Ekspatriat di Uni Emirat Arab Turut Berpuasa demi Eratkan Solidaritas dengan Warga Lokal
Sejumlah warga ekspatriat non-Muslim turut bergabung dengan warga Uni Emirat Arab dengan ikut menjalani puasa.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, DUBAI - Di antara ribuan Muslim di Uni EmiratArab (UEA) berpuasa setiap hari dari fajar hingga senja selama 1 bulan penuh, sejumlah warga ekspatriat non-Muslim turut bergabung dengan mereka dengan ikut menjalani puasa.
Inisiatif itu mereka ambil untuk memberikan penghormatan sekaligus mengekspresikan solidaritas terhadap populasi Muslim yang besar di negara itu.
Ekspatriat asal Filipina Dr Jeramie Umali yang telah tinggal di UEA selama empat tahun terakhir, merupakan salah satu penduduk yang berpuasa selama hampir 30 hari selama Ramadan.
Ia pernah menjadi penduduk Kerajaan Arab Saudi, tempat dirinya bekerja sebagai dokter digi. Dr Umali mengatakan bahwa puasa telah menjadi hal yang wajar baginya.
Dikutip dari Khaleej Times, Jumat (24/3/2023), awalnya dirinya tidak mengetahui tradisi lokal, kemudian ia bertanya-tanya mengapa orang tidak makan selama waktu tertentu di bulan tertentu.
Namun ia segera mulai menghargai esensi dari praktik yang dilakukan umat Islam saat Ramadan dan apa yang terkandung di dalamnya.

"Ketika saya berada di Arab Saudi bekerja sebagai Dokter Gigi, saya melihat rekan-rekan Muslim saya di sekitar saya akan menahan diri dari makanan dan minuman," ujarnya.
"Awalnya saya bertanya-tanya mengapa, tetapi dengan cepat saya belajar tentang tradisi tersebut. Saya bekerja di KSA selama 8 tahun sebelum saya datang ke UEA pada 2019. Tapi di sini pun saya melanjutkan (berpuasa saat Ramadan)," tutur Dr. Umali.
Apa yang dimulai di Arab Saudi sebagai kepatuhan sederhana terhadap aturan, di mana bahkan non-Muslim pun diminta untuk menahan diri dari makan, minum, dan merokok di depan umum selama bulan suci, segera diserap sebagai kebiasaan seumur hidup oleh ekspatriat Filipina ini.
Ia tetap menerapkan kebiasaan ini di luar, menghormati rekan-rekan Muslimnya yang berpuasa.
Baca juga: Kiat Para Pemain Muslim di Liga Primer Inggris Tetap Tampil Prima Saat Berpuasa
"Saya berpuasa selama 30 hari selama Ramadan. Sebisa mungkin saya juga menahan diri untuk tidak minum air putih. Selama tiga tahun berturut-turut Ramadan, kurang lebih bertepatan dengan Prapaskah juga."
"Prapaskah sekali lagi merupakan masa ketika banyak orang Kristen berkomitmen untuk berpuasa. Ini dikenal sebagai kurban Prapaskah," kata warga yang beragama Kristen itu.
Baca juga: Presiden Joe Biden Ucapkan Selamat Ramadan, Tak Singgung Muslim Palestina
Sementara Ramadan adalah waktu khusus untuk refleksi, peningkatan diri, kebaikan dan spiritualitas, dengan puasa menjadi salah satu pilar utama bulan suci.
"Ada beberapa dampak positif puasa terhadap kesehatan seseorang. Ini mendukung penurunan berat badan dan meningkatkan kebugaran secara keseluruhan. Ini juga meningkatkan rasa kedekatan dan persahabatan dengan teman dan kolega Muslim seseorang," papar Dr. umali.
Bersamaan dengan puasa, kata dia, dirinya pribadi juga cenderung melakukan praktik sehat lainnya.
Baca juga: Hilal Tak Terlihat, Awal Puasa Ramadan Muslim India dan Bangladesh Diundur ke Jumat, 24 Maret 2023
Puasa juga memungkinkan seseorang untuk mengembangkan kapasitas pengendalian diri dan penyangkalan diri.
"Seseorang belajar menguasai diri sendiri sampai batas tertentu. Saya merasakan manfaatnya karena saya telah berpuasa selama bertahun-tahun sekarang. Ini bukan hanya suatu bentuk penyangkalan diri yang dengannya seseorang dapat mengendalikan diri, namun kita juga belajar untuk menguasai banyak dorongan yang melampaui makan dan minum. Ini mirip dengan Prapaskah yang merupakan musim doa, puasa dan sedekah. Jadi, kemauan anda dan 'kekuatan memberi' menjadi pusat perhatian," tegas Dr Umali.
Meskipun ia lebih suka mengakhiri puasanya dengan mengkonsumsi makanan ringan, dirinya juga merenungkan bagaimana cara komunal menciptakan perasaan bonhomie.
"Bulan suci adalah masa puasa, tapi makanan juga penting. Karena kita tinggal di negara yang memiliki beragam budaya, kita belajar tentang berbagai resep dan keluarga, dan restoran menyajikan makanan tradisi yang penting selama Iftar," ungkapnya.
"Fakta bahwa setiap orang duduk dan makan bersama, baik dengan teman atau keluarga sungguh istimewa. Bulan ini juga sangat meriah di mana seluruh komunitas berkumpul untuk makan dan bergembira di malam hari. Saya merasa bagian itu sama-sama mengharukan," pungkas Dr Umali.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.