Konflik di Sudan Masih Berlanjut, Pembicaraan Damai Ditunda, Pihak Bertikai Langgar Gencatan Senjata
Konflik di Sudan, Afrika masih berlanjut sejak pecah pada 15 April 2023 kemarin. Berikut ini update konflik di Sudan antara SAF dan RSF paramiliter.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Konflik di Sudan, Afrika masih berlanjut sejak pecah pada 15 April 2023 kemarin.
Pertempuran mendorong bangsa tersebut ke dalam perang habis-habisan sejak Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter berselisih.
Menurut Proyek Lokasi Konflik Bersenjata dan Data Peristiwa melaporkan lebih dari 1.800 orang tewas akibat perang saudara di Sudan.
Sementara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan sedikitnya 1,6 juta orang mengungsi baik di dalam negeri mau pun yang melintasi perbatasan.
Banyak warga Sudan banyak yang melarikan diri ke Mesir, Chad, dan Sudan Selatan.
Beberapa gencatan senjata telah dilanggar oleh kedua belah pihak.
Negosiasi perdamaian yang ditengahi oleh Saudi dan Amerika Serikat (AS) kini telah ditangguhkan.
Baca juga: Perang Saudara di Sudan, Gencatan Senjata yang Ditengahi AS dan Arab Mulai Berlaku Selama Seminggu
Berikut ini update konflik di Sudan antara SAF dan RSF paramiliter, yang dilansir dari Al Jazeera:
1. Sanksi pertama terkait konflik di Sudan
Pada Kamis (1/6/2023), AS memberlakukan sanksi pertama terkait konflik di Sudan.
Washington memperingatkan bahwa Gedung Putih akan meminta pertanggungjawaban semua orang yang merusak perdamaian di negara Afrika timur itu.
Sanski AS menargetkan perusahaan yang terkait dengan aktor konflik, termasuk Kepala RSF Mohamed Hamdan Dagalo, perusahaan pertahanan yang terkait dengan Angkatan Bersenjata Sudan yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al Burhan.
Gedung Putih juga bersiap memberlakukan pembatasan visa terhadap aktor yang melakukan kekerasan, tetapi tidka mengidentifikasi mereka.
Sanksi ditargetkan untuk mempengaruhi perusahaan-perusahaan tersebut dengan cara yang akan membuat pihak yang bertikai memiliki lebih sedikit amunisi untuk melawan dan memaksa mereka kembali ke meja perundingan, menurut Hiba Morgan dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Sudan.