Video Jokowi Pidato Keras di Depan Para Pemimpin Uni Eropa, Ada Apa?
Presiden Jokowi mendorong agar kemitraan ASEAN dan Uni Eropa harus didasarkan pada prinsip kesetaraan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BELGIA - Presiden Jokowi menyampaikan pidato di depan sejumlah pemimpin negara Uni Eropa di Brussel Belgia, Rabu (14/12/2022) waktu setempat.
Jokowi berada di Brussel untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 45 Tahun ASEAN-Uni Eropa.
Dalam pidatonya di KTT tersebut, Presiden Jokowi mendorong agar kemitraan ASEAN dan Uni Eropa harus didasarkan pada prinsip kesetaraan.
Adapun sebagai Ketua ASEAN 2023, Presiden Jokowi merupakan satu dari enam pemimpin yang diminta menyampaikan pandangan di acara pembukaan.
Dengan nada tegas dan keras, Jokowi berkali-kali mengungkit soal kesetaraan dan kemitraan.
“Jika kita ingin membangun sebuah kemitraan yang baik, maka kemitraan harus didasarkan pada kesetaraan, tidak boleh ada pemaksaan," ujar Jokowi dilansir dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden.
"Tidak boleh lagi ada pihak yang selalu mendikte dan beranggapan bahwa my standard is better than yours," tegasnya.
Baca juga: Bertemu dengan PM Belanda, Jokowi Berharap Kemitraan Asean dengan Uni Eropa Lebih Diperkuat
Hadir dalam KTT adalah pemimpin negara Anggota ASEAN yakni Singapura, Filipina, Laos, Kamboja, Vietnam, dan Malaysia.
Sementara dari Uni Eropa hadir Presiden dan Ketua Parlemen Uni Eropa.
Juga hadir sejumlah pimpinan dan kepala negara di Eropa seperti Perdana Menteri Belanda, Kanselir Jerman, Perdana Menteri Belgia, Perdana Menteri Finlandia, dan sejumlah pemimpin Eropa lainnya.
Simak Pidatonya Berikut Ini :
Diduga Ini yang Bikin Jokowi Kesal dengan Uni Eropa
Presiden Jokowi pekan lalu menyiapkan dua langkah balasan untuk menghadapinya Uni Eropa dalam sengketa Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) WTO terkait kebijakan larangan ekspor nikel.
Seperti diketahui, Indonesia kalah dalam gugatan terkait larangan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah (raw material) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Dua langkah yang akan diambil Jokowi adalah:
Pertama, Indonesia akan mengajukan banding usai kalah di WTO.
"Meskipun kita kalah di WTO, kita kalah urusan nikel ini digugat Uni Eropa. Enggak apa-apa, saya sudah sampaikan ke Menteri (ESDM) (ajukan) banding," katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi di Jakarta, Rabu (30/11/2022) dikutip dari Kompas.com.
Jokowi menegaskan tidak boleh ada ekspor bijih nikel ke negara lain.
Pasalnya, sejak keputusan menghentikan ekspor bahan mentah nikel, Indonesia mengantongi pendapatan hingga Rp 300 triliun dari sebelumnya hanya Rp 20 triliun.
"Usahakan kita jangan ekspor dalam bentuk bahan mentah, raw material. Sudah beratus tahun kita mengekspor itu, setop. Cari investor, investasi agar masuk ke sana sehingga nilai tambahnya ada," ucapnya.
"Seperti nikel, (nilai tambahnya setelah setop ekspor bahan mentah) dari Rp 20 triliun meloncat jadi Rp 300 triliun sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus yang sebelumnya selalu negatif berpuluh-puluh tahun," sambung Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo ini kembali menegaskan, Indonesia tidak akan melemah untuk mengajukan banding kembali atas kebijakan penyetopan ekspor bijih nikel.
Karena kata Jokowi, Indonesia ingin menjadi negara maju serta menciptakan lapangan kerja yang banyak.
Kedua, ada kemungkinan pemerintah menaikkan pajak ekspor bijih nikel sebagai cara untuk melanjutkan hilirisasi salah satu mineral logam tersebut.
Melansir Kompas.com, hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Bahlil mengatakan kenaikan pajak ekspor nikel dimungkinkan sebagai cara lain di luar upaya banding yang akan diajukan P
Pada 2021, Uni Eropa telah mengajukan gugatan ke WTO terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia.
Gugatan Uni Eropa ini berawal dari terbitnya kebijakan pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah sejak 2020.
Kebijakan itu dianggap melanggar Artikel XI GATT tentang komitmen untuk tidak menghambat perdagangan.
Pemerintah pun memutuskan untuk melawan gugatan Uni Eropa atas sengketa DS 592-Measures Relating to Raw Materials tersebut.
Namun, dalam upaya melawan Uni Eropa, pemerintah perlu memperkuat dan melengkapi argumen yang akan dibawa ke WTO.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com