Konflik Ukraina Dikhawatirkan Merembet ke Kosovo, Presiden Serbia Was-was
Uni Eropa secara de facto sedang berperang di Ukraina, sehingga blok itu ingin 'halaman belakangnya' termasuk Serbia ditundukkan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEOGRAD - Presiden Serbia Aleksandar Vucic kini menghadapi tekanan keras dari Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan NATO atas Kosovo karena konflik yang terjadi di Ukraina dikhawatirkan akan merembet.
Dikutip dari Russia Today, Selasa (24/1/2023), Aleksandar Vucic mengatakan negara Barat memberi penghargaan kepada otoritas etnis Albania di provinsi yang memisahkan diri itu atas kampanye kekerasan mereka terhadap Serbia.
Berbicara setelah melakukan pertemuan dengan pimpinan partainya yang berkuasa, Vucic membahas mengenai 'proposal' yang diajukan Barat yang meminta Serbia untuk menerima keanggotaan provinsi yang memisahkan diri itu dalam organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), UE, NATO atau organisasi lainnya.
Ia menegaskan, dokumen itu 'hampir tidak berisi apapun yang membuat kami senang'.
Vucic menjelaskan, Uni Eropa secara de facto sedang berperang di Ukraina, sehingga blok itu ingin 'halaman belakangnya' termasuk Serbia ditundukkan.
"Konflik tidak akan mereda, tetapi hanya akan menyebar. Anda lihat sekarang, bukan hanya Rusia versus Ukraina. Segera akan menyebar ke wilayah lain," tegas Vucic.
Vucic menyesali keengganan Barat untuk mendengarkan alasan, bahkan setelah jelas bahwa semua insiden baru-baru ini yang terjadi di Kosovo disebabkan oleh otoritas etnis Albania di Pristina.
"Bahkan ketika UE mengakui hal ini, mereka terus memberikan penghargaan kepada Kosovo, menerima permohonan keanggotaannya dan memberikannya izin masuk bebas visa," papar Vucic.
Baca juga: Studi: Konflik Rusia-Ukraina Bikin Jerman Kehilangan 4,5 Persen PDB 2023
Saat Serbia bermaksud untuk mempertahankan kepentingannya, Vucic menjelaskan akan sulit untuk menghentikan penerimaan Kosovo ke Dewan Eropa atau NATO.
Dokumen tersebut tidak mewajibkan Serbia untuk secara eksplisit mengakui Kosovo sebagai negara merdeka.
"Namun secara implisit menuntut Serbia untuk tidak menentang keanggotaan Kosovo di PBB," jelas Vucic.
Baca juga: Belarusia Lakukan Latihan Militer, Antisipasi Konflik Ukraina dan Rusia Memburuk di Perbatasan
Vucic pun memperingatkan bahwa jika Serbia menolak, UE akan menghentikan semua proses integrasi, memberlakukan kembali rezim visa, menghentikan semua investasi baru dan menarik semua yang ada saat ini.
"Anda tahu apa artinya ini bagi Serbia yang diisolasi dengan cara apapun," kata Vucic, mengacu pada sanksi yang diberlakukan pada 1990-an selama Perang Yugoslavia.
Ia juga mencatat bahwa ini adalah masa jabatan terakhirnya sebagai presiden, dan dirinya tidak akan segan untuk mengundurkan diri jika itu berarti melindungi negara atau mengulur waktu.
Baca juga: SBY Sebut Konflik Ukraina-Rusia Bisa Jadi Embrio Terjadinya Perang Dunia Ketiga
Pasukan NATO menguasai Kosovo pada 1999, setelah hampir tiga bulan membom Serbia atas nama pemberontak etnis Albania.
Pemerintah sementara provinsi itu mendeklarasikan kemerdekaan pada 2008, namun Serbia sejauh ini menolak tekanan AS dan UE untuk mengakuinya, dengan mengandalkan dukungan dari Rusia dan China.