Apa yang Terjadi di India? Kekerasan dan Pembantaian Meletus di Berbagai Tempat Targetkan Minoritas
Kekerasan hingga pembunuhan terjadi di sejumlah tempat di India, umat Muslim yang merupakan minoritas menjadi sasaran utama.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah aksi kekerasan dan pembantaian terjadi di beberapa tempat di India pekan ini, termasuk penembakan tiga pria Muslim oleh seorang petugas polisi kerata api.
Peristiwa lain juga terjadi menjelang digelarnya KTT G20 di New Delhi pada 9-10 September 2023 mendatang.
Mengutip cnn.com, kekerasan meletus di negara bagian Haryana pada Senin (31/7/2023) setelah sebuah organisasi Hindu sayap kanan memimpin prosesi keagamaan di wilayah Nuh yang didominasi Muslim.
Bentrokan menyebar ke beberapa distrik di pusat keuangan dan teknologi, Gurugram, juga dikenal sebagai Gurgaon.
Wilayah itu adalah rumah bagi lebih dari 1,5 juta penduduk dan ratusan perusahaan global.
Massa kekerasan sebagian besar menargetkan properti milik Muslim, membakar rumah, bangunan dan menghancurkan toko dan restoran mereka.
Baca juga: Polisi Khusus KA di India Tembaki Penumpang di Dalam Kereta yang Sedang Berjalan, 4 Orang Tewas
Sedikitnya enam orang tewas, termasuk dua personel polisi dan seorang ulama yang berada di dalam masjid yang dibakar.
Lebih dari 110 orang telah ditangkap, kata pihak berwenang.
Konselor distrik Gurugram mendesak warga untuk berdiam di rumah dan memerintahkan penutupan beberapa lembaga pendidikan swasta dan kantor pemerintah.
Di hari yang sama dengan kekerasan itu, di dalam sebuah kereta yang sedang berjalan dari Maharashtra menuju Mumbai, serangan mematikan lainnya terjadi.
Seorang petugas polisi khusus kereta api (Polsuska) menembaki kereta yang berjalan, menewaskan empat orang, termasuk seorang polsuska senior dan tiga penumpang Muslim, menurut laporan lokal dan beberapa anggota keluarga yang telah berbicara dengan CNN.
Dalam sebuah video yang muncul setelahnya, petugas itu terlihat berdiri di dekat tubuh tak bernyawa, dengan senjata api di lengannya, sementara para penumpang yang ketakutan berkerumun di ujung gerbong.
Petugas itu melirik jenazah, lalu melihat sekeliling gerbong sambil berkata:
“Kalau kalian mau mencoblos, kalau mau tinggal di Hindustan (India), maka hanya pilih Modi dan Yogi."
Ia merujuk pada PM India Narendra Modi dan biksu Hindu Yogi Adityanath yang menjadi menteri utama di Uttar Pradesh, negara bagian terpadat di India.
Salah satu korban, Asgar Ali, adalah seorang penjual gelang yang sedang dalam perjalanan untuk mencari pekerjaan baru di Mumbai ketika penembakan itu terjadi, kata sepupunya Mohammed kepada CNN.
Baca juga: Imam Masjid Tewas setelah Massa Hindu Bakar dan Tembaki Masjid di India
Ali meninggalkan seorang istri dan empat anak.
“Kami belum mendengar banyak dari pihak berwenang,” tambahnya.
“Tapi saya yakin ini terjadi karena kami Muslim.”
Polisi telah menangkap pelaku tetapi motifnya belum dibeberkan, kata pihak berwenang.
Namun, politisi dan aktivis oposisi menyebut serangan itu adalah "kejahatan kebencian" yang menargetkan populasi minoritas Muslim di India.
Asaduddin Owaisi, anggota parlemen dan pemimpin partai politik All India Majlis-e-Ittehad-ul-Muslimeen menyebutnya sebagai “serangan teror yang secara khusus menargetkan Muslim.”
