PBB Tunda Pemilihan Duta Myanmar di PBB, Khawatir soal Kedekatan Rusia dan Junta Militer Myanmar
PBB tunda pemilihan Duta Myanmar di PBB. Mereka khawatir dengan kedekatan Rusia dan militer Myanmar yang telah melakukan kudeta pada Februari 2021.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menunda keputusan pemilihan Duta Myanmar di PBB karena hubungan militer Myanmar dan Rusia.
Petinggi PBB menilai Rusia saat ini semakin dekat dengan para pemimpin kudeta di Myanmar.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi PBB untuk mencapai konsensus internasional di Myanmar.
Komite Kredensial PBB yang terdiri dari sembilan anggota, bertemu pada 29 November 2022.
Mereka mempertimbangkan Duta Besar PBB dari Myanmar, Kyaw Moe Tun, yang sempat menjabat pada tahun 2021 sebelum kudeta.
Baca juga: Indonesia Sambut Baik Inisiatif Junta Militer Myanmar Bebaskan Ribuan Tahanan Politik dan WNA
Kyaw Moe Tun sebelumnya ditunjuk oleh Presiden terpilih Myanmar, Aung San Suu Kyi, sebelum kudeta pada Februari 2021.
Komite Kredensial PBB akan menyerahkan rekomendasinya kepada Majelis Umum PBB, seperti diberitakan Al Jazeera.
Kyaw Moe Tun, yang tetap menjabat setelah kudeta, memilih untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan menangguhkan keanggotaan Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Baca juga: Jokowi Serukan Setop Kekerasan di Myanmar dalam KTT ASEAN
Meski Kyaw Moe Tun berada dipihaknya, PBB tetap khawatir dengan Rusia yang semakin dekat dengan Jenderal Min Aung Hlaing yang kini memimpin Myanmar di bawah militer.
Baik China maupun Rusia telah secara terbuka mendukung rezim jenderal senior Min Aung Hlaing.
Komite Kredensial PBB awalnya setuju untuk menahan Kyaw Moe Tun selama satu tahun lagi.
Namun, PBB memutuskan menunda penggantian Kyaw Moe Tun.
Para kritikus khawatir jika Kyaw Moe Tun diganti, maka dapat membuka pintu bagi Rusia untuk berperang atas nama militer Myanmar.
“Saya tidak ingin melebih-lebihkan pentingnya Myanmar bagi Rusia. Ini adalah negara klien lapis kedua, tapi hari ini Rusia hanya memiliki sedikit teman, dan Min Aung Hlaing telah menjilat Presiden Putin, dalam usahanya yang putus asa untuk mendapatkan legitimasi internasional,” kata Zachary Abuza, seorang profesor di National War College di AS.
Baca juga: Junta Myanmar Sebut Tekanan ASEAN Justru akan Ciptakan Implikasi Negatif
Kedekatan Rusia dan Myanmar
Rusia secara aktif mendukung militer Myanmar.
Vladimir Putin mengundang Jenderal Min Aung Hlaing ke Rusia pada September 2022, seperti diberitakan IISS.
Putin melindungi rezim militer Jenderal Min Aung Hlaing dari sanksi Dewan Keamanan PBB, dan menyediakan senjata dan minyak bumi.
“Di luar penunjukan kembali Kyaw Moe Tun di PBB, Rusia sulit diajak bekerja sama (dalam hal mencapai konsensus di komunitas internasional untuk menekan rezim) dan secara terbuka mendukung militer Myanmar," kata Scot Marciel, mantan duta besar AS untuk Myanmar.
"China tampaknya juga mengkonsolidasikan dukungannya untuk rezim tersebut,” lanjutnya.
Min Aung Hlaing bertemu Vladimir Putin untuk pertama kalinya sejak kudeta pada September 2022 di sela-sela Forum Ekonomi Timur (EEF) yang diselenggarakan di Vladivostok, Rusia.
Delegasi dari Kementerian Sains dan Teknologi militer Myanmar bulan lalu mempelajari pembangkit listrik tenaga nuklir di Rusia dan menandatangani beberapa kesepakatan, menurut media Myanmar Than Lwin Times.
Kesepakatan ini termasuk rencana untuk membangun pusat teknologi nuklir dengan reaktor kecil di Yangon, kata militer Kapten Kaung Thu Win.
“Militer Myanmar mengatakan mereka tidak akan menggunakan (proyek) untuk membuat senjata. Namun, di luar pandangan, itu dapat menghasilkan senjata setelah pembangkit nuklir dibangun," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Demo Anti Kudeta Myanmar