Di Tengah Pembatasan terhadap Perempuan, PBB Ungkap Hampir Mustahil Akui Pemerintahan Taliban
Utusan PBB di Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan hampir tidak mungkin bagi komunitas internasional untuk mengakui pemerintah Taliban.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan hampir tidak mungkin bagi komunitas internasional untuk mengakui pemerintah Taliban selama pembatasan terhadap perempuan dan anak perempuran tetap diberlakukan, lapor Al Jazeera.
Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) tersebut mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa Taliban meminta PBB dan 192 anggota lainnya untuk mengakui mereka.
"Tetapi pada saat yang sama, mereka bertindak melawan nilai-nilai utama yang dinyatakan dalam Piagam PBB," tegas Otunbayeva, dikutip Ap News.
"Saya blak-blak tentang hambatan yang mereka buat untuk diri mereka sendiri," ucapnya kepada Dewan Keamanan PBB.
“Kami telah menyampaikan kepada mereka bahwa selama dekrit ini diberlakukan, hampir tidak mungkin pemerintah mereka diakui oleh anggota komunitas internasional,” kata Otunbayeva.
Diwartakan Arab News, Taliban merebut kekuasan di Afghanistan pada Agustus 2021 ketika pasukan Amerika Serikat (AS0 dan NATO menarik diri dari negara itu.
Baca juga: Taliban Larang Musik di Aula Pernikahan, Disebut Bertentang dengan Ajaran Agama
Keputusan kelompok itu yang membatasi partisipasi anak perempuan dan perempuan berdampak pada bantuan asing ke negara itu, yang warganya menghadapi krisis kemanusiaan terbesar di dunia.
Taliban awalnya menjanjikan aturan yang lebih moderat daripada selama masa pertama mereka berkuasa dari tahun 1996 hingga 2001.
Tapi kelompok itu mulai memberlakukan pembatasan pada perempuan dan anak perempuan setelah pengambilalihan tahun 2021.
Wanita dilarang dari sebagian besar pekerjaan dan tempat umum, termasuk taman, pemandian, dan pusat kebugaran, sementara anak perempuan dilarang dari pendidikan di atas kelas enam.
Taliban juga mengembalikan interpretasi mereka yang ketat terhadap hukum Islam, atau Syariah, termasuk eksekusi publik.
Otunbayeva mengatakan Taliban tidak memberinya penjelasan atas larangan tersebut.
"Tidak ada jaminan bahwa itu akan dicabut," kata Otunbayeva, menurut situs UN News.
Pria itu menegaskan PBB tetap "teguh" bahwa staf nasional perempuan tidak akan digantikan oleh staf laki-laki "seperti yang disarankan beberapa otoritas Taliban".
Baca juga: Taliban hancurkan ladang opium dalam perang melawan narkoba
Mengakhiri pidatonya di Dewan Keamanan, Otunbayeva mengatakan PBB di Afghanistan akan terus terlibat dengan penguasa Taliban di negara itu.
Dia memberi catatan bahwa ada lebih banyak yang dapat dilakukan jika pembatasan terhadap perempuan dicabut.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)