Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Brazil Lula da Silva Segera Bertemu Xi Jinping, Usulkan 'Klub Perdamaian' Ukraina

Presiden Brazil Lula da Silva meyakini bahwa negara-negara nonblok seperti Brazil memiliki peluang terbaik untuk menengahi kesepakatan damai.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Presiden Brazil Lula da Silva Segera Bertemu Xi Jinping, Usulkan 'Klub Perdamaian' Ukraina
Ricardo STUCKERT / Kepresidenan Brasil / AFP
Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva akan mempresentasikan visinya untuk membentuk 'Klub Perdamaian' internasional yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik di Ukraina. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, BRAZILIA - Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva akan mempresentasikan visinya untuk membentuk 'Klub Perdamaian' internasional yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik di Ukraina.

Wacana ini akan ia sampaikan saat bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing pada minggu ini.

Seperti yang dibocorkan Menteri Luar Negeri Brazil, Mauro Vieira pada Jumat (24/3/2023) kemarin.

Lula, yang tetap netral dalam merespons konflik tersebut, meyakini bahwa negara-negara nonblok seperti Brazil memiliki peluang terbaik untuk menengahi kesepakatan damai.

Baca juga: Viral Foto Palsu Putin Berlutut di Hadapan Xi Jinping, Hasil Uji AI Detector 57 Persen Rekayasa

"Kami sangat tertarik untuk mempromosikan atau membantu menghasilkan semacam pertemuan yang akan mengarah pada proses perdamaian. Presiden telah berkali-kali mengatakan bahwa ia mendengar banyak kata tentang perang tetapi sangat sedikit kata tentang perdamaian, ia tertarik dengan percakapan damai," kata Vieira membocorkan mengenai harapan Lula da Silva.

Dikutip dari laman Russia Today, Minggu (26/3/2023), sejak mengalahkan sayap kanan Jair Bolsonaro dalam pemilu Oktober 2022, Lula--begitu ia biasa dipanggil--sebagian besar berpegang pada kebijakan netralitas pendahulunya di Ukraina.

BERITA TERKAIT

Namun, Lula telah mengambil peran yang lebih aktif secara internasional daripada Bolsonaro, dengan mengumumkan pada Januari lalu bahwa ia bermaksud untuk menggalang kelompok mirip G20 'untuk mengakhiri konflik Rusia dan Ukraina'.

"Penting untuk membentuk kelompok dengan kekuatan yang cukup untuk dihormati di meja perundingan, dan duduk bersama kedua belah pihak," tegas Lula saat itu.

Selama kampanye pemilihannya, Lula menyatakan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy 'bertanggung jawab seperti (Presiden Rusia Vladimir) Putin atas perang tersebut' dan mengutuk para pemimpin Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) karena menjanjikan keanggotaan NATO ke Ukraina.

Baca juga: Pakar Pertanyakan Pasokan Selongsong Uranium untuk Ukraina: Padahal Sebabkan Kanker di Irak & Libya

Sejak menjabat, pemimpin Brasil itu telah bertemu dengan Presiden AS Joe Biden dan Kanselir Jerman Olaf Scholz.

Ia juga telah berbicara melalui telepon dengan Zelenskyy dan Putin, menekankan perlunya menemukan 'jalan keluar untuk mengakhiri perang ini', setelah bertemu Biden bulan lalu.

Seruan Lula untuk perdamaian pun digaungkan oleh China yang merilis 12 poin 'Posisi Penyelesaian Politik Krisis Ukraina' pada dua minggu kemudian.

Rencana China tersebut disambut baik oleh Putin, namun ditolak oleh AS, dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Senin lalu menggambarkan proposal China sebagai 'langkah taktis' untuk menghentikan konflik yang menguntungkan Rusia,

Sementara di Ukraina, Zelenskyy mengatakan pada bulan lalu bahwa ia hanya setuju dengan beberapa poin dalam dokumen tersebut.

Setiap rencana yang diajukan oleh Lula dan calon anggota 'Klub Perdamaian' miliknya dapat diterima dengan cara yang sama, seperti yang terjadi saat Meksiko mengusulkan rencana perdamaiannya sendiri di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun lalu.

Saat itu, Penasihat pemerintah Ukraina Mikhail Podoliak menolak proposal Meksiko dan menyebutnya sebagai 'rencana Rusia', Ukraina bahkan merilis rencana perdamaian sepuluh poinnya sendiri dua bulan kemudian.

Rencana Ukraina itu termasuk di antaranya tuntutan agar Rusia menyerahkan wilayah Krimea ke Ukraina dan mengirim pejabatnya ke pengadilan kejahatan perang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas