Xi Jinping Bawa Huawei Kembangkan Teknologi 5G di Arab Saudi
Presiden China Xi Jinping disambut megah di Istana Yamamah Riyad Saudi Arabia. Xi diterima Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran MBS.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, RIYADH – Presiden China Xi Jinping membawa raksasa teknologi Huawei guna mengembangkan teknologi 5G di Arab Saudi.
Keikutsertaan Huawei jadi bagian kesepakatan kerjasama bernilai ratusan triliun rupiah yang ditandatangani kedua negara di Riyadh, Kamis (8/12/2022).
Xi Jinping tiba di Istana Riyadh dalam upacara penyambutan yang megah. Ia diterima Raja Salman dan Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman.
Pertemuan pemimpin kedua negara kali ini menunjukkan hubungan China-Arab Saudi telah diangkat ke titik tertinggi baru.
Selain perjanjian kerjasama ekonomi, kedua negara sepakat untuk mengadakan pertemuan antara pemimpin negara secara bergiliran setiap dua tahun.
Para ahli percaya upaya diversifikasi industri Arab Saudi dapat menjadi pasangan yang sempurna untuk Belt and Road Initiative China.
Selama kunjungan tersebut, perusahaan Saudi dan China menandatangani 34 perjanjian investasi, meliputi energi hijau, transportasi, logistik, industri medis dan konstruksi.
Kunjungan tiga hari Xi Jinping ke kerajaan Saudi termasuk menghadiri KTT Arab dan Teluk diawasi ketat oleh AS mengingat hubungan Washington- Riyadh berada pada titik terendah.
Baca juga: Video Arab Saudi Sambut Presiden China Xi Jinping dengan Meriah dan Mewah, Beda dengan Joe Biden
Baca juga: Xi Jinping Bakal Saksikan Penandatanganan Kontrak Triliunan di Arab Saudi
Baca juga: Arab Saudi Belanja Persenjataan dari China Senilai Rp 62,5 Triliun
Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), penguasa de facto pengekspor minyak terbesar dunia, menyambut Xi di Istana Yamamah Riyadd, yang merupakan kediaman resmi raja.
Terkait kehadiran Huawei, pejabat keamanan AS telah memperingatkan merek China seperti Huawei dapat digunakan untuk mengganggu jaringan nirkabel generasi kelima (5G) dan mengumpulkan informasi sensitif.
Namun Huawei telah mengambil bagian dalam membangun jaringan 5G di sebagian besar negara Teluk meskipun ada kekhawatiran dari AS.
Kedatangan Xi Jinping di Saudi Arabia sejak awal disambut istimewa. Formasi jet tempur Arab Saudi terbang mengawal kedatangan pesawat kepresidenan China di langit Riyadh.
Para pemimpin Arab juga mulai berkumpul di ibu kota Saudi menjelang pertemuan puncak dengan Xi, yang akan mengadakan pembicaraan terpisah dengan enam anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC).
Para pemimpin yang berkumpul di Riyadh termasuk Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Presiden Tunisia Kais Saied, Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemimpin de facto Sudan Abdel Fattah al-Burhan.
Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani, Perdana Menteri Maroko Aziz Akhannouch dan Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati juga mengonfirmasi kehadiran mereka.
Kunjungan Xi Jinping menjadi saksi upaya kedua belah pihak untuk meningkatkan pertukaran orang-ke-orang antara kedua negara.
Xi Jinping dikutip media Saudi mengatakan, China dan Arab Saudi telah saling mengagumi dan melakukan pertukaran persahabatan sejak zaman kuno.
Rasa saling menghormati tersebut telah dilakukan hingga saat ini. China setuju mendaftarkan Arab Saudi sebagai tujuan perjalanan kelompok dan memperluas pertukaran personel serta pertukaran budaya dan orang-ke-orang antara kedua belah pihak.
Para ahli percaya hubungan China-Saudi memainkan peran penting dalam meningkatkan hubungan antara China dan negara-negara Arab, sebagai contoh kerja sama Selatan-Selatan.
Sebagai satu-satunya anggota G20 di antara negara-negara Arab, Arab Saudi telah melihat pengaruh regionalnya tumbuh.
Kini lebih banyak negara Arab menyadari China mempromosikan perdamaian dan pembangunan di kawasan, sementara AS lebih banyak memicu konflik.
Abdulaziz O. Sager, Kepala Pusat Penelitian Teluk di Arab Saudi mengatakan kepada Global Times hubungan China-Arab Saudi adalah contoh baik di kawasan Timur Tengah.
Hubungan yang hebat didasarkan pada saling menguntungkan kepentingan dan non-intervensi dalam masalah domestik dari kedua belah pihak.
"Kami tidak akan ikut campur dalam masalah antara AS dan China. Kami tidak akan mengambil posisi AS terkait China. Kami pikir hubungan kami dengan China sangat penting, dan sangat berharga," kata Sager.
“Ada banyak hal yang saling melengkapi antara BRI dan visi Saudi 2030,” kata Sager, mencatat ini membuka banyak peluang bagi China dan Arab Saudi untuk memiliki ikatan yang lebih kuat.
Di masa lalu, banyak negara Timur Tengah dipandang sebagai proksi barat tetapi sekarang mencoba untuk menghilangkan identitas tersebut dengan mengerjakan pembangunan sendiri.
Mereka mencari keseimbangan dalam kerja sama dengan negara-negara besar. Hal ini dikemukakan Zhu Weilie, Direktur Timur Tengah Studies Institute di Shanghai International Studies University.
"Hubungan strategis China-Saudi kini telah memasuki tingkat baru yang mencakup lebih banyak bidang, dan kedua negara memiliki aspirasi yang sama dalam pembangunan dan reformasi negara, terutama dalam energi hijau dan ekonomi digital," kata Zhu.
Fahad Almeniaee, Direktur Unit China dan Timur Jauh dari Pusat Penelitian dan Pengetahuan Komunikasi yang berbasis di Riyadh, mengatakan kunjungan Xi berhasil dengan semua standar.
Mengomentari KTT China-Saudi, situs berita Middle East Eye mengatakan tujuan China dan Teluk selaras dalam banyak domain.
"Ini kenyataan yang berkembang di Teluk dan kemungkinan KTT akan meningkatkan sinergi ekonomi ini ke tingkat yang baru. Selanjutnya menantang hegemoni AS," kata situs berita itu.
Kunjungan Xi ke Arab Saudi ini menggarisbawahi pengaruh Beijing yang tumbuh di Timur Tengah dan menggambarkan perbedaan perlakuan saat Presiden AS Joe Biden berkunjung ke Arab Saudi pada Juli.
"Lebih banyak negara Teluk memahami ketika AS menyebutkan keamanan, itu menjadi tidak aman bagi mereka,” kata Wang Guangda, Sekjen Pusat Penelitian China-Arab di Reformasi dan Pembangunan di Shanghai International Studies University.
China berharap untuk mempromosikan manfaat bagi orang-orang dari kedua belah pihak daripada bersaing dengan AS dalam hal pengaruh di Kawasan, atau mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS.
Hubungan China-GCC telah mencapai perkembangan yang sehat, stabil dan komprehensif, berada di garis depan hubungan China dengan negara-negara Arab. China tetap menjadi mitra dagang terbesar GCC sejak lama.(Tribunnews.com/Aljazeera/GlobalTimes/xna)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.