Pernyataan Dubes China untuk Perancis Timbulkan Gelombang Amarah Banyak Negara
Duta Besar China untuk Perancis, Lu Shaye membuat pernyataan menghebohkan dunia perihal pandangan Tiongkok terhadap kedaulatan negara
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar China untuk Perancis, Lu Shaye membuat pernyataan menghebohkan dunia perihal pandangan Tiongkok terhadap kedaulatan negara-negara bekas Uni Soviet tak punya status efektif di bawah hukum internasional.
Pernyataan Lu Shaye ini menjadi kontroversi yang menimbulkan keresahan bukan hanya bagi Ukraina yang tengah diinvasi oleh Rusia sejak Februari lalu.
Memandang hal ini, Dewan Pimpinan Pusat Pelajar Islam Indonesia (DPP PII) menyebut seharusnya masyarakat dunia mengutuk pandangan China karena dianggap melecehkan kedaulatan sebuah negara.
Wakil Bendahara DPP PII, Furqan Raka mengatakan Dubes China merupakan cerminan sikap Beijing terhadap negara-negara yang dianggap Tiongkok tidak memiliki status hukum internasional.
"Sebagai respons atas pernyataan Lu Shaye, tiga negara Baltik Uni Eropa telah memanggil utusan China di negara masing-masing, untuk dimintai penjelasan. Ketiga negara itu, yakni Lithuania, Estonia, dan Latvia," kata Furqan kepada wartawan, Jumat (5/5/2023).
DPP PII menilai wajar jika negara-negara tersebut marah dan meminta penjelasan atas pernyataan Duta Besar China untuk Perancis. Terlebih Lu Shaye menyebut ada sejarah di mana Krimea awalnya merupakan bagian dari Rusia dan Khrushchev yang menawarkan Krimea ke Ukraina selama periode Uni Soviet.
"Kami dengar Menteri Luar Negeri Estonia, Margus Tsahkna menyatakan kemarahan dan ketidakpuasan dengan sikap Beijing terhadap negaranya, seperti yang disampaikan Lu Shaye," tutur Furqan.
Berdasarkan laporan dari sejumlah media, disebutkan bahwa Gedung Putih menuding Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, merupakan propaganda Rusia dan China di mana beijing ingin Rusia terhindar dari kekalahan.
Presiden Brasil diketahui juga menawarkan diri sebagai perantara perdamaian, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, di Brasília minggu lalu, tapi di sisi lain belum pernah bertemu dengan pejabat senior Ukraina.
Baca juga: Dubes Rusia untuk AS: Gedung Putih Tak Punya Nyali Kutuk Serangan Ukraina di Kremlin
“Dari laporan sejumlah media, Gedung Putih menuduh Lula adalah propaganda Rusia dan China, dimana Beijing ingin Rusia terhindar dari kekalahan,” pungkas Furqan.