Anggota parlemen lain dan anggota partai Kongres oposisi utama India, Jairam Ramesh, mengatakan serangan itu adalah "pembunuhan berdarah dingin" yang merupakan hasil dari pemberitaan media dan pandangan politik yang terpolarisasi.
Pada hari Rabu, ratusan anggota dari kelompok ekstremis sayap kanan Hindu Bajrang Dal turun ke jalan di beberapa kota, termasuk Delhi.
Mereka membakar patung dan meneriakkan slogan menentang Muslim sebagai bentuk protes terhadap apa yang mereka sebut “jihad dan terorisme Islam.”
Kekerasan etnis telah berkecamuk di negara bagian timur laut Manipur selama dua bulan terakhir.
Baca juga: Cegah Kiamat Pangan, Singapura Rayu PM Narendra Modi Agar India Perlonggar Ekspor Beras
Modi tidak banyak berkomentar mengenai peristiwa itu.
Meningkatkannya kejahatan rasial
Masih mengutip cnn.com, sebuah studi oleh ekonom Deepankar Basu ada peningkatan kejahatan rasial sebesar 786 persen terhadap semua minoritas antara 2014 dan 2018, setelah kemenangan partai Modi, BJP dalam pemilu.
Meski begitu, BJP mengatakan tidak mendiskriminasi minoritas dan mengklaim memperlakukan semua warga negaranya dengan kesetaraan.
Tetapi studi Basu, ditambah laporan berita, menunjukkan beban kejahatan rasial ini menargetkan Muslim.
Bulan lalu, ketua menteri BJP negara bagian Assam, Himanta Biswa Sarma, menyalahkan umat Islam atas melonjaknya harga tomat.
Sedangkan Yogi Adityanath, sosok yang disebut namanya oleh pelaku penembakan di kereta, termasuk politisi BJP yang paling kontroversial.
Sejak dia menjabat sebagai menteri utama, Uttar Pradesh, mengesahkan undang-undang yang berakar pada "Hindutva", landasan ideologis nasionalisme Hindu.
UU itu melindungi sapi, hewan yang dianggap suci dan tidak boleh disembelih bagi umat Hindu.
Jual beli sapi juga dipersulit.
Baca juga: Kata PM India Narendra Modi soal Rusia-Ukraina: Kami Tidak Netral, Kami Berpihak pada Perdamaian
Adityanath juga memperkenalkan RUU anti-pindah agama, yang mempersulit pasangan beda agama untuk menikah atau bagi orang untuk masuk Islam atau Kristen.
Beberapa kota yang dinamai berdasarkan tokoh Muslim juga telah diganti namanya untuk mencerminkan sejarah Hindu India.
Adityanath juga dikenal karena retorikanya yang provokatif terhadap umat Islam.
Ia pernah memuji kebijakan mantan Presiden AS Donald Trump yang melarang perjalanan dari beberapa negara mayoritas Muslim.
Trump menyerukan India untuk mengambil tindakan serupa, menurut saluran lokal NDTV.
India memiliki salah satu populasi Muslim terbesar di dunia dengan perkiraan 170 juta penganut.
Tetapi jumlah itu hanyalah sekitar 15 persen dari 1,4 miliar penduduk India.
Anggota kabinet Adityanath sebelumnya membantah tuduhan bahwa mereka mempromosikan nasionalisme Hindu.
Tetapi penulis dan jurnalis Muslim terkemuka, Rana Ayyub, yang telah banyak menulis tentang pergeseran sektarian India, mengatakan retorika politik saat ini "memberanikan" kelompok sayap kanan radikal yang merasa semakin dilindungi dan tidak tersentuh di India saat ini.
“Rasanya seperti novel Orwellian diputar di depan Anda,” katanya.
Ia menambahkan dirinya mengkhawatirkan keselamatan teman-teman dan keluarganya yang Muslim.
“Saya pikir diamnya negara dapat diartikan persetujuan diam-diam untuk politik kebencian seperti ini.”
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)