Gadis Berusia 11 Tahun jadi Korban Serangan Rudal Rusia ke Ukraina, Tewas Bersama Ibunya
Seorang gadis berusia 11 tahun menjadi korban serangan rudal Rusia ke Ibu Kota Ukraina, Kyiv. Serangan rudal itu dilancarkan melalui drone.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Gadis berusia 11 tahun menjadi korban setelah Rusia melancarkan serangan rudal ke Ibu Kota Ukraina, Kyiv, Kamis (1/6/2023).
Gadis tersebut tewas bersama ibunya yang berusia 34 tahun dan seorang wanita berusia 33 tahun.
Dikutip dari BBC, total korban tewas akibat serangan rudal Rusia ini mencapai tiga orang.
Selain itu, sebanyak 11 orang dilaporkan terluka di distrik Desnyanskyi dan Dniprovskyi timur.
Sebelumnya, pejabat di Ukraina menyebut dua bocah dinyatakan tewas, tapi pernyataan tersebut segera direvisi.
Serangan ini menjadi serangan keempat dalam minggu ini, dan telah terjadi 17 serangan sepanjang bulan Mei di Kyiv.
Baca juga: 3 Warga Ukraina Tewas dan 10 Terluka dalam Serangan Rudal Rusia di Kyiv Hari Ini
Gambar yang dibagikan oleh otoritas militer setempat menunjukkan tim penyelamat merawat orang-orang, serta bangunan yang rusak.
Dalam sejumlah postingan dini hari di Telegram, Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko mengatakan "serangkaian ledakan" telah terjadi di kota itu, dan penyelamat telah menangani puing-puing yang berjatuhan dan kebakaran.
Sementara itu, para pejabat yang didukung Rusia di wilayah Luhansk timur Ukraina mengatakan lima orang telah tewas dan 19 lainnya terluka oleh penembakan Ukraina di sebuah peternakan unggas pada hari Rabu.
Pada Kamis pagi, gubernur wilayah Belgorod Rusia barat, yang berbatasan dengan Ukraina, mengatakan sedikitnya dua orang terluka dalam serangan di kota Shebekino yang dia tuduh dilakukan oleh pasukan Ukraina.
"Malam kembali menegangkan bagi Shebekino. Pasukan Ukraina menembaki kota selama satu jam," tulis Vyacheslav Gladkov di saluran Telegramnya.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-463: Kepala Wagner Akui Warga Irak Tewas Berperang di Ukraina
Presiden Prancis Inginkan Jaminan Keamanan Ukraina
Presiden Prancis, Emmanuel Macron berpendapat bahwa Ukraina "melindungi Eropa" dan harus diberikan jaminan keamanan oleh NATO.
"Itulah mengapa saya mendukung, menawarkan jaminan keamanan yang nyata dan kredibel ke Ukraina," kata Macron, dikutip dari RT News.
Dia menambahkan bahwa akan menjadi kepentingan anggota NATO untuk memberikan jaminan tersebut, sementara Kyiv menunggu persetujuan untuk bergabung dengan aliansi militer Barat.
Baca juga: Rusia Klaim Telah Hancurkan Kapal Perang Terakhir Ukraina
Prancis dan kekuatan Barat lainnya telah memberikan bantuan militer senilai miliaran dolar ke Ukraina sejak konflik dengan Rusia dimulai pada Februari 2022.
Namun, mereka berhenti menawarkan perlindungan menyeluruh yang diberikan kepada anggota NATO.
Pasal 5 perjanjian pendirian blok menetapkan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota.
"Kita harus membangun sesuatu antara keamanan yang diberikan kepada Israel dan keanggotaan penuh," kata Macron.
Presiden Prancis, yang pernah menggambarkan aliansi yang berbasis di Brussel itu sebagai "mati otak", mengatakan bahwa krisis Ukraina telah "menyentuh NATO".
Baca juga: Perbatasan Rusia-Ukraina Memanas, Kremlin akan Evakuasi Ratusan Anak dari Belgorod
Macron meminta anggota blok untuk "mengintensifkan" bantuan militer ke Kyiv, sehingga memiliki semua yang dibutuhkan untuk serangan balasan yang efektif terhadap pasukan Rusia.
Meskipun mengakui bahwa kontribusi AS telah menjadi kunci dalam memungkinkan Ukraina mempertahankan diri, Macron berpendapat bahwa Eropa harus membangun industri pertahanannya sendiri daripada mengandalkan Washington untuk perlindungan.
"Mari kita bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Amerika Serikat, tetapi apakah pemerintahan ini selamanya ada? Itulah mengapa pilar pertahanan Eropa dalam NATO sangat diperluka," kata Macron.
(Tribunnews.com/Whiesa)