Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gedung Putih Bantah Laporan Jurnalis Peraih Pulitzer Prize yang Sebut AS Dalang Sabotase Nord Stream

Gedung Putih dengan tegas menolak laporan yang dirilis jurnalis investigasi veteran Seymour Hersh yang menyebut AS berada di balik sabotase

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Gedung Putih Bantah Laporan Jurnalis Peraih Pulitzer Prize yang Sebut AS Dalang Sabotase Nord Stream
Kementerian Pertahanan Denmark
Lokasi kebocoran pipa Nord Stream 

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Gedung Putih dengan tegas menolak laporan yang dirilis jurnalis investigasi veteran Seymour Hersh yang menyebut AS berada di balik sabotase pipa gas Nord Stream pada tahun lalu.

Dalam laporan yang diterbitkan Hersh, jurnalis itu menulis penyelam Angkatan Laut AS yang dibantu oleh Norwegia telah menanam bahan peledak di pipa yang mengalir di bawah Laut Baltik antara Rusia dan Jerman pada Juni lalu yang meledakkan Nord Stream tiga bulan kemudian.

Dilansir dari South China Morning Post, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Adrienne Watson, menggambarkan laporan Hersh, yang diterbitkan di layanan web Substack, sebagai "fiksi lengkap".

Baca juga: Mantan Penasehat Pentagon Tunjuk Siapa yang Jadi Tersangka Nord Stream

Sedangkan seorang juru bicara Badan Intelijen Pusat AS menggemakan penolakan Gedung Putih, dengan menyebut laporan itu "sepenuhnya dan sepenuhnya salah".

Sementara kementerian luar negeri Norwegia menjawab pertanyaan mengenai klaim Hersh yang menyebut keterlibatan Oslo dalam operasi tersebut, dengan mengatakan, “Klaim ini salah”.

Ledakan pipa Nord Stream pada September tahun lalu, membuat negara-negara Barat menyalahkan Rusia, sehingga menambah kemarahan terhadap Moskow setelah invasinya ke Ukraina.

Berita Rekomendasi

Namun sejauh ini, peroses penyelidikan yang dilakukan otoritas Swedia, Denmark, dan Jerman belum menyalahkan satu negara atau pihak mana pun.

Hersh menambahkan, keputusan untuk mengebom jaringan pipa, yang ditutup tetapi masih mengandung sisa gas, dibuat secara rahasia oleh Presiden AS Joe Biden untuk menghentikan kemampuan Moskow menghasilkan keuntungan dari penjualan gas alam ke Eropa.

Baca juga: Intelijen Rusia Punya Bukti Amerika Cs yang Sabotase Pipa Gas Nord Stream

AS juga percaya pipa tersebut memberi Rusia pengaruh politik atas Jerman dan Eropa Barat yang dapat digunakan untuk melemahkan komitmen mereka ke Ukraina setelah Rusia menginvasi Kyiv, menurut Hersh.

Hersh juga mengungkapkan, dua minggu sebelum Rusia menginvasi Ukraina, Biden sendiri mengatakan secara terbuka bahwa AS tidak akan mengizinkan beroperasinya pipa Nord Stream 2 yang baru dibuka jika Rusia menyerang Ukraina.

Mengutip seorang sumber yang tidak disebutkan namanya, Hersh menduga ide tersebut muncul pertama kali pada Desember 2021 dalam diskusi di antara penasihat keamanan nasional utama Biden tentang bagaimana menanggapi invasi Rusia ke Ukraina yang diperkirakan bakal terjadi.

CIA mengembangkan rencana tersebut, di bawah kedok latihan NATO pada Juni 2022, dengan penyelam Angkatan Laut AS yang dibantu Norwegia, menanam bahan peledak di jalur pipa yang dapat diledakkan dari jarak jauh, tulis Hersh.

Baca juga: Intelijen Rusia Punya Bukti Amerika Cs yang Sabotase Pipa Gas Nord Stream

Dalam spekulasi setelah pipa meledak pada 26 September, beberapa negara dikatakan memiliki motif untuk tindakan tersebut termasuk Rusia, Jerman, Ukraina, Polandia, Inggris, dan Amerika Serikat.

Meskipun begitu, pihak Barat terus memojokkan Rusia, sedangkan Moskow menuduh AS dan Inggris adalah pihak yang melakukan sabotase.

Hersh adalah mantan reporter New York Times yang memenangkan banyak penghargaan untuk jurnalisme investigasinya, termasuk tentang perang Vietnam dan skandal Abu Ghraib tahun 2004 setelah invasi AS ke Irak.

Baru-baru ini, dia menyulut kontroversi dengan menerbitkan sebuah laporan yang membantah klaim versi pemerintahan Obama tentang pembunuhan pendiri al-Qaeda Osama bin Laden pada 2011 dalam operasi pasukan khusus AS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas