat baru-baru ini sejak Putin berjanji pada akhir September untuk mempertahankan wilayah Rusia menggunakan semua kekuatan dan sumber daya yang mereka miliki.
Pernyataannya kemudian ditafsirkan secara luas oleh pakar dan pejabat barat sebagai peringatan nuklir terselubung.
Putin kemudian mengklarifikasi pernyataannya dengan mengatakan Moskow bahkan tidak menyebutkan senjata nuklir taktis, apalagi mengancam akan menggunakan senjata atom.
Selama konferensi pers hari Kamis, Lavrov menegaskan kembali doktrin nuklir Moskow, di mana penggunaan senjata pemusnah massal diizinkan hanya sebagai tanggapan balasan terhadap serangan nuklir musuh atau serangan konvensional yang membahayakan negara Rusia.
AS menurut Lavrov, sedang mengejar tujuan geostrategis tanpa memperhatikan risiko eskalasi nuklir di tengah konflik Ukraina yang sedang berlangsung.
Selain soal isu perang nuklir, Lavrov juga menjelaskan pilihan target serangan Rusia di Ukraina, dan menyinggung komentar kontroversial baru-baru ini oleh Paus Fransiskus yang cenderung memojokkan sejarah orang Rusia.
Berikut poin-poin pernyataan Menlu Rusia Sergey Lavrov pada konferesi pers di Moskow, Kamis (1/12/2022) ;
1. Pembicaraan Damai Bohong
Lavrov mengatakan, banyak orang berbohong ketika mengklaim Rusia menawarkan bernegosiasi dengan Ukraina dengan itikad buruk dan hanya tertarik untuk mengulur waktu bagi militernya untuk berkumpul kembali.
“Kami tidak pernah meminta negosiasi apa pun. Tetapi kami selalu menyatakan jika seseorang memiliki kepentingan dalam penyelesaian yang dirundingkan, kami siap mendengarkan,” katanya, menunjuk pada pembicaraan di Istanbul pada akhir Maret sebagai contoh.
Dia menuduh AS mendorong Kiev ke arah konfrontasi militer yang berkelanjutan dan menggagalkan proses perdamaian. Washington berusaha melemahkan Rusia dan mendapat untung dari penjualan senjata.
2. Penaklukan AS atas Keamanan Eropa
Sergey Lavrov menegaskan, Moskow tidak membutuhkan arsitektur keamanan yang coba dibangun oleh negara-negara barat tanpa Rusia dan Belarusia. “Keamanan Eropa sekarang bermuara pada sepenuhnya tunduk pada AS,” tambahnya.
Beberapa tahun yang lalu, menurut Lavrov, Prancis dan Jerman berusaha mencari kebebasan dari perlindungan militer Amerika.
Tetapi AS bertekad untuk menjadikan NATO sangat diperlukan, dan ingin mengadu domba negara-negara Eropa lainnya dengan Rusia.
Jika mereka memilih untuk mengubah arah ini, Moskow akan bersedia membahas alternatif yang lebih baik.
3. Peran NATO di Konflik Ukraina
Lavrov mengingatkan, negara-negara barat tidak boleh mengklaim mereka bukan peserta dalam perang Ukraina, mengingat semua yang telah mereka lakukan untuk Kiev.
“Kami mengambil objek infrastruktur, yang memungkinkan Anda memompa senjata mematikan ke Ukraina sehingga mereka dapat membunuh orang Rusia. Jadi jangan katakan AS dan NATO bukan bagian dari perang ini. Anda berpartisipasi di dalamnya secara langsung,” tegas Lavrov.
Selain mengirim senjata, anggota NATO melatih pasukan Ukraina baik di tanah mereka maupun di darat.
Ada sejumlah besar tentara bayaran yang terlibat, berbagi intelijen terbuka sementara sejumlah besar target yang diserang oleh Kiev dipilih penguasa barat dari rezim ini," katanya.
4. Risiko Pecahnya Perang Nuklir
Sergey Lavrov menyatakan, Rusia percaya setiap konflik bersenjata antara negara-negara nuklir harus dihindari dan mendesak negara-negara lain untuk mengambil sikap yang sama.
“Bahkan jika seseorang berencana untuk memulai perang dengan senjata konvensional, risikonya menjadi perang nuklir akan sangat besar,” jelasnya.
Dia menambahkan ini membuat klaim barat Rusia dapat menggunakan senjata pemusnah massal di Ukraina sangat memprihatinkan.
5. Tanggapi Pernyataan Paus Fransiscus
Menlu Sergey Lavrov mengkritik Paus Franciscus karena membuat pernyataan kontroversial tentang Buryat dan Chechnya, dua dari banyak kelompok etnis di Rusia.
Kedua kelompok etnis ini bertugas di Angkatan Bersenjata Rusia, dan mengambil bagian dalam operasi militer khusus di Ukraina.
Klaim Paus yang menyatakan mereka sangat rentan bertindak brutal di medan perang, menurut Lavrov, aneh dan tidak Kristiani. Menurutnya pernyataan itu tidak membantu perdamaian di Ukraina dan reputasi Tahta Suci.
6. Buka Pintu untuk Negosiasi
Menlu Lavrov menegaskan, Moskow tidak akan menolak kontak apa pun dengan pihak mana pun yang berusaha untuk terlibat.
Tetapi Rusia tidak mengharapkan pembicaraan yang bermanfaat terjadi dengan negara-negara barat untuk saat ini.
“Siapa pun yang meminta percakapan telepon mendapatkannya, presiden berbicara kepada mereka tanpa batasan waktu. Tapi kami tidak mendengar ide yang berarti,” kata Lavrov.
Kebijakan barat untuk tidak membahas Ukraina tanpa Ukraina menurut Lavrov setidaknya naif dan jelas cacat. Sebab tidak mungkin mengabaikan konflik Ukraina ketika membahas stabilitas global.
Bagaimanapun, AS telah menginginkan kekalahan Rusia, pemain utama dalam keamanan global, sebagai tujuannya di Ukraina.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